Mohon tunggu...
zefanyamangesthiya
zefanyamangesthiya Mohon Tunggu... Penegak Hukum - mahasiswa

Philipians 4:13

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya kepada Gregorius Ronald Tannur Sebagai Potret Kelam Penegakkan Hukum di Indonesia

7 Januari 2025   21:44 Diperbarui: 7 Januari 2025   21:42 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Beberapa bulan ini warga surabaya digemparkan oleh keputusan tiga hakim dari Pengadilan Negri Surabaya yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang mengabaikan bukti-bukti yang menjadi fakta dalam lapangan. Pernyataan Majelis hakim menyatakan bahwa korban meninggal dunia bukan dikarenakan oleh penganiayaan melainkan oleh konsumsi alkohol dan hakim menyoroti upaya terdakwa dalam menyelamatkan korban dengan membawa korban ke rumah sakit, "Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya, tetapi karena ada penyakit lain disebabkan minum minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," ujar Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik dalam sidang putusan, Rabu (24/7). Ronald Tannur dibebaskan dari dakwaan jaksa atas kasus pembunuhan. Menurut hakim, Ronald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis. Hal itu dibuktikan dengan sikap terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. -CNN Indonesia

Pada oktober 2023 silam media dikejutkan oleh adanya kasus pembunuhan seorang wanita yang dikenal dengan Dini Sera Afriyanti oleh pasangannya sendiri yaitu Gregorius Ronald Tannur. Kronologi dari kasus pembunuhan ini dimulai dari kedua pasangan ini dan bersama sejumlah teman tersangka ke tempat hiburan karaoke Blackhole KTV Club di pusat perbelanjaan Lenmarc Mall, Surabaya Barat, pada Selasa, 3 oktober 2023 malam hari. Lalu Melewati tengah malam, petugas satuan pengamanan melihat Dini dan Ronald sedang bertengkar. Dalam pertengkaran pasangan tersebut, Ronald melakukan penganiayaan fisik terhadap Dini seperti mencekik leher korban, tendangan serta pukulan ke tubuh korban, dan memukul kepala korban memakai botol minuman beralkohol. Penganiayaan tersebut tidak berhenti sampai di sana. Ketika pasangan tersebut berada di area parkir basement, mereka kembali bertengkar. Korban yang sedang bersandar di pintu kiri mobil terseret, terjatuh, dan tangannya terlindas akibat Toyota Kijang Innova abu-abu metalik dijalankan oleh tersangka. Tubuh korban yang tergeletak hendak ditinggalkan begitu saja oleh tersangka. Korban terlihat oleh petugas satpam sehingga Ronald ditegur dan diminta menangani. Namun, penanganan oleh tersangka tak manusiawi karena tubuh Dini ditaruh di bagasi dan dibawa pergi menuju Apartemen Orchad.

Melihat kondisi fisik korban yang melemah tersangka menjadi gelisah dan memutuskan untuk membawa Dini ke National Hospital Surabaya. Tim kesehatan memeriksa Dini yang didudukkan di kursi depan mobil. Namun, korban dinyatakan meninggal pada pukul 02.30 dengan status dead on arrival (DOA) sehingga jenazah korban harus dirujuk ke RSUD Dr Soetomo. Ronald dilarang membawa pulang jenazah Andini dari RSUD karena terlihat ada lebam dan luka sehingga harus membuat laporan kematian. Ronald membuat laporan kematian di Polsek Lakarsantri dengan alasan kematian Andini akibat sakit asam lambung. Laporan inilah yang diduga menjadi dasar petugas Lakarsantri sempat menyatakan kematian Dini akibat sakit.

Namun pernyataan tersangka berbeda dari hasil otopsi, hasil otopsi jenazah Dini memperlihatkan sejumlah luka dan lebam pada tubuh Dini. Dari pemeriksaan luar ada memar di kepala belakang, leher kanan kiri, dan memar serta lecet di anggota gerak atas. Ada luka di dada kanan dan tengah, perut kiri bawah, lutut kanan, paha, dan punggung kanan. Dari pemeriksaan bagian dalam, tim forensik menemukan perdarahan organ dalam, patah tulang, dan memar. Ada resapan darah pada otot leher kulit kanan kiri, patah tulang rusuk dua sampai lima, memar organ paru, dan luka organ hati.

Hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa sebelumnya adalah ancaman penjara 12 tahun,dikenakan pelanggaran Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan mengakibatkan kematian dengan ancaman penjara 7 tahun. Selain itu, pelanggaran Pasal 359 KUHP tentang kelalaian mengakibatkan kematian dengan ancaman penjara 5 tahun. Namun setelah dilakukannya proses yang panjang dalam mencangkup penerimaan laporan dari kuasa hukum, keluarga korban, pemeriksaan saksi-saksi, penelitian alat-alat bukti, pemeriksaan saksi ahli pidana, saksi ahli kedokteran forensik, saksi ahli komputer forensik, rekonstruksi, dan gelar perkara. Maka hasil yang dapat disimpulkan adalah diterapkannya primer Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP. "Dari hasil gelar perkara dapat disimpulkan keyakinan penyidik adanya peristiwa tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain dan atau penganiayaan sehingga terhadap tersangka diterapkan primer Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP," ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Hendro Sukmono.- KOMPAS id

Dengan begitu kuatnya bukti-bukti serta kesaksian-kesaksian yang ada, ternyata tidak cukup kuat untuk membuat para hakim mempertahankan keadilan bagi hukum di Indonesia. Dengan memvonis bebas terdakwa Ronald Tennur atas pembunuhannya terhadap Dini Sera Afriyanti. Mendengar keputusan dari hakim tersebut, Kasus ini kembali menjadi sorotan dan menuai protes publik. Komisi III DPR RI melakukan audiensi dengan keluarga korban Dini Sera dan menilai adanya kejanggalan dalam kasus ini. Datang dari wakil ketua komisi III Ahmad Sahroni emosi kepada ketiga yang memvonis bebas Ronald Tannur Ia menduga adanay modus hanky panky atau pembohongan di balik putusan majelis hakim Pengadilan Negri Surabaya. Dengan adanya kejanggalan ini Saroni merekomendasikan keluarga korban untuk dapat melaporkan juga kepada KPK.

Keluarga Korban Dini Sera ingin Komisi Yudisial memeriksa dugaan pelanggaran kode etik serta menjatuhkan rekomendasi pemecatan bagi ketiga hakim yang memutuskan perkara tersebut. Ahmad Saroni mengatakan setelah melaporkan kepada KY pelaporan akan berlanjut ke BPMA. Di sisi lain ratusan orang kelompok-kelompok serta organisasi masyarakat menggelar aksi salah satunya adalah aksi bakar keranda mayat di depan gedung PN Surabaya. Mereka menuntut agar ketiga hakim dapat dipecat karena dinilai telah mencederai hukum dengan membebaskan terdakwa pembunuhan.

Namun, pada 24 oktober 2024, Ronald Tannur akhirnya ditangkap oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Surabaya dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Ronald Tannur ditangkap kembali setelah vonis bebasnya dibatalkan oleh MA (Mahkamah Agung) dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara atas penganiayaan yang dilakukan oleh Dini Sera Afrianti. Meskipun MA (Mahkamah Agung) telah menganulir putusan bebas Ronald Tannur menjadi hukuman 5 tahun penjara, hal ini menjadi bukti ketidakadilan majelis hakim sekaligus potret kelam dari penegakkan hukum di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun