Mohon tunggu...
Panembahan Senopati
Panembahan Senopati Mohon Tunggu... Bankir - Pegiat Literasi

Penyuka menulis,traveling dan penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai Penderitaan

8 Oktober 2019   14:07 Diperbarui: 8 Oktober 2019   14:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap orang pernah mengalami musibah atau penderitaan. Tidak jarang dari penderitaan itu ada yang mampu bertahan dan bersabar bahkan tidak sedikit yang menyerah.  Adalah Hiroo Onoda seorang prajurit letnan dua kekaisaran jepang yang ditugaskan di medan perang di Pulau Lubang, Filipina tahun 1944. 

Setelah hampir 30 tahun hilang tanpa kabar, ia kemudian ditemukan dalam kondisi masih hidup. Selama kurun waktu tersebut ia menganggap bahwa dunia masih berada dalam suasana peperangan. Sehingga yang ia lakukan adalah terus bertahan di hutan, menyerang penduduk lokal, dan membakar sawah-sawah sesuai dengan perintah atasannya untuk melawan apapun dan tidak menyerah. 

Ketika kembali ke jepang ia kemudian ditanya apakah dia menyesal melakukan semua itu dalam waktu 30 tahun? dengan mantap ia menjawab bahwa ia tidak menyesali apapun, dia bangga akan pilihannya dan waktu yang dihabiskan selama 30 tahun di hutan. Merupakan kehormatan baginya membaktikan hidupnya dalam porsi yang cukup besar demi negaranya.

Kisah penderitaan juga dialami oleh banyak sahabat nabi seperti  Bilal Bin Rabbah, dalam kondisi disiksa oleh majikannya dan diancam supaya meninggalkan agama islam ia tetap bertahan dengan tetap mempertahankan imannya. Ahad! Ahad! Ahad! Selalu ia kumandangkan.  

Dua kisah diatas banyak memberikan pelajaran bagi kita bahwa ada sebuah nilai yang dijaga didalam mengalami penderitaan. Hiroo onoda memilih untuk menderita demi kesetiannya terhadap negaranya. Bilal bin rabbah memilih menderita untuk mempertahankan keimanannya. 

Meskipun mereka memiliki nilai penderitaan yang berbeda. Yang satu menderita demi negara, yang satu karena keimanan tetapi bagi dua manusia ini menderita bermakna sesuatu, dan itu memenuhi alasan besar dibaliknya. Banyak orang yang rela menderita di usia mudanya untuk meraih cita-citanya. Atau istilah dalam peribahasa bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Karena memiliki tujuan dan makna yang dalam. Mereka mampu menanggung derita, bahkan menikmatinya.

Jika penderitaan tidak bisa ditolak, jika badai masalah tidak bisa dihindari maka pertanyaan yang harus kita ajukan bukan "bagaimana agar penderitaan ini akan berakhir" tapi "saya menderita demi tujuan apa?". Semoga kita selalu bisa mengambil manfaat dari setiap penderitaan hidup yang menimpa kita. "Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit.(Ali Bin Abi thalib)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun