Mohon tunggu...
Zebadia Akbar
Zebadia Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif Ilmu komunikasi UMY

Selanjutnya

Tutup

Film

Representatif Kekerasan Berbasis Gender Online dalam Film "Like & Share"

10 Januari 2024   05:51 Diperbarui: 10 Januari 2024   06:02 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam film “Like & Share”, diceritakan bahwa banyaknya perspektif perempuan yang dijadikan objek seksual dalam film. film ini dibuat untuk mengangkat isu isu yang selama ini dianggap tabu oleh masyarakat, seperti orientasi seksual hingga perjuangan korban kekerasan seksual serta mengurangi angka kekerasan dalam bentuk apapun. Film merupakan salah satu media atau perantara yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikasi kepada sekelompok orang yaitu, komunikasi massa. Kekuatan dan kemampuan film yang menjangkau segmen sosial dapat berpotensi untuk memengaruhi khalayaknya (Sobur, 2016). Dikarenakan ciri khas suatu film adalah adanya sebuah ideologi yang diusung maka terkandung pula unsur semiotik yang berisi tanda tersirat.

Perkembangan teknologi saat ini sangat berpengaruh di era zaman sekarang. pengaruh yang didapatkan bisa membawa ke hal yang positif atau bahkan membawa ancaman bagi para pengguna teknologi terlebih perempuan. Balraj (2015 dalam Marietha et al., 2021) mengemukakan bahwa “media memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran perempuan tentang bagaimana mereka harus atau tidak harus dilihat di depan umum”. Maksudnya, media massa ikut membangun seperti apakah citra pada perempuan sehingga memunculkan suatu opini dan stereotip masyarakat. Maka kemudian muncul berbagai persoalan seperti perilaku perundungan dan kekerasan pada perempuan, terutama terkait hal- hal yang menyangkut seksualitas (Marsya, 2020).

Kekerasan berbasis gender online saat ini marak terjadi seiring perkembangan teknologi yang ada. kekerasan berbasis gender online atau yang difasilitasi teknologi didefinisikan sebagai bentuk ketidakadilan dan diskriminasi gender yang terjadi di ruang online. Tindakan ini dapat mencakup penguntitan, pelecehan, penindasan, pornografi yang tidak diinginkan, dan tindakan lainnya. Ada beberapa kategori kekerasan berbasi gender online salah satunya revenge porn atau pornografi balas dendam yang didefinisikan sebagai gambar atau film seksual pribadi yang menampilkan orang tertentu yang diposting di internet oleh mantan pasangan orang tersebut, dalam upaya untuk menghukum atau menyakiti mereka dengan cara mengancam.

Menurut Cyber Civil Rights Initiative, 90 persen korban tindakan ini adalah perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan lebih rentan terhadap paksaan dari laki-laki. Komnas Perempuan mencatat 2.247.594 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual di ranah elektronik/online. Kasus kekerasan online berbasis gender meningkat hampir tiga kali lipat selama pandemi COVID-19. Mayoritas korban berusia 15-19 tahun. Dilansir dari mediaindonesia.com, hingga akhir tahun 2022, tercatat ada lebih dari 3.000 website yang khusus didedikasikan untuk konten revenge porn. Laporan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat 339.782 dari total laporan tersebut merupakan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) pada tahun 2022. Menurut data CATAHU 2022 Komnas Perempuan memperlihatkan kenaikan 83% kasus Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) terbanyak di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Women Crisis Center (WCC) yakni sebanyak 170 kasus, diikuti Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (DP3A) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebanyak 22 kasus, serta Pengadilan Negeri sebanyak 13 kasus.

Berdasarkan data diatas, banyak sekali kasus kekerasan berbasis gender online yang terjadi. Salah satu yang sering terjadi adalah revenge porn, yang dimana menampilkan orang tertentu yang diposting di internet oleh mantan pasangan orang tersebut, dalam upaya untuk menghukum atau menyakiti mereka dengan cara mengancam. Ini adalah bentuk bahayanya teknologi di zaman sekarang. Orang orang yang melakukan revenge porn akan terus mengancam korban dan korban akan terus tersiksa atas ancaman tersebut. Terlihat bahwa Perempuan menjadi objektifikasi karena mengabaikan kepribadian, pikiran dan perasaan mereka dan cenderung focus pada aspek fisik dan seksual seseorang. Kemudian adanya individu yang memiliki kekuasaan dan yang tidak memiliki kekuasaan yang berpengaruh dalam interaksi sosial dan pemaksaan meskipun ada perlawanan (Weber dalam Sojeati, 2020), serta Perempuan sering kali merasa tidak berdaya dalam menghadapi kekerasan seksual karena adanya stigma dan diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat. Selain itu, perempuan juga seringkali merasa takut untuk melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya karena takut tidak dipercaya atau takut mendapat stigma dari masyarakat karena tidak dapat mengurus dirinya dengan hati hati dan bermartabat (Ade Irma Sakina, 2017).

Dalam film “Like & Share”, Gina S. Noer sebagai sutradara dan penulis ingin menuangkan pandangannya tentang bagaimana kehidupan remaja masa kini dan masalahnya. Beberapa daftar adegan yang bisa memicu trauma antara lain adalah adegan pemerkosaan eksplisit, deskripsi kekerasan, child grooming dan manipulasi, penyebaran video atau foto privat, serta self harm. Melalui film Like & Share, terdapat cermin realitas sosial yang tergambar betapa perempuan sangat rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender online dan film tersebut menceritakan bagaimana cara memberikan dukungan kepada para korban melalui tindakan, seperti dengan tidak membagikan atau mencari setiap konten dari revenge porn, memblokir dan melaporkan akun yang memposting video/gambar revenge porn, dan bersikap bijaksana terhadap setiap korban yang menghadapi kasus serupa, karena sulit bagi para penyintas untuk melanjutkan kehidupannya di masa depan.

Dari kasus diatas, terlihat bahayanya teknologi dalam melaksanakan kekerasan seksual berbasis online. Maka dari itu kita sebagai pengguna teknologi harus lebih aware terhadap teknologi yang tersedia di zaman sekarang, kemudian selalu menjaga privasi yang ada pada diri kita agar terhindar dari hal hal yang membahayakan diri kita sendiri. Dari sisi keluarga harus juga terus memperhatikan anak-anaknya terutama anak Perempuan, karena hal ini sering terjadi karena factor keluarga yang broken home, atau fatherless atau tidak adanya ayah didalam hidupnya. Seorang ayah sangat berpengaruh bagi Perempuan, menurut Kristo, ayah memiliki beberapa peran, yaitu sebagai figure pahlawan, sosok yang memiliki otoritas, model untuk berperilaku benar, dan sosok yang tegas dan penuh kasih sayang.

Kemudian sosok orang tua juga bisa membatasi pergaulan anak anaknya agar terhindar dari masalah-masalah yang terjadi terhadap pergaulannya, tetapi harus diseimbangi dalam memberi Batasan dan kebebasan pada anak. Kemudian kita sebagai remaja juga harus produktif dengan hal hal yang positif. Dan yang terpenting adalah komunikasi interaksi antara orang tua dan anak Pentingnya komunikasi antara tokoh remaja dengan orang tua menjadi faktor fundamental untuk menjaga hubungan keduanya. Barnes & Olson mengatakan bahwa komunikasi remaja dengan orang tua memiliki 2 indikator yakni keterbukaan komunikasi dalam keluarga dan kedalaman masalah dalam komunikasi keluarga. Semakin tinggi tingkat keterbukaan, maka komunikasi remaja dengan orang tua semakin berkualitas. Semakin tinggi tingkat permasalahan komunikasi, maka semakin rendah kualitas komunikasi antara remaja dengan orang tua. Dan yang paling penting adalah menjaga keimanan untuk membentengi diri dengan kualitas spiritual keimanan yang baik. Karena dengan adanya keimanan dalam hati mampu menjauhkan manusia dari perilaku yang mengarah kepada keburukan.

DAFTAR PUSTAKA

Fujiati, D. (2016). Seksualitas Perempuan Dalam Budaya Patriarkhi. Muwazah, 8(1).
Hamid, FT. Sunarto, Rahmiaji L.R. (2022). Representasi Objektifikasi Perempuan Dalam Film Selesai (Analisis Semiotika Roland Barthes).
Arawinda, Stella H. "Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Kekerasan Berbasis Gender Online di Indonesia." Jurnal Yustika, vol. 24, no. 02, 2021, pp. 76-90.
Dian, R. (2023, February 16). 11 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang Kasusnya Terus
Mengalami Peningkatan. Narasi.tv.
Imanuella, J. (2023, June 20). Apa Itu Revenge porn dan Hukumnya di Indonesia.
Mediaindonesia.com. Retrieved Desember 19, 2023, from
https://mediaindonesia.com/humaniora/591113/apa-itu-revenge-porn-dan-hukumnya-dindonesia
Komnas Perempuan (2023, March 7). Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun
2023 Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara: Minimnya Pelindungan dan
Pemulihan. Komnasperempuan.go.id. Retrieved Desember 2023, 2023, from https://komnasperempuan.go.id/download-file/949
Zahro Malihah, Alfiasari, Perilaku Cyberbullying pada Remaja dan Kaitannya dengan Kontrol Diri dan
Komunikasi Orang Tua, (Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen Vol. 11, No.2, 2018) h. 150
Alivermana Wiguna, Iman Sebagai Basis Psikologi Pengembangan Karakter, (Yogyakarta: Deepublish,
2020), h. 99.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun