Dari rahim ibu, aku merangkak keluar.
Menelusuri tepi parit-parit kecil, menjaga keseimbangan agar tidak jatuh tercebur
Sebelum nanti menyeberangi sungai-sungai panjang dan luas yang mengalir ikhlas menuju lautan
dan kemudian aku berkendara dengan kapal-kapal besar yang kubuat sendiri
Keluar dari rahim ibu, aku yang ringkih berteriak kencang,
dilingkup takut namun ditenangkan dalam peluk.
Ibu lalu menuntun aku melewati gulita malam sebelum nanti harus berjalan sendirian.
Kaki bertelanjang, mengikuti pola gerak yang ibu tunjukkan
Keluar dari rahim ibu, aku harus melawan dingin
membuat gigi-gigi bergemerutuk, dan lisan ingin sekali mengutuk dan menyeru keluh
Namun kutahan-tahan agar serapah  yang kusembur tidak membuat suasana semakin mendingin
Oleh ibu, aku dibekali cara memohon doa dan pertolongan
Sesakit apa pun dingin menusuk hingga tulang, hanya kalimat-kalimat baik yang boleh keluar dari bibirku
Jauh dari rahim ibu,
aku memang banyak dihadapi oleh rasa takut
langkah jadi ragu-ragu, hari esok selalu terasa abu-abu
namun, rahim ibu tak lagi cukup untukku
sehingga aku harus membangun sebuah ruang nyaman yang cukup untuk aku dan ibu
Bogor, di perjalanan pulang sepanjang jalanan Dramaga yang padat, di sebuah angkutan kota warna biru
20 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H