Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober merupakan bukti dari ketahanan ideologi negara Indonesia terhadap ancaman yang mencoba merusak kekokohannya. Peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 tak lepas menjadi salah satu ancaman dan asal mula lahirnya peringatan bersejarah bagi ideologi negara kita. Pada akhirnya pun kegagalan kudeta oleh peristiwa ini dianggap sebagai bukti "kesaktian" sebuah ideologi negara Indonesia, yakni Pancasila. Namun, di era sekarang, terutama era digital saat ini, tantangan ideologis yang dihadapi semakin rumit. Era digital membawa perubahan cara masyarakat berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi.
Latar Belakang Sejarah Hari Kesaktian Pancasila
Peristiwa G30S/PKI yang terjadi pada 30 September-1 Oktober 1965 adalah sebuah upaya kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Ir. Soekarno dan menggantikan ideologi Pancasila dengan komunisme. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa tujuh jenderal Angkatan Darat dibunuh yang menjadi bagian dari kudeta ini. Kemudian Jenderal Soeharto berhasil menstabilkan dan menggagalkan operasi ini dengan kekuatannya. Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto memperingati keberhasilan ini sebagai Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober.
Selain itu, menurut beberapa laporan dan sejarah masa lalu, Pancasila sebagai ideologi telah mengalami berbagai ujian baik internal maupun eksternal, namun tetap bertahan sebagai dasar negara di Indonesia.
Tantangan Ideologi di Era Digital
Beberapa tantangan utama yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai Pancasila di era digital:
1. Penyebaran Informasi Palsu dan Ujaran Kebencian
Akibat melesatnya arus informasi di media sosial, banyak konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti berita bohong dan ujaran kebencian. Konten seperti ini dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, yang merupakan inti dari sila ketiga, Persatuan Indonesia. Menurut CEO Media Kumpas Tuntas Grup, maraknya penyebaran hoaks dan informasi yang memecah belah bangsa dan negara, dimana hal itu melanggar nilai yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia." Â (Donald Harris Sihotang, 2022, Webinar Literasi Digital)
2. Radikalisasi melalui Media Sosial
Media sosial saat ini menjadi sarana yang sangat efektif dalam penyebaran paham radikalisme. Melalui kemasan yang agamis dan populer, paham radikal dapat dengan mudah masuk ke pengguna internet. Informasi yang mengarah pada ideologi radikal atau anti-Pancasila dapat menyebar tanpa kontrol, menciptakan ancaman serius bagi negara. Menurut Direktur Pencegahan BNPT, kelompok radikal ini ingin mengubah ideologi negara kita yakni Pancasila menjadi negara khilafah. Tentu ini sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan negara kita yang memiliki 5 sila pedoman hidup bernegara yang memiliki ragam suku, agama, budaya. Jadi munculnya paham radikalisme dan aksi terorisme jangan disudutkan hanya dari satu agama saja, ini bukan keselahan agamanya, namun pemikiran individunya. (Achmad Nurwahid, 2020, Webinar di Jakarta)
3. Masuknya Budaya Asing
Di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang sangat cepat saat ini, budaya asing juga turut mempengaruhi pola pikir masyarakat, terutama generasi muda. Ini bisa menjadi ancaman bagi kekokohan Pancasila di masa depan jika tidak ditanggulangi dengan baik. Menurut CEO Media Kupas Tuntas Grup, di era digital ini penerapan Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara menghadapi tantangan dengan munculnya budaya asing yang menggeser budaya leluhur. (Donald Harris Sihotang, 2022, Webinar Literasi Digital)
Kesaktian Pancasila di Era Digital