Mohon tunggu...
Zasmi Arel
Zasmi Arel Mohon Tunggu... -

Blogger yang senang menulis tapi belum menjadi penulis dan senantiasa bermimpi menjadi penulis dengan buah karya hasil dari yang ditulis..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pengalaman Mengurus Visa di Bandara Phnom Penh, Cambodia

28 Oktober 2010   12:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:01 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Awal bulan Mei 2010, lagi-lagi dalam rangka tugas dari kantor,  saya berkesempatan berkunjung ke Kota Phnom Penh, Kamboja. Sebelum berangkat, saya sempatkan mencari tahu tentang kota ini melalui internet. Hal yang terpenting juga adalah mengenai informasi pengurusan visa berikut persyaratan yang harus disiapkan. Kebetulan juga kami mempunyai kantor perwakilan di Phnom Penh, sehingga dari sisi booking hotel dan jemputan tidak terlalu menjadi kendala. Kali ini pesawat yang akan saya tumpangi adalah Malaysia Airlines dan rencana berangkat dari Bandara Soekarno Hatta Pukul 05.00 pagi. Wow! pagi sekali. Supaya tidak terlambat saya putuskan malamnya tidak tidur dan memesan taksi untuk Pukul 02.00  dini hari. Untungnya bapak-bapak di komplek kumpul dan ngobrol di depan rumah, lumayan…ada yang menemani hingga tengah malam, hehe. Saya tiba di Bandara Pukul 03.30 dini hari. Yang namanya pintu check in belum di buka. Namun beberapa orang penumpang sudah ada yang berdiri pada posisi menganteri. Pastilah mereka penumpang pesawat dengan penerbangan pertama seperti saya. Saya tidak ikut menganteri, tapi mengambil posisi duduk agak ke pinggir. Ada yang menghampiri, menanyakan tujuan saya dan buntutnya menawarkan tiket. Busyet! sepagi itu sudah ada calo berkeliaran? Saya cuma bisa mengelus dada. Pukul 04.00 pagi pintu check in di buka. Saya pun segera melakukan proses check in di meja Malaysia Airlines. Setelah itu menuju bagian pengurusan fiskal, menunjukkan kartu NPWP dan mendapatkan cap bebas fiskal. Selanjutnya masuk ke bagian pemeriksaan imigrasi, tak lupa sebelumnya mengisi kartu keberangkat. Dan setelah semuanya beres baru beranjak menuju ruang boarding. Pukul 05.00 pagi pesawat Malaysia Airlines yang saya tumpani lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Kita akan transit dulu di Kuala Lumpur International Airport (KLIA), Malaysia. Mungkin sudah menjadi kebijakan bahwa maskapai penerbangan dari suatu negara harus transit terlebih dahulu di bandara negara asalnya. Misalnya Thai Airways biasanya akan transit dulu di Bangkok, Singapore Airlines akan transit di Singapore. Penerbangan menuju KLIA ditempuh selama dua jam. Kita mendarat di KLIA Pukul 08.00 waktu Kuala Lumpur. Terdapat perbedaan waktu satu jam lebih cepat dibandingkan Jakarta. Lama waktu transit di KLIA kurang lebih satu setengah jam. Mengingat waktu yang pendek, saya putuskan untuk berdiam diri di dalam bandara. Pukul 09.30 waktu Kuala Lumpur kita kembali lepas landas dari KLIA menuju kota Phnom Penh. Karena semalaman tidak tidur, maka setelah menikmati makanan dan minuman yang disajikan oleh awak pesawat saya paksakan untuk tidur. Saya terbangun oleh pengumuman pilot bahwa sebentar lagi kita akan mendarat. Penerbangan menuju Phnom Penh ditempuh lebih kurang dua jam. Sekitar Pukul 10.20 pesawat yang saya tumpangi mendarat di Phnom Penh International Airport, Kamboja. Waktu di Phnom Penh sama dengan waktu di Jakarta.

