Mohon tunggu...
Eka Kurnia Chrislianto
Eka Kurnia Chrislianto Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Advocate, Lawyer, Legal Consultant, Corporate Lawyer, Civil Law Lawyer, Land and Property Law, Marital, Divorce Dissolutions, and Inheritance Law, Criminal Law, etc. Kunjungi juga: https://kumparan.com/eren-jager dan https://zefilosofi.medium.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Seberapa Penting Pencatatan Perkawinan Campuran: Perkawinan antara WNI-WNA

29 Mei 2022   17:38 Diperbarui: 29 Mei 2022   20:13 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perkawinan Campuran, Sumber: https://pixabay.com by: ptksgc 

Dalam hal ini, status Perwakilan Republik Indonesia yang berada di luar negeri (ketika perkawinan itu dilaksanakan di luar negeri, menurut ketentuan hukum di negara tersebut dan tidak bertentangan dengan Hukum Indonesia khususnya Undang-Undang Perkawinan) sebagai wilayah ekstrateritorial Republik Indonesia di suatu Negara yang terdapat Wakil Negara Republik Indonesia di negara tersebut.

Ini mengandung pengertian bahwa hukum Republik Negara Indonesia dapat diberlakukan sebagaimana ketentuan Pasal 3 Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik (The Vienna Convention on Diplomatic Relations of 1961), yang menyebutkan satu di antaranya suatu perwakilan diplomatik atau seorang pejabat diplomatik, memiliki fungsi-fungsi melindungi (di wilayah negara penerima) kepentingan negara dan warga negara yang diwakilinya.

Kepengurusan administrasinya diselesaikan oleh bidang konsuler di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara yang bersangkutan.  Pada saat mengajukan Surat Pengantar Perkawinan, kedua calon mempelai (calon istri dan calon suami) harus datang ke KBRI dan tidak dapat diwakilkan. (Di sini Persyaratannya)

Ini sejatinya bersesuaian dengan Pasal 16 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving), yang menjelaskan bahwa warga negara Indonesia dimana pun ia berada akan tunduk pada hukum Indonesia.

Kemudian terkait syarat sahnya Perkawinan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu harus memenuhi syarat formil dan syarat materill. Untuk syarat formil diatur dalam Pasal 18 AB yakni tunduk pada hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan (lex loci celebrationis).

Untuk syarat materill misalnya mengenai:

  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai; (vide Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan)
  2. Mendapatkan izin prang tua bagi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun; (vide Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan)
  3. Mensyaratkan baik mempelai laki-laki dan perempuan berumur 19 tahun. (vide Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan)

Sepanjang syarat-syarat yang tersebut di atas di negara dimana asal dari salah satu pihak mengatur hal yang tidak bertentang dengan Undang-Undang Perkawinan Indonesia maka perkawinan tersebut dianggap sah, wajib dilaporkan dicatatkan.

Bagaimana jika tidak dilaporkan dan lewat 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Administrasi Kependudukan? Dikenakan denda administrasi. Dendanya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang di setiap daerah aturannya terkait besaran denda diatur dalam Perdanya masing-masing.  

Kemudian, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadilan Baik Di Lingkungam Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Agama menyebutkan:

"Dalam hal terjadi perkawinan yang dilakukan di luar negeri yang tidak dicatatkan di kantor pencatatan perkawinan di Indonesia maka perkawinan itu dianggap tidak pernah ada."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun