Tawuran pelajar merujuk pada bentrokan yang terjadi antara para pelajar di lingkungan sekolah atau sekitar lokasi pendidikan. Fenomena ini melibatkan siswa dari sekolah yang berbeda dan terlibat dalam bentrokan fisik yang biasanya dipicu oleh pertentangan, rivalitas, atau masalah-masalah interpersonal. Saat tawuran, mereka pun tak ragu membawa senjata tajam untuk melukai korbannya. Tak jarang tawuran menelan korban jiwa akibat kebrutalannya. Tawuran pelajar merupakan satu contoh dari patologi sosial dalam konteks pendidikan.
Di Indonesia sendiri tawuran pelajar sudah seperti menjadi tradisi yang buruk diantara para pelajar, terkhusus di Kota besar seperti Jakarta. Namun, tidak menutup kemungkinan tawuran terjadi di kota-kota yang lebih kecil. Kenapa penulis mengatakan bahwa tawuran pelajar ini adalah tradisi? karena kakak-kakak kelas atau bahkan alumni dari sekolah-sekolah yang akan mengajari dan menuntun adik-adiknya ini untuk melakukan tawuran antar pelajar. Targetnya adalah anak-anak yang baru masuk ke sekolah tersebut, biasanya anak SMP yang baru melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya yaitu SMA yang paling mudah dihasut untuk melakukan tawuran pelajar dan meneruskan tradisi negatif ini.
Masa remaja atau masa SMA dianggap sebagai masa labil yaitu masa di mana seorang anak berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran lebih lanjut. Remaja yang sedang mengalami krisis identitas diri ini cenderung mencoba hal-hal apa saja yang akan membentuk kepribadiannya. Maka dari itu jika lingkungan mereka memberi pengaruh buruk dan tidak diinternalisasi nilai-nilai yang positif akan memiliki konsekuensi yang cukup mengerikan, yaitu munculnya perilaku penyimpangan seperti melakukan tawuran pelajar ini.
Selain masih mencari identitas dirinya, lantas sebenarnya hal apa saja yang menjadi pemicu para pelajar melakukan tawuran ini. Yang pertama Siswa sering kali merasa terdorong untuk berpartisipasi dalam tawuran karena tekanan dari kelompok teman sebaya mereka, hal ini terjadi karena anak-anak cenderung terlibat dalam perilaku berisiko atau kekerasan ketika mereka bertindak dalam kelompok. Faktor-faktor lingkungan juga menjadi pemicu tawuran pelajar, seperti keberadaan geng-geng yang beroperasi di sekitar sekolah, dapat mempengaruhi terjadinya tawuran.
Umumnya, para pelajar yang melakukan tawuran ini menganggap tawuran pelajar ini adalah suatu hal yang keren dan patut mereka banggakan. Kenapa? karena lingkungan mereka cendurung menormalisasikan tawuran pelajar ini. Mereka juga mungkin melakukan kekerasan untuk mempertahankan tempat mereka di dalam grup. Tekanan teman sebaya, kakak kelas bahkan alumni dapat membuat seorang pelajar terlibat dalam perilaku penyimpangan ini.
Tawuran pelajar berdampak buruk pada lingkungan sekolah dan masyarakat secara keseluruhan.Â
Hal ini menciptakan suasana sekolah yang tidak aman, mengganggu proses belajar-mengajar, menyebabkan kecemasan di kalangan siswa dan orang tua, dan dapat menyebabkan cedera serius atau bahkan kehilangan nyawa para pelakunya. Pemerintah, pihak sekolah, orang tua, dan pihak berwenang harus ikut terlibat dalam upaya menghilangkan tradisi buruk ini.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan bahwa semenjak Januari 2022 angka tawuran pelajar terus meningkat. Sebetulnya angka tawuran pelajar di Indonesia sudah lebih menurun ketika terjadinya pandemi Covid 19, hal ini memungkinkan karena seluruh siswa melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dari rumah masing-masing. Namun seiring meredanya kasus covid 19 di Indonesia, diberlakukannya lagi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang nampaknya mendorong tingkat tawuran antar pelajar.
Tawuran pelajar perlu dicegah agar tercipta lingkungan sekolah yang aman, harmonis dan mendukung proses belajar mengajar. Lantas apa saja langkah yang harus dilakukan untuk mencegah tawuran pelajar, penulis memiliki dua cara yang mungkin bisa dilakukan guna mencegah terjadinya tawuran pelajar. Yang pertama perlu adanya peraturan dan pengawasan dari pihak sekolah ataupun pihak berwenang, pihak sekolah ataupun pihak berwenang perlu mengintensifkan pengawasan di area-area yang sering menjadi tempat terjadinya tawuran.Â
Juga, peraturan yang tegas mengenai kekerasan dan tawuran harus diterapkan dengan konsisten, dan siswa harus menyadari konsekuensi yang akan mereka hadapi jika melanggar aturan tersebut. Dan yang kedua keterlibatan orang tua dan masyarakat, orang tua dan lapisan masyarakat juga harus berpartisipasi aktif dalam mencegah tawuran pelajar. Sekolah, orang tua dan masyarakat bekerja sama dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan positif siswa.
Mengenai cara pertama yang penulis sebutkan diatas. Polres Jakarta Selatan berencana mencatat identitas siswa yang pernah terlibat tawuran di dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Hal ini tentu saja menyulitkan siapa saja, terutama pelaku tawuran, untuk mencari pekerjaan di kemudian hari. Harapannya tentu saja dengan sikap tegas ini para siswa yang gemar melakukan tawuran ini akan berfikir 1000 kali untuk melakukannya lagi, sebab masa depan mereka akan terancam. Satu langkah positif untuk menghentikan tradisi buruk ini.
Penulis memiliki harapan tentang tradisi buruk ini, semoga kedepannya tidak ada lagi kasus tawuran pelajar di seluruh Indonesia dan tidak ada lagi korban jiwa melayang dengan sia-sia karena tawuran. Agar terciptanya lingkungan pendidikan yang aman, positif, dan mendukung bagi para pelajar. Pelajar adalah masa depan bangsa.