Mohon tunggu...
Zava Nuruzzuhrotil Ula
Zava Nuruzzuhrotil Ula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Halo! Saya mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Budaya Transparansi dan Moralitas dalam Menekan Accounting Fraud

3 Desember 2024   22:57 Diperbarui: 3 Desember 2024   23:03 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Budaya organisasi memainkan peran yang signifikan dalam konteks etika dan perilaku akuntansi sebagai pelindung integritas. Temuan dari artikel ini menyoroti bahwa budaya organisasi yang sehat dapat menjadi tembok penghalang terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Dalam dunia bisnis modern, budaya organisasi yang baik bukan hanya kebutuhan, tetapi juga sebuah investasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang transparan dan etis.

Bayangkan sebuah lembaga keuangan yang dikelola dengan prinsip-prinsip organisasi yang kuat, seperti Village Credit Institution/Lembaga Perkreditan Daerah (LPD) di Bali. Organisasi ini didukung oleh norma adat dan aturan lokal, memberikan contoh nyata bagaimana budaya bisa menjadi alat kontrol sosial. Namun, saat budaya itu melemah, peluang untuk kecurangan meningkat. Ketika kepemimpinan dalam organisasi tidak memberi contoh yang baik, semangat kerja sama dan kejujuran pun memudar, membuka celah bagi individu untuk memanfaatkan situasi.

Implikasi untuk masyarakat umum sangatlah relevan. Budaya organisasi bukan hanya tentang bagaimana pekerjaan diselesaikan, tetapi juga tentang nilai-nilai yang ditanamkan pada setiap individu. Kepemimpinan yang buruk dapat menciptakan efek domino, dari perilaku tidak etis hingga kerugian finansial yang dialami oleh komunitas yang lebih luas. Dalam kasus LPD, misalnya, fraud dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan lokal, yang pada akhirnya mengancam stabilitas ekonomi desa tersebut.

Solusi terbaik adalah memastikan bahwa budaya organisasi menjadi prioritas. Pelatihan etika secara rutin, kepemimpinan yang transparan, dan pemberian contoh perilaku etis adalah langkah-langkah penting. Selain itu, masyarakat juga harus terlibat aktif dalam mengawasi lembaga-lembaga yang mereka percayai untuk mengelola keuangan mereka. Dengan pendekatan ini, kita dapat mengurangi risiko fraud dan membangun sistem yang lebih berintegritas.

Transparansi dan moralitas individu adalah dua elemen krusial dalam membangun akuntabilitas dalam akuntansi. Di era informasi seperti sekarang, celah-celah informasi atau asimetri informasi menjadi ladang subur bagi tindakan tidak etis. Ketika seorang individu memiliki akses lebih besar terhadap informasi dibandingkan yang lain, dorongan untuk memanfaatkan ketidakseimbangan tersebut bisa meningkat. Ini adalah tantangan yang sering dihadapi oleh organisasi, terutama di lembaga keuangan lokal seperti LPD.

Namun, moralitas individu dapat menjadi penyeimbang. Individu dengan tingkat moralitas tinggi cenderung bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang melampaui keuntungan pribadi. Sebaliknya, mereka yang memiliki moralitas rendah seringkali rentan terhadap godaan untuk melakukan kecurangan. Di sinilah pentingnya pendidikan moral dan etika yang berkelanjutan, baik di lingkungan organisasi maupun di masyarakat.

Implikasi untuk masyarakat sangat nyata. Ketika moralitas individu diabaikan, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh organisasi tetapi juga masyarakat luas. LPD yang gagal karena kecurangan bukan hanya kehilangan asetnya, tetapi juga kepercayaan masyarakat yang mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dipulihkan. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat dalam pengawasan lembaga keuangan lokal sangat penting. Transparansi harus menjadi norma, bukan pengecualian, dan semua pihak harus merasa bertanggung jawab atas keberlanjutan sistem keuangan yang etis.

Penerapan teknologi juga dapat membantu mengurangi asimetri informasi. Sistem yang transparan, seperti laporan keuangan digital yang dapat diakses oleh publik, memberikan peluang untuk memantau aktivitas organisasi secara real-time. Dengan moralitas yang tinggi dan sistem yang transparan, risiko kecurangan dapat diminimalkan.

Keseimbangan antara budaya organisasi, moralitas individu, dan transparansi bukanlah hal yang mudah dicapai, tetapi sangat penting untuk keberlanjutan organisasi. Dengan demikian, baik masyarakat maupun organisasi harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang tidak hanya produktif tetapi juga etis. Kepercayaan publik adalah aset yang tak ternilai, dan hanya dengan komitmen bersama, aset ini dapat dijaga dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun