Penulis:Â Zefanya Agustinus Malahina (Mahasiswa Sosiologi FISIP Unpad), Â Dr. Maulana Irfan, S.Sos., M.I.Kom. (Dosen Mk. Sosiologi Komunikasi FISIP Unpad)
Anda tidak lagi harus mencari pacar yang berjarak lima langkah dari rumah, tetapi sekarang sudah sedekat jari dan smartphone Anda. Baru-baru ini, layanan pacar rental viral di sosial media. Pacar "berbayar" ini berasal dari akun pribadi yang melibatkan klien dan penyedia layanan profesional hingga akun bisnis. Faktor globalisasi yang berkembang melalui media sosial telah mendorong kunjungan ke situs-situs yang menawarkan layanan perentalan pacar pada beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan beberapa negara lainnya.Â
Menariknya fenomena telah diadopsi oleh sebagian warga Indonesia untuk melakukan praktik bisnis serupa di beberapa kota seperti Yogyakarta, Malang, Bandung, sampai Surabaya. Masing-masing penyedia jasa ini bahkan memiliki daftar harga alias tarif tersendiri. Mereka semua menawarkan layanan yang berbeda tergantung pada harga yang dipilih. Tarif rata-rata untuk klien (alias rental pacar) sangat bervariasi, mulai dari 100.000 rupiah per jam hingga ratusan ribu rupiah.Â
Menurut laporan dari CNN Indonesia, ada perbedaan tarif antar layanan kencan luring dan daring. Jasa rental pacar luring terdiri atas teman makan, teman berkencan, teman mengopi, sampai-sampai ada jasa teman datang ke pernikahan. Sementara itu, layanan daring sesuai dengan namanya penyedia jasa menyediakan teman curhat, teman mengobrol, teman untuk video call, dan juga untuk voice call.
Proses interaksi sosial antara individu maupun dalam kelompok masyarakat, tidak akan terlepas dari manusia yang pada hakikatnya merupakan makhluk sosial. Dalam ruang dan waktu tertentu, ketika manusia melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan masyarakat maka akan terbentuk sebuah produk sejarah, yang dinamakan habitus. Habitus adalah sebuah hasil dari sosialisasi dan pengasuhan yang terjadi di dalam masyarakat, bukan secara alamiah atau kodrat.
Dari sudut pandang pelanggan dan perspektif sosiologi habitus Pierre Felix Bourdieu, penggunaan jasa perentalan pacar adalah habitus (praktik modal), yang sering kali dipakai oleh kalangan menengah ke atas dikarenakan tarif (modal) yang cukup mahal membuat sebagian orang memikirkan dua kali untuk menggunakan jasa rental pacar. Lebih baik uangnya dipakai untuk hobi, game, dan kegiatan lainnya yang lebih terlihat hasilnya.
Praktik modal meliputi penggunaan modal ekonomi, sosial, budaya dan simbolik. Modal ekonomi ada dalam bentuk faktor keuangan yang mendukung, banyak di antaranya mendukung hubungan sosial (modal sosial) dengan pemilik jasa perentalan pacar dan tentunya interaksi dengan penyedia jasa. Ini untuk mencapai modal budaya, seperti kemampuan untuk menarik lawan jenis dan mengembangkan nilai-nilai keintiman sosial yang mendasari kebutuhan manusia. Sementara itu, penggunaan modal simbolik dalam jasa rental pacar dilakukan guna mendapat pengakuan dan apresiasi terhadap status sosial dan identitas tertentu.
Kemampuan kelas menengah atas dalam menyewa pacar selama beberapa waktu tertentu menjadi semacam pembeda dengan kelas sosial yang lain kaitannya dengan kuasa modal untuk mencari pasangan sementara dalam memenuhi kebutuhan afeksi. Pemberi jasa dan pemilik bisnis jasa rental pacar mempertimbangkan dan memperhatikan nilai-nilai bisnis yang cukup menguntungkan di mana para jomblo dijadikan klien untuk dipertemukan dengan pacar semu. Nilai-nilai yang dimaksud ialah nilai-nilai romantisme berbasis reward. Nilai-nilai itu muncul dengan mengamati praktik bisnis serupa di negara lain. Hal itu didukung oleh pilihan sumber daya yang tersedia berupa teknologi digital untuk membantu memudahkan komunikasi dalam mengkonfirmasi permintaan pacar rentalan, ditambah kemampuan aktor dalam mendayagunakan sumber daya ekonomi dan sosial untuk mengoptimalkan berlangsungnya bisnis.
Kebutuhan akan interaksi sosial sesama individu dalam bermasyarakat tidak dapat dipungkiri munculnya jasa rental pacar. Kita dapat mengambil contoh boleh jadi penyewa rental pacar hanya sekadar chat dan tidak ingin privasinya diganggu dikarenakan ingin sebatas memiliki teman untuk curhat dan bercerita saja. Keinginan untuk menggunakan jasa rental pacar juga dapat didorong dari internal diri individu dikarenakan memiliki rasa penasaran bagaimana rasanya memiliki seorang pacar/kekasih. Â Meskipun terkesan dibuat-buat dan semu, kebutuhan mereka setidaknya terpenuhi sedikit. Para jomblo atau tuna asmara yang menginginkan rasa dan sensasi tersebut melakukannya karena terdapat stigma dari masyarakat itu sendiri, bahwa pacar adalah teman untuk mengobrol, curhat, bercerita, bahkan sebuah tempat untuk berkeluh-kesah.
Tren yang tergolong baru di Indonesia ini, hendaknya harus diperhatikan dari sisi keamanannya. Bisa saja penyedia jasa dalam hal ini wanita menjadi korban penculikan atau bahkan predator yang berpura-pura menjadi klien. Karena akan sukar untuk diketahui, apakah ini murni bisnis rental mereka mempunyai kepentingan lain, yang tujuannya untuk mengumpulkan data dengan tidak bertanggungjawab. Dengan mengumbar identitas dapat berpotensi adanya transaksi yang tidak terduga, misalnya prostitusi secara daring.