Sebagai pendatang di negara orang, wajar bila kita ingin tahu ada atau tidak tempat makan yang khusus menyajikan masakan negeri sendiri. Sama halnya dengan saya. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kota Phnom Penh, Kamboja, saya bertanya kepada rekan kerja yang sudah hampir tiga tahun menetap di kantor perwakilan kami di Kamboja. Dari penjelasannya saya tahu, setidaknya ada tiga tempat makan yang khusus menyajikan masakan (menu) tanah air, salah satunya adalah Warung Bali. Kebetulan lokasinya tidak jauh dari hotel tempat saya menginap, Khmeroyal Hotel, sehingga hampir tiap hari saya berkunjung ke warung tersebut.
Oleh orang Indonesia yang menetap di Kamboja, Warung Bali sangat terkenal dan orang Indonesia yang datang ke Kamboja pun akan mencari tempat ini. Lokasinya cukup strategis, di 25Eo, Street 178, Phnom Penh, Kamboja, hanya sekitar 300 meter dari bangunan Istana Kerajaan dan Museum Nasional Kamboja. Bangunannya berupa ruko dua lantai, namun untuk Warung Bali sendiri saat ini baru menempati lantai dasar. Warung ini dikelola dua orang asli orang Indonesia. Pertama Kang Firdaus asli dari Kerawang dan sudah menetap di Kamboja sejak tahun 1993, dan yang kedua Mas Kasmin asli Cilacap yang datang dan bekerja di Kamboja lebih belakangan, tahun 1996. Kedua orang ini terkenal ramah dan sangat dekat dengan para pengunjung. Kesan itulah setidaknya yang saya rasakan pada setiap kali datang ke sana. Awal mula berdirinya Warung ini sangat menarik untuk disimak. Berdasarkan penuturan keduanya, semuanya terjadi serba kebetulan. Kang Firdaus awalnya bekerja di Kedutaan Besar Indonesia untuk Kamboja sebagai penjaga Wisma dengan status karyawan kontrak. Bila ada pertemuan, Kang Firdaus sering diminta memasak masakan khas Indonesia untuk para tamu. Menurut pengakuannya, bakat memasak ini dimilikinya secara otodidak, hanya belajar dari keisengan coba mencoba resep. Sedangkan Mas Kasmin adalah karyawan di salah satu perusahaan telekomunikasi Indonesia yang kebetulan mendapatkan pekerjaan pemasangan beberapa jaringan di negara Kamboja. Bakat memasak juga dimilikinya secara alami. Selama di Kamboja Mas Kasmin mendapatkan rumah penginapan dari kantornya. Bersama rekan kerja lain, Mas Kasmin sering memasak sendiri untuk makan sehari-hari. Masakan yang dibuatnya tentunya menu Indonesia dan bercita rasa ala kampung. Suatu waktu, kebiasaannya ini diketahui oleh atasannya. Tadinya dia sempat khawatir jika atasannya akan marah. Namun anggapannya ternyata salah. Mas Kasmin mengetahui bahwa selama di Kamboja atasannya terbiasa dengan makanan hotel dan masakan cepat saji. Manakala mengetahui dirinya bisa memasak menu tanah air dan ternyata menurut dia cukup lezat, maka sejak saat itu atasannya selalu meminta dia untuk memasak makan.
Karena menu yang disajikan Mas Kasmin sangat bervariasi dan lezat, sang atasan sesekali mempromosikan dengan cara mengundang teman-temannya makan bersama di rumah. Tentunya hidangan yang disajikan dimintakan kepada Mas Kasmin. Di kesempatan yang lain, sebagai warga negara Indonesia, sesekali atasannya menghadiri pertemuan antar sesama warga negara Indonesia di KBRI Kamboja, disini hidangan yang disajikan adalah hasil olahan tangan Kang Firdaus. Ketika sekitar tahun 2000 proyek pemasangan jaringan telekomunikasi yang dikerjakan Mas Kasmin akan berakhir, atasannya ingin mendirikan bisnis rumah makan di Phnom Penh. Mas Kasmin diminta untuk mengelolanya. Di lain tempat, karena sesuatu hal, Kang Firdaus memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kerjanya di KBRI. Hal itu diketahui juga oleh atasannya Mas Kasmin. Karena Kang Firdaus dinilai mahir mengolah masakan khas tanah air, maka muncul kemantapan niat sang atasan Mas Kasmin untuk mendirikan bisnis rumah makan dengan fokus masakan khas Indonesia serta mengajak Kang Firdaus dalam pengelolaannya. Maka di tahun 2000 itu juga berdirilah sebuah kafe yang menyuguhkan masakan khas Indonesia, yang diberi nama Bali Cafe. Nama Bali Cafe pada perjalanannya cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia, baik yang sudah menetap maupun yang baru berkunjung ke Kamboja. Letaknya bersebelahan dengan Khmeroyal Hotel. Manajemennya juga dibuat layaknya sebuah kafe besar. Sayangnya, keberadaan Bali Cafe hanya bertahan sekitar tujuh tahun. Ketika pada tahun 2007 bangunan untuk Bali Cafe tersebut oleh pemilik aslinya tidak diperpanjang masa sewanya, dengan alasan akan dibangun.
