Mohon tunggu...
Zatya Dimas Prakoso Nugroho
Zatya Dimas Prakoso Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasisa Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Maggot Menjadi Solusi Inovatif Pengolahan Sampah Organik untuk Lingkungan Bersih dan Berkelanjutan: Sosialisasi oleh Mahasiswa KKN BBK 3 Unair

30 Januari 2024   21:30 Diperbarui: 30 Januari 2024   21:36 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Mahasiswa Kelompok BBK 3 Universitas Airlangga Bersama Para Ibu Kader Surabaya Hebat (KSH) RW 05, Manukan Kulon.) | Dokpri

Surabaya - Mahasiswa KKN Belajar Bersama Komunitas (BBK) 3 Universitas Airlangga yang berlokasi di Kelurahan Manukan Kulon, Kecamatan Tandes Surabaya menggarap program kerja yang berfokus pada empat bidang yaitu ekonomi, kesehatan, pendidikan serta lingkungan. Upaya ini dilakukan oleh mahasiswa BBK 3 untuk memberikan dampak positif dan manfaat bagi warga sekitar.

Rukun Warga (RW) 05 yang terletak Kelurahan Manukan Kulon, merupakan kawasan perumahan yang padat penduduk. Kepadatan yang ada menjadi sebuah tantangan dalam bagaimana cara mengelola sampah di lingkungan tersebut. Meskipun begitu para warga tetap semangat dalam mengelola sampah yang ada, mereka melakukan berbagai kegiatan seperti bank sampah dan melakukan program pupuk cair untuk mengelola sampah yang ada. Akan tetapi bank sampah hanya berfokus pada sampah-sampah anorganik.

Sampah organik pada setiap pemukiman selalu menjadi yang terbanyak dibanding sampah lainnya, contohnya antara lain; sisa makanan, dedaunan, kayu dan sebagainya. Rukun Warga (RW) 05 sudah mengupayakan untuk melakukan pengolahan pada sampah organik dengan membuat pupuk cair (eco enzyme) menggunakan sisa tanaman seperti daun kering yang jatuh pada sekitar balai RW dan rumah warga. Pak Oyi merupakan salah seorang warga yang rutin melakukan pengolahan sampah organik dengan mengolah sisa-sisa tanaman menjadi pupuk cair (eco enzym), setidaknya ada 2 drum atau lebih pupuk cair yang disimpan di balai RW 05, Manukan Kulon. Walau sudah mengolah sampah organik, nyatanya upaya tersebut tidak cukup untuk mengolah sampah organik yang ada, salah satunya adalah sampah makanan.

Menurut laporan dari  United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 2021 Indonesia merupakan penghasil sampah makanan  terbesar se-ASEAN. Total limbah makanan yang dihasilkan per tahunnya mencapai 20,93 juta ton. Besarnya intensitas makanan yang terbuang tentunya akan berdampak pada beberapa sektor, seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Akibat sampah makanan ini negara setidaknya alami kerugian besar Rp 213  hingga Rp 551 triliun per tahun. Limbah makanan juga diperkirakan menyumbang sebanyak 8-10% emisi gas rumah kaca global. 

Salah satu program kerja kami pada bidang lingkungan yaitu menggunakan maggot sebagai pengurai sampah organik dan pakan lele yang dilaksanakan di Balai RW 5, Kelurahan Manukan Kulon pada tanggal 19 Januari 2024. Program kerja ini melibatkan sekitar 25 Ibu Kader Surabaya Hebat (KSH) RW 05, Manukan Kulon. Kegiatan ini dipandu oleh mahasiswa KKN BBK 3, dengan memberikan informasi terkait pengertian maggot, bagaimana cara mengurai sampah organik menggunakan maggot hingga maggot menjadi pakan hewan ternak seperti lele. Tidak hanya memberikan informasi, kami juga menyediakan sarana berupa demo yang disaksikan oleh para kader untuk mengajarkan bagaimana cara penguraian sampah organik menggunakan maggot. Dengan penuh antusias para kader mendengar dan melihat dengan seksama proses penguraian sampah buah-buahan menggunakan maggot, sampah limbah makanan yang tadinya akan dibuang dapat menjadi makanan untuk para maggot (menggunakan proses  penguraian).

(Demo pengolahan sampah organik oleh maggot) | Dokpri
(Demo pengolahan sampah organik oleh maggot) | Dokpri

Maggot memiliki kemampuan untuk mengurai sampah organik dengan perbandingan 2 hingga 5 kali bobot tubuhnya selama 24 jam. Jika terdapat 1 kilogram maggot, maka maggot dapat mengurai sekitar 2 hingga 5 kilogram sampah organik per hari. Butuh waktu 25 hari untuk maggot berubah menjadi sebuah lalat, selama 25 hari tersebut maka maggot memerlukan sampah organik untuk dapat berkembang biak. Maggot yang telah memasuki fase prepupa maupun sudah menjadi bangkai dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak sementara kepompongnya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik.

Melalui program ini, tidak hanya meningkatkan pengetahuan terhadap pengelolaan sampah organik, tetapi juga meningkatkan semangat dalam mengolah sampah organik menjadi lebih berguna dan inovatif. Setelah pelaksanaan sosialisasi dan demo dalam pemanfaatan maggots para kader diminta untuk menyampaikan materi sosialisasi kepada Rukun Tetangga masing - masing. Dengan antusias dan semangat yang tinggi mereka ingin segera menyampaikan ilmu yang telah didapat pada sosialisasi agar berguna untuk pengelolaan sampah organik di Rukun Tetangga masing - masing.    

(Mahasiswa Kelompok BBK 3 Universitas Airlangga Bersama Para Ibu Kader Surabaya Hebat (KSH) RW 05, Manukan Kulon.) | Dokpri
(Mahasiswa Kelompok BBK 3 Universitas Airlangga Bersama Para Ibu Kader Surabaya Hebat (KSH) RW 05, Manukan Kulon.) | Dokpri

Dengan demikian program ini diharapkan dapat menjadi solusi inovatif yang berkepanjangan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang sehat, bersih serta dapat bertanggung jawab atas sampah organik terhadap lingkungan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun