Tidak sedikit kasus positif Covid19 yang ditemukan berasal dari kelompok kegiatan keagamaan. Tidak hanya di dalam negeri, di luar negeri kasusnya pun sama.Â
Sedikit contoh adalah apa yang dikenal dengan istilah cluster GBI dan cluster Ijtima' Gowa. Keduanya berawal dari kegiatan keagamaan yang mereka adakan di tengah merebaknya wabah Covid19.Â
Keduanya juga sudah diimbau untuk membatalkan kegiatannya tetapi menolak dengan berpegang pada perkataan pemuka agama masing-masing. Hal ini mendorong munculnya pertanyaan bahwa ketika imbauan pemerintah dilawan menggunakan fatwa ulama, bagaimana kita bersikap?
Memandang hal tersebut di atas, tentunya muncul pertanyaan lanjutan di dalam diri sebagian masyarakat. Apakah kegiatan yang mereka lakukan adalah suatu hal yang salah? Jawabannya berpulang kembali kepda penanya, darimana sudut pandang menilainya.Â
Bagi mereka yang berkeyakinan bahwa ketaatan kepada Pemerintah di dalam hal yang baik adalah wajib maka perbuatan kelompok Jama'ah Tabligh berupa penyelenggaraan Ijtima' Gowa adalah salah.Â
Dan sebaliknya, bagaimana Jama'ah Tabligh mendudukkan pendapat atau anjuran pemimpin mereka ketika bertentangan dengan imbauan Pemerintah berpulang pada ajaran agama mereka.
Lantas, bagaimana kita bersikap? Saya, secara pribadi, berusaha meletakkan diri pada posisi sebagai warga negara yang kehidupannya di dalam berbangsa dan bernegara diatur dan terikat oleh aturan negara.
Bagaimana dengan keyakinan agama yang saya anut, sebatas pengetahuan saya sebagai seorang muslim adalah wajib taat kecuali terhadap aturan yang jelas bertentangan dengan syariat Islam, pun itu masih perlu diperinci lagi. Â Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H