Gerakan “Black Lives Matter” saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat global. Beredarnya potongan video dan gambar detik-detik kematian George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika, yang sedang ditahan petugas polisi memicu protes dan kemarahan masyarakat. Tindakan tersebut dinilai sebagai diskriminasi terhadap warga kulit hitam.
Gerakan “Black Lives Matter” dipelopori oleh Amerika Serikat pada tahun 2013 akibat kematian seorang anak berkulit gelap bernama Trayvon Martin. Gerakan dalam memperjuangkan keadilan sosial tanpa menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan dan agama ini telah menyebar luas dan menginspirasi banyak negara lain.
Sadar akan pentingnya isu tersebut untuk didiskusikan, Prodi Ilmu Komunikasi President University menyelenggarakan seminar online via Zoom yang bertema “Harmony in Diversity” pada Jumat (19/6). Seminar yang menghadirkan pembicara tamu dari dalam dan luar negeri ini mendiskusikan bagaimana media berperan dalam gerakan memperjuangkan keadilan sosial di berbagai negara.
Leonard Cortana, anggota Berkman Klein Center Harvard University, membahas tentang "Transnational Movement", sebuah gerakan dengan tujuan perubahan sosial dan politik yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa negara. Salah satu contohnya adalah gerakan “Black Lives Matter” yang saat ini tengah menjadi isu hangat di berbagai negara.
"Masyarakat di beberapa negara seperti Brazil, Perancis, Australia, dan Indonesia juga turut melakukan gerakan "Black Lives Matter". Di Indonesia gerakan ini dikenal dengan istilah, "Papuan Lives Matter"," ujar Leo.
Leo menilai gelombang gerakan "Black Lives Matter" merupakan tanda bahwa keadilan sosial masih belum terwujud. Media pun dinilainya berperan besar dalam mendorong menyebarnya gerakan perjuangan ini.
"Kumpulan data media dalam bentuk gambar dan video mengenai gerakan-gerakan sosial yang telah dilakukan, memberi kita gambaran tentang apa yang terjadi di masa lalu, apa yang perlu diperjuangkan di masa kini, dan apa yang dapat terjadi di masa depan," ucap Leo
"Melihat bagaimana bertahun-tahun yang lalu hingga kini gerakan yang sama seperti Black Lives Matter masih dilakukan, kita jadi tahu bahwa keadilan sosial belum terwujud dan masih perlu untuk diperjuangkan,” imbuhnya.
Selain Leonardo, webinar ini juga menghadirkan pembicara dari kalangan praktisi dan akademisi lainnya, seperti Alexander Matius, Film Programmer dari Kinosaurus, M. Raudy Gathmyr, peneliti Islam dan media sekaligus Kepala Prodi Ilmu Komunikasi President University, serta Christy Raina, aktivis media sosial #TeamSawoMatang.
Prodi Ilmu Komunikasi President University berharap dari webinar yang dihadiri 300 peserta ini melahirkan lebih banyak orang yang peduli dan bergerak demi terwujudnya keadilan sosial, khususnya di Indonesia, tanpa memandang suku, ras, dan agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H