Tadinya atasan Mas Kasmin, sebagai pemilik Bali Cafe, berniat untuk mencari lokasi tempat lain. Namun dia mempunyai rencana lain, yaitu mendirikan perusahaan telekomunikasi di Kamboja. Akhirnya Bali Cafe benar-benar bubar. Mas Kasmin ditawarkan oleh atasannya bergabung pada perusahaan yang baru didirikan tersebut, sementara Kang Firdaus saat itu belum tahu harus bagaimana. Dengan berbagai pertimbangan, Mas Kasmin menolak tawaran tersebut. Bersama dengan Kang Firdaus dia kemudian memutuskan untuk mencoba meneruskan bisnis rumah makan yang sudah dijalani. Bermodalkan pada tabungan yang ada dan tentunya tak lupa meminta dukungan masyarakat Indonesia di Phnom Penh, kedua orang ini akhirnya membulatkan tekad membangun tempat makan yang mereka impikan. Konsep yang ada dalam kepala mereka saat itu tidak muluk-muluk, hanya sekelas warung. Setelah mendapatkan tempat dan persiapan sederhana sekitar bulan April 2008 warung yang mereka impikan resmi berdiri dan diberi nama Warung Bali. Warung Bali buka dari pukul 09.00 sampai dengan sekitar Pukul 21.00. Menu yang disajikan sangat bervariatif dan biasa kita temukan di Indonesia. Untuk hidangan pembuka, menu yang tersedia adalah Lumpia Semarang, Rissole, Tempe Mendoan, dan Cumi Tepung. Untuk Jenis soup-soup-an tersedia Soup Buntut, Soto Betawi, Tong Seng Sapi, Soto Ayam, Soup Ayam, Sayur Asam, Sayur Lodeh, dan Tom Yam Kung.Untuk kelompok nasi terdiri dari Nasi Putih, Nasi Gila, Nasi Goreng Sayuran, Nasi Goreng Ayam, Nasi Goreng Sapi, dan Nasi Goreng Sea Food.
Dari kelompok lauk pauk tersedia menu ayam seperti Ayam Goreng Kecap, Ayam Goreng Mentega, Ayam Goreng Bumbu Kuning, Ayam Balado, Ayam Bakar Kecap (Bali), dan Sate Ayam Madura. Kemudian menu ikan seperti Ikan Goreng, Ikan Balado, Ikan Asam Manis, Ikan Goreng Kecap, dan Ikan Bumbu Bali. Menu Sapi meliputi Tumis Daging, Daging Balado, Daging Bumbu Bali, Sate Sapi, dan Rendang Daging. Ada juga menu cumi dan udang diantaranya Udang Balado, Udang Goreng Mentega, Udang Bumbu Bawang, Udang Tepung, Cumi Balado, dan Cumi Cabe Ijo. Jenis Tahu Tempe terdiri dari Tahu Tepung, Tempe Goreng, Tumis Tahu, Tahu Telor Surabaya, Tahu Balado, Tahu Gejrot, Tumis Tempe, dan Tempe Balado. Tak ketinggalan menu telor misalnya Telor Dadar, Telor Ceplok Balado, dan Telor Kecap. Dari kelompok sayuran, menu yang tersedia adalah Gado-Gado, Karedok, Tumis Sayuran, Tumis Kangkung, Terong Balado, dan Terong Kecap. Tersedia pula menu jadi bahan mie, seperti Mie Goreng Ayam, Mie Goreng Sapi, Mie Goreng Seafood, Bihun Goreng Ayam, Bihun Goreng Sapi, dan Bihun Goreng Seafood. Untuk Kelompok menu penutup kita dapat memesan Pisang Goreng, Pisang Pencet Goreng, Banana Split, dan Pancake. Sedangkan kelompok minuman yang tersedia mulai dari berbagai macam jus, minuman dingin, teh, kopi, soda gembira, dan beberapa jenis minuman khas ala Warung Bali. Adapun untuk harga, menurut saya masih tergolong normal untuk ukuran kocek orang Indonesia, tidak murah dan tidak mahal. Semua menu di atas di bandrol pada kisaran harga mulai dari Riel 4000 sampai dengan Riel 10.000. Nilai tukar satu dolar US adalah sekitar Riel 4000 Kamboja. Untuk sekali makan saya biasanya membayar berkisar antara US$ 2 – 4 dolar, tentunya tergantung kombinasi menu yang dipesan. Warung Bali hampir bisa dikatakan sebagai tempat berkumpulnya atau bertemunya orang-orang dari Indonesia. Sikap ramah yang ditampilkan Kang Firdaus dan Mas Kasmin juga membuat suasana di warung tersebut lebih akrab. Orang Indonesia yang bekerja di Kamboja pasti sesekali akan bertandang ke warung ini. Saya sendiri begitu merasakan keakraban diantara sesama kita. Disini kita tidak melihat jabatan dan pekerjaan masing-masing. Sadar kalau sedang berada di negara orang, bertemu dan berkumpul dengan sesama kita seperti itu dengan banyolan dan obrolan ala Indonesia merupakan pengobat rindu tersendiri.
Impian Kang Firdaus dan Mas Kasmin sendiri kedepannya mereka ingin mengembangkan usaha warung secara pelan-pelan. Namun konsep warung akan tetap dipertahankan. Karena dengan konsep kesederhanaan seperti ini justru membuat suasana antara mereka dengan pengunjung menjadi lebih akrab dan bersahabat. Sebagai kenang-kenangan, saya sempatkan foto bareng Kang Firdaus untuk pengingat bahwa saya pernah mampir ke sana. So, bagi yang akan berkunjung atau bekerja ke Phnom Penh, Kamboja, jangan lupa untuk mampir ke Warung Bali. Karena kita berada di negara orang, saya jamin anda akan menemukan suasana yang berbeda di warung tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H