Lalu, mengapa aku kok bisa menghadiri konferensi keren ini? Iya, karena aku daftar sebagai peserta online di platform MICE.
Konferensi Internasional "Heritage of Toba" dihadiri peserta secara hybrid yaitu offline sekitar 100 orang dan online juga 100 orang, serta dapat disaksikan secara live via kanal YouTube Kompas TV, Harian Kompas, dan Kemenparekraf.
Beruntungnya cuaca sangat mendukung sehingga meski digelar di ruang terbuka dengan durasi 5 jam, secara cuaca di Medan beberapa hari ini pun panas pol.
Kaldera Toba: Bukti Nyata Letusan Gunung Api Terbesar di Dunia hingga Konsep "Green Toba"
Ada satu pertanyaan yang sampai saat ini sulit dijelaskan pada anakku yaitu, harus darimana menceritakan keajaiban Danau Toba? Sisi kenyataannya atau sisi fabelnya. Namun, setelah mendengarkan para ahli di konferensi ini, aku jadi tahu bagaimana akan memulai cerita Danau Toba ini.
Adapun pembicara pertama dalam sesi pertama diskusi yakni Ahli Geologi Institut Teknologi Bandung, Indyo Pratomo. Danau Toba, jelas Indyo merupakan situs kawah raksasa yang telah dihuni secara turun temurun sejumlah lebih 100.000 jiwa.
Pada masa itu Kaldera Toba adalah erupsi yang sangat besar sehingga dikategorikan sebagai supervolcano, dan sebelum jadi danau, Toba mengalami evolusi setahap demi tahap, juga sampai pada munculnya Pulau Samosir ke permukaan. Ah ini keren banget sih menurut aku.
Di akhir penjelasannya, Indyo menutup kesimpulannya dengan joke Toba... or Not Toba, yang setelah aku sadari itu seharusnya, Tobe or Not Tobe. Haha.
Pemaparan selanjutnya lebih seru, dibawakan Ahli Ekowisata IPB Profesor Harini Muntasib dengan materi Optimalisasi Sektor Pariwisata Danau Toba melalui Pengembangan Wisata Berwawasan Lingkungan dibawakan.
Profesor Harini hadir secara virtual dan menyampaikan ide dan rekomendasi dengan cukup cerdas, branding Danau Toba kepada wisatawan tidak cukup menunjukkan 'ini loh Danau Toba, lihat, indahkan'Â tapi pertajam branding dengan informasi Danau Toba secara lengkap salah satunya informasi ini adalah gunung api raksasa yang letusannya paling dahsyat di dunia.
Bahkan, kalau bisa dengan konsep filming 4D sekaligus sehingga terbangun feel untuk sama-sama menjaga warisan dunia ini scara berkesadaran.
Video The Heartbeat of Toba, ujar Profesor Harini, sudah sangat bagus, jika bisa boleh ditambahkan dengan objek danau, objek geologi, dan objek biologi sehingga lebih informatif.