Mohon tunggu...
Yayi Solihah (Zatil Mutie)
Yayi Solihah (Zatil Mutie) Mohon Tunggu... Guru - Penulis Seorang guru dari SMK N 1 Agrabinta Cianjur

Mencintai dunia literasi, berusaha untuk selalu menebar kebaikan melalui goresan pena.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simfoni Sendu

11 Januari 2021   08:29 Diperbarui: 11 Januari 2021   09:14 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu hujan begitu deras membasahi baju seragam dinas yang belum sempat kuganti, kabar dari pesan singkat Arka cukup mengguncangkan jiwaku, secepat kilat kusambar tas kerja dan kunyalakan motor dengan tergesa, derunya tak membuyarkan penyesalan terbesarku.

Kini tanah merah perlahan menutupi jasad kakunya, meninggalkan beribu kenangan yang kini kusesali.

***
"Alya, maafin aku. Aku gak mungkin bisa lanjutin hubungan ini ke jenjang yang lebih serius."

"Maksudmu?" Alya mengangkat wajah penuh tanya.

"Kamu adalah sahabatku sejak SMA, aku gak mau kamu tersakiti Al."

Matanya tercenung melihatku, ada seraut kekecewaan yang tampak di balik semburat yang merona di matanya.

Aku memang pengecut, aku mengaguminya sejak dulu, tapi rasa hormatku dengan seorang Alya Salsabila lebih besar. Dia seorang muslimah sejati yang menjaga dirinya dengan penuh keimanan. Aku tak pernah melihatnya berhura-hura keluyuran atau sekedar kencan di sekolah dengan seorang laki-laki, didikan keluarganya yang religius tampak membekas di kesehariannya.

Namun, sejak memasuki bangku kuliah tingkat akhir, dengan bantuan Riana sahabatnya, kami taaruf dengan tujuan yang serius. Tapi entah mengapa, setelah aku mengenalnya lebih dekat, rasanya diriku tak pantas bersanding dengan seorang muslimah dengan izzah yang begitu anggun. Bayangkan saja, aku hanya pemuda yang dulu hidup urakan terbawa pergaulan, shalatku saja masih bolong-bolong.

***
2 tahun berlalu ....
Sejak pertemuan terakhir kami saat itu, kami tak pernah berjumpa lagi, terkecuali saat aku bersua di acara pernikahannya, yang kudengar dia dijodohkan oleh orangtuanya.

"Selamat ya, Alya. Semoga langgeng," ucapku. Matanya seketika berembun menatapku, ada getaran aneh yang tak mampu kuartikan kala itu.

Waktu terus bergulir. Akupun menemukan Mia seorang gadis yang hobinya sama denganku kala itu, hobi kami touring ke berbagai destinasi wisata. Sebenarnya bayang Alya masih menari, tetapi Mia mampu membawaku ke dunia yang baru. Hingga akhirnya kami mengikat janji suci, Mia membuatku tobat dan menjadikanku pria sejati setelah menghadiahiku Azalea, ratu kecil kami.

***
"Ri ... Rio?" Sebuah tepukan membuyarkan nostalgiaku. Kutoleh suara yang dulu sangat kukenali.

"Riana?!" Kuusap tetesan air bening yang jatuh tak tertahan.

"Udah, gak ada gunanya disesali. Alya sudah pergi," ungkapnya sendu.

"Gue merasa bersalah, Ri. Gue tahu ceritanya dari Arka, sepupu Alya."

Arka memang sahabat yang paling menyesali keputusanku memutuskan taaruf dengan Alya. setelah menikah Alya hidup tertekan dengan tindakan keras suaminya Sandi. Sandi bahkan pemuda yang lebih urakan dibanding aku, bahkan di saat Alya hamil, Sandi sering meninggalkan Alya sendirian, kondisi Alya lemah, Sandi lebih suka keluyuran sampai malam dengan alasan bekerja.

Alya melahirkan dengan susah payah hingga akhirnya meregang nyawa setelah berjuang demi putri kecilnya Khaira.

"Keputusan Lo saat itu salah besar, Bro!" Arka mengakhiri ceritanya.

"Lo, pengecut! Dipikir Alya gak pantes karena terlalu baik, tapi Lo udah nganterin hidup dia ke gerbang neraka tahu!"

"Maafin, Gue ... Ka." Hanya itu yang bisa meluncur dari mulutku, rasa bersalah makin menggunung. Aku takut tak bisa menjadi imam yang baik untuk Alya kala itu.

***
"Yuk, kita doain Alya," ajak Riana melangkah di depanku.

Aku mengikutinya, saat itu suasana pemakaman mulai sepi, rintik hujan masih setia menemani kami, menyambut kepergian calon bidadari surga yang telah terluka.

Hatiku tak henti meracau, kuusap pusara yang masih basah itu, merasakan tanganku melambai melepasnya yang perlahan tersenyum, senyum yang telah menahan ribuan luka.

Cianjur, 11-01-2021

sudah tayang di kaskus.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun