Mohon tunggu...
Zawitri Damayanti
Zawitri Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIVERSITAS 17 Agustus 1945

saya adalah salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIVERSITAS 17 Agustus 1945. dan saya suka mengukap sebuah isu sosial.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Faktor Perubahan Iklim Yang Di Rasakan Oleh Para Mahasiswa

19 Desember 2024   18:10 Diperbarui: 19 Desember 2024   18:18 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perubahan iklim adalah salah satu isu global paling signifikan abad ini, memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dampaknya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa di Indonesia. Sebagai generasi penerus yang nantinya akan menghadapi konsekuensi jangka panjang dari perubahan iklim, mahasiswa tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga aktor potensial dalam upaya mitigasi dan adaptasi. Artikel ini menggunakan metode analisis data sekunder untuk mengeksplorasi faktor-faktor perubahan iklim yang dirasakan oleh mahasiswa di Indonesia dan respon mereka terhadap isu ini.

Dampak Fisik Perubahan Iklim pada Mahasiswa

1. Perubahan Pola Cuaca dan Kesehatan

Indonesia, sebagai negara kepulauan tropis, menghadapi dampak nyata perubahan iklim, seperti peningkatan suhu, perubahan pola hujan, dan cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu rata-rata di Indonesia meningkat sekitar 0,03–0,05°C per tahun sejak 1980. Kenaikan ini menyebabkan masalah kesehatan, termasuk dehidrasi, heatstroke, dan peningkatan penyakit pernapasan akibat kualitas udara yang buruk. Mahasiswa yang aktif di luar ruangan atau mengikuti kegiatan kampus sering kali mengalami penurunan produktivitas karena dampak-dampak tersebut.

2. Banjir dan Gangguan Infrastruktur Kampus

Banjir adalah salah satu bencana yang paling sering melanda daerah perkotaan di Indonesia. Beberapa kampus di wilayah seperti Jakarta, Semarang, dan Bandung sering mengalami gangguan operasional akibat banjir. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lebih dari 2.000 kejadian banjir tercatat pada tahun 2023 di seluruh Indonesia, banyak di antaranya berdampak langsung pada aktivitas perkuliahan. Infrastruktur kampus seperti perpustakaan, laboratorium, dan aula sering mengalami kerusakan, yang menghambat proses belajar-mengajar.

3. Krisis Air Bersih dan Energi

Kekeringan yang berkepanjangan juga menjadi masalah signifikan di beberapa daerah. Menurut laporan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), cadangan air tanah di Jawa terus menurun. Hal ini menyebabkan kelangkaan air bersih di kampus-kampus, khususnya di daerah seperti Yogyakarta dan Surabaya. Selain itu, peningkatan suhu memaksa penggunaan pendingin ruangan (AC) secara masif, yang meningkatkan konsumsi energi dan biaya operasional kampus. Di sisi lain, beberapa kampus mulai mengadopsi energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional.

Dampak Psikologis Perubahan Iklim

1. Kecemasan Ekologis

Mahasiswa sering kali merasakan kecemasan atau "eco-anxiety" terkait dampak perubahan iklim. Berdasarkan survei yang dilakukan Yayasan Indonesia Hijau pada tahun 2023, sebanyak 65% mahasiswa di Indonesia mengaku khawatir tentang masa depan lingkungan. Kecemasan ini tidak hanya memengaruhi kesehatan mental mereka, tetapi juga motivasi untuk belajar. Banyak mahasiswa merasa bahwa ancaman perubahan iklim terlalu besar untuk diatasi, sehingga memunculkan perasaan tidak berdaya.

2. Trauma Akibat Bencana Alam

Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan sering kali meninggalkan dampak psikologis yang mendalam. Mahasiswa yang berasal dari daerah rawan bencana, seperti Kalimantan dan Sumatra, sering mengalami trauma akibat kehilangan tempat tinggal atau kerugian material. Trauma ini memengaruhi konsentrasi mereka dalam belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan kampus.

3. Perasaan Tidak Berdaya

Selain kecemasan, mahasiswa juga sering merasa tidak memiliki kapasitas untuk membawa perubahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Indonesia pada tahun 2022, sekitar 40% mahasiswa merasa bahwa aksi individu mereka tidak cukup signifikan untuk mengatasi perubahan iklim. Perasaan ini sering kali menjadi penghalang utama untuk mengambil tindakan nyata.

Dampak Sosial Perubahan Iklim

1. Ketimpangan Sosial

Perubahan iklim telah memperburuk ketimpangan sosial di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di kalangan mahasiswa. Mahasiswa dari keluarga ekonomi menengah ke bawah sering kali tinggal di lingkungan yang lebih rentan terhadap dampak cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, atau suhu panas yang meningkat.

Contohnya, mahasiswa yang tinggal di kos-kosan dengan fasilitas minim, seperti tanpa pendingin ruangan atau tidak ada akses air bersih yang memadai, sering mengalami tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki sumber daya lebih baik. Ketika suhu meningkat, ruangan kecil tanpa ventilasi memadai dapat menjadi tidak nyaman atau bahkan berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, mahasiswa yang bergantung pada transportasi umum sering kali menghadapi gangguan mobilitas akibat banjir atau kondisi jalan yang rusak karena bencana alam.

Kenaikan biaya hidup akibat perubahan iklim, seperti meningkatnya harga air bersih, makanan, dan listrik, juga semakin membebani mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu. Sebagai ilustrasi, di daerah seperti Jakarta, kenaikan suhu dan masalah polusi udara mendorong penggunaan alat pendingin ruangan, yang pada gilirannya meningkatkan tagihan listrik. Mahasiswa dengan anggaran terbatas mungkin terpaksa mengorbankan kenyamanan atau kebutuhan dasar lainnya demi menyesuaikan pengeluaran mereka.

Ketimpangan ini semakin memperkuat jurang sosial di kampus. Mahasiswa dari keluarga yang lebih mampu mungkin memiliki akses ke solusi seperti tinggal di tempat yang lebih aman atau menggunakan teknologi ramah lingkungan, sementara mereka yang kurang mampu harus menghadapi konsekuensi langsung dari perubahan iklim tanpa dukungan yang memadai.

2. Gangguan Aktivitas Sosial

Perubahan iklim, terutama cuaca ekstrem seperti hujan deras, angin kencang, atau suhu panas ekstrem, telah menghambat berbagai aktivitas sosial mahasiswa. Kegiatan kampus yang biasanya dilakukan di luar ruangan, seperti seminar terbuka, festival seni, atau kegiatan olahraga, sering kali terpaksa dibatalkan atau dipindahkan ke lokasi lain yang kurang ideal.

Misalnya, organisasi mahasiswa yang merencanakan pengabdian masyarakat di desa-desa terpencil sering menghadapi kesulitan karena banjir atau jalan yang tidak dapat diakses. Hal ini tidak hanya memengaruhi pelaksanaan kegiatan, tetapi juga menurunkan semangat kolaborasi dan rasa kebersamaan di antara anggota organisasi.

Selain itu, gangguan ini juga berdampak pada kegiatan informal, seperti pertemuan mahasiswa di taman kampus atau kafe untuk berdiskusi dan bersosialisasi. Ketika hujan lebat atau cuaca panas yang menyengat melanda, ruang interaksi sosial menjadi lebih terbatas. Akibatnya, mahasiswa kehilangan kesempatan untuk membangun hubungan interpersonal yang kuat, yang merupakan bagian penting dari pengalaman kampus.

Di sisi lain, perubahan iklim juga memaksa organisasi mahasiswa untuk mencari cara alternatif dalam melaksanakan kegiatan, seperti beralih ke platform digital. Meskipun solusi ini efektif dalam situasi tertentu, interaksi virtual tidak sepenuhnya dapat menggantikan manfaat dari interaksi langsung, terutama dalam membangun keterampilan komunikasi dan kerja tim.

3. Perubahan Pilihan Karier

Dampak perubahan iklim yang semakin nyata telah memengaruhi pandangan mahasiswa terhadap pilihan karier mereka. Semakin banyak mahasiswa yang mulai mempertimbangkan bidang pekerjaan yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan, seperti konservasi alam, manajemen energi terbarukan, teknologi hijau, dan kebijakan iklim.

Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), tren ini terlihat dari peningkatan jumlah pendaftar di program studi terkait lingkungan, seperti teknik lingkungan, manajemen sumber daya alam, dan perencanaan wilayah. Mahasiswa melihat peluang karier ini tidak hanya sebagai pilihan pekerjaan, tetapi juga sebagai cara untuk memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi krisis iklim.

Selain itu, industri juga mulai merespons perubahan ini dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang berfokus pada keberlanjutan. Contohnya adalah posisi dalam pengembangan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, atau peran dalam perusahaan yang menerapkan praktik bisnis berkelanjutan. Hal ini memberikan insentif tambahan bagi mahasiswa untuk mengarahkan pendidikan dan pengalaman mereka ke arah yang relevan dengan perubahan iklim.

Namun, ada tantangan yang perlu diatasi. Banyak mahasiswa merasa kurangnya akses terhadap pelatihan teknis atau program magang di sektor lingkungan menjadi hambatan untuk memasuki karier ini. Oleh karena itu, kampus dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menyediakan lebih banyak kesempatan belajar dan pengalaman langsung di bidang ini.

Selain itu, kesadaran akan perubahan iklim juga mendorong mahasiswa di berbagai bidang non-lingkungan untuk memasukkan aspek keberlanjutan ke dalam pekerjaan mereka. Misalnya, mahasiswa arsitektur kini lebih fokus pada desain bangunan yang hemat energi, sementara mahasiswa ekonomi tertarik pada penelitian mengenai investasi hijau dan ekonomi berkelanjutan.

Respon Mahasiswa terhadap Perubahan Iklim

1. Aktivisme Lingkungan

Mahasiswa sering kali menjadi motor penggerak dalam gerakan lingkungan. Di banyak kampus, mereka aktif dalam kegiatan seperti penanaman pohon, pengelolaan sampah, dan kampanye hemat energi. Organisasi mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi pionir dalam menyuarakan pentingnya tindakan kolektif melawan perubahan iklim.

2. Inisiatif Kampus Hijau

Beberapa kampus di Indonesia telah menerapkan program "Kampus Hijau" yang melibatkan mahasiswa secara langsung. Universitas Gadjah Mada (UGM), misalnya, memiliki program instalasi panel surya dan manajemen sampah terpadu. Institut Teknologi Bandung (ITB) juga aktif mengembangkan proyek energi terbarukan yang melibatkan mahasiswa dalam penelitian dan implementasi.

3. Penelitian dan Edukasi

Banyak mahasiswa yang terlibat dalam penelitian terkait perubahan iklim, baik sebagai bagian dari tugas akhir maupun proyek kolaborasi dengan dosen. Penelitian ini mencakup berbagai topik, mulai dari dampak perubahan iklim pada ekosistem lokal hingga pengembangan teknologi ramah lingkungan. Hasil penelitian ini sering kali menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan.

4. Perubahan Gaya Hidup

Kesadaran mahasiswa terhadap pentingnya gaya hidup ramah lingkungan semakin meningkat. Mereka mulai mengadopsi kebiasaan seperti membawa botol minum sendiri, menggunakan transportasi umum, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Kampanye "zero waste" yang digaungkan di media sosial juga turut mendorong perubahan perilaku ini.

Kesimpulan

Perubahan iklim adalah isu global yang dampaknya dirasakan hingga tingkat individu, termasuk mahasiswa di Indonesia. Dampak fisik, psikologis, dan sosial dari perubahan iklim memengaruhi kehidupan mereka, mulai dari kesehatan hingga aktivitas akademik dan sosial. Namun, mahasiswa juga menunjukkan potensi besar untuk menjadi agen perubahan melalui aktivisme, penelitian, dan adopsi gaya hidup berkelanjutan. Dengan dukungan dari pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat, generasi muda dapat memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

Daftar Pustaka

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). (2023). Laporan Perubahan Iklim di Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2023). Data dan Informasi Bencana Alam di Indonesia.

Yayasan Indonesia Hijau. (2023). Survei Kecemasan Ekologis di Kalangan Mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun