Mohon tunggu...
Panembahan Senopati
Panembahan Senopati Mohon Tunggu... Bankir - Pegiat Literasi

Penyuka menulis,traveling dan penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Trend dari Zaman Nenek Moyang

8 September 2020   10:41 Diperbarui: 8 September 2020   10:47 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bicara tentang covid-19 apa yang terlintas di pikiran anda? Korban? Sepeda? Vaksin? Atau konsiprasikah? Sejak diterapkannya new normal korban masih saja terus bertambah. Niat hati ingin menyelamatkan ekonomi, malah menambah persoalan. Seiring bertambahnya korban ternyata bertambah juga minat bersepeda masyarakat. Yaaah, trend bersepeda, yang beberapa saat lalu membuat jalan semakin ramai baik pagi, siang dan sore kini sudah mulai tidak begitu diminati. Padahal konon cerita, banyak orang yang awalnya jarang bahkan tidak biasanya bersepeda akhirnya membeli sepeda baru demi mengikuti trend ini. Tetanggaku saja sampai dibela-belain berhutang untuk membeli sepeda baru. Bukan hal baru, sesuatu yang baru tiba-tiba muncul di masyarakat dan tiba-tiba juga menjadi kegemaran masyarakat. Sebut saja batu akik, gelombang cinta, ikan lohan, mendaki, bahkan ngopi adalah trend yang pernah booming dan tak asing lagi bagi kita.

Tulisan ini bukan mau mengupas tentang trend sepeda atau trend ngopi dan menikmati senja yang dielu-elukan oleh para generasi bucin.  Namun tahukah anda, ada salah satu trend yang yang dipakai banyak orang namun tidak banyak orang yang menyadari. Trend ini mungkin sudah ada sejak zaman nenek moyang dan banyak penggemarnya sampai sekarang. Mark Manson menyebutnya trend mentalitas korban. Dalam bukunya "The Subtle Art Of not Giving A Fuck" ia mengatakan bahwa sebagian orang yang mengalami trend ini selalu saja meyakini bahwa mereka tidak mampu menyelesaikan masalah, meskipun faktanya mereka mampu. Mereka lebih memilih menyalahkan orang lain atau menyalahkan situasi di luar mereka untuk menutupi ketidakberdayaan mereka.

Tidak mau berusaha dan selalu mencari kambing hitam. Misalnya ketika orang gagal dalam ujian, orang yang yang mengikuti trend ini mungkin akan mudah menyalahkan penguji, kendaraan macet, toilet mampet, kucing di tengah jalan, pokoknya apa saja disalahkan untuk menutupi kegagalannya.

Efek dari sikap ini orang akan merasa lebih baik untuk sementara waktu. Namun akan menggiring pada kehidupan yang penuh dengan amarah, ketakberdayaan dan keputusasaan. Tindakan ini cenderung mudah dan enak dilakukan, ketimbang menyelesaikan masalah karena cenderung sulit dan tak menyenangkan. Padahal belum tentu yang menyenangkan akan baik bagi kita, begitu pula sebaliknya yang kita bencipun kadang menyimpan hikmah dan malah banyak memberikan manfaat

Maka jauhilah sikap (trend mentalitas korban) ini dimanapun berada. Jangan mudah menyalahkan orang lain maupun keadaan. Selalu introspeksi dan fokus pada solusi. Tidak ada pelaut ulung lahir di laut yang tenang.. So, terkadang bukan siapa yang salah, tapi diri kita yang mungkin kurang sadar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun