"Kita akan menjadi sempurna ketika mengenal"
Mulanya kalimat itu yang kugenggam erat sepanjang jalan
Tapi nyatanya,
semakin kukenali,
semakin banyak kurangnya,
semakin banyak cacatnya
Lantas dengan penuh usaha,
berbagai upaya perbaikan dilakukan
Tapi kok, gak selesai-selesai?
selalu saja ada kurang dan celah
Sampai satu titik,
rasanya diriku seperti keramik pecah yang serakannya menyebar di penjuru semesta
Aku masuk dalam sekotak ruang dan melihat rentetan jerih
aku yang sedang penuh tawa
aku yang sedang muram
aku yang sedang berpikir hingga pagi buta
aku yang tidur kelelahan di atas meja
aku yang berlarian di kejaran waktu
aku yang berusaha menyelamatkan diri dari banjir air mata
aku yang memeluk luka
aku yang sedang dipeluk dunia kecilku
aku yang bersedih
dan aku yang berbahagia
eh, ternyata aku sudah utuh
sejak dahulu
utuh menyeluruh
satu-satunya yang kurang cuma satu
aku tidak melihat diriku
aku sibuk membuat daftar sosok sebagai standarisasi
yang sesungguhnya tidak perlu kulakukan
Salah satu yang kusadari awal tahun ini
aku sering menyepelekan jerihku
malam-malam penuh pikirku
hari-hari beratku saat mengejar hal-hal yang kuinginkan
kesalahanku adalah menganggap pencapaianku sebagai kotak penuh keberuntungan
menyepelekan usahaku,
menyepelekan aku