Saya menuju tempat pengurusan Visa on Arrival. Pengurusannya cukup gampang dan cepat, asalkan kita siap dengan segala persyaratan yang diperlukan. Di sini kita diharuskan mengisi form permohonan. Dalam form tersebut kita harus jelas menyebutkan jenis visa yang akan kita urus, karena masing-masing ada harganya. Untuk jenis visa ordinary (bisnis) biayanya adalah sebesar US$ 25, sementara untuk jenis visa tourist (turis) dikenakan biaya sebesar US$ 20. Kita juga harus menyiapkan pas foto ukuran 4 x 6 sebanyak satu lembar. Ada baiknya pas foto ini disiapkan dari rumah, karena kalau tidak tentunya kita akan dikenakan biaya tambahan sebesar US$ 1 – 2. Dan tak lupa tentunya passport yang masih berlaku. Karena kunjungan saya kurang dari 30 hari maka saya ambil jenis visa tourist. Namun disinilah muncul sifat manusia, permainan tetap saja ada. Seperti yang saya ulas di atas dan juga tarif yang terpampang di atas meja kasir, untuk jenis visa tourist kita membayar US$20. Tapi saya dikenakan biaya US$ 25, artinya sebesar biaya untuk jenis visa ordinary (bisnis). Saya bertanya dengan beberapa orang turis asing yang ada di samping saya, satu dari Inggris, satu lagi dari Belanda. Ternyata mereka juga dikenakan biaya sebagaimana saya, padahal mereka juga mengisi untuk jenis visa tourist. Tadinya saya mau komplain. Tapi sudahlah, daripada nanti urusannya panjang saya relakan membayar sebesar itu. Saya berpikir positif saja, mungkin hari itu terjadi pemerataan biaya pengurusan visa.  Bule-bule yang lain pun mengambil sikap seperti saya. Mungkin mereka juga berpikiran sama seperti saya, hahaha…. Tiba giliran saya dipanggil di meja kasir. Saya membayar US$ 25, mendapatkan bukti pembayaran visa sebesar itu, dan diperlihatkan lembaran visa yang ditempel di bagian visa dalam passport saya. Saya cek semuanya, dan cuma bisa tersenyum mendapatkan ketidaksamaan nilai yang tertera di bukti pembayaran dengan nilai yang tertera di lembaran visa. Lepas dari bagian pengurusan visa, saya kemudian menuju bagian/meja pemeriksaan imigrasi. Proses pemeriksaan lumayan cepat, kita hanya diperiksa passport dan visa yang sudah kita urus, lalu mendapatkan cap tanda masuk. Setelah mengambil bagasi, satu lagi jalur pemeriksaan yang harus saya lalui, yaitu jalur kepabeaan. Setelah menyerahkan form isian kepabeaan akhirnya saya benar-benar bernafas lega. Di bagian luar bandara sudah menunggu rekan kerja saya dari kantor perwakilan kami di Phnom Penh. Saya memesan taksi bandara seharga US$ 9 menuju hotel tempat menginap, Khmeroyal Hotel. Sepanjang perjalanan, kesan pertama terhadap kota Phnom Penh yang saya rasakan adalah layaknya Indonesia di tahun 19-80 an. Tata letak dan disain bangunan serta kehidupan masyarakatnya masih bergaya lama. Mungkin ini sudah menjadi budaya mereka. Satu hal lagi yang saya rasakan adalah cuaca di kota ini sangat panas. Jenis kendaraan pun, khususnya roda dua, masih model atau jenis keluaran lama. Sepeda juga masih dominan digunakan oleh penduduk sebagai sarana transport sehari-hari. Namun tidak halnya dengan kendaraan roda empat, penampakannya sungguh luar biasa. Mobil-mobil keluaran terbaru, seperti Hammer, Lexus, Mercedes, berseliwiran di jalanan. Adapun untuk sarana angkutan umum yang mendominasi di Phnom Penh adalah Becak Motor yang lebih dikenal dengan istilah Tuk Tuk. Mmm… Welcome to Phnom Penh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun