Penggunaan Gaya Bahasa Indonesia dalam Buku-buku Cerita Anak
Zaskia Syifa Aida
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Zaskiasyifa1726@gmail.com
Abstrak
Artikel ini membahas penggunaan gaya bahasa dalam buku-buku cerita anak Indonesia. Gaya bahasa merupakan unsur penting dalam penceritaan cerita anak, yang dapat memengaruhi cara anak memahami cerita serta mengembangkan keterampilan berbahasa. Artikel ini mengidentifikasi berbagai jenis gaya bahasa yang sering digunakan dalam buku cerita anak Indonesia, seperti metafora, personifikasi, repetisi, dan aliterasi. Selain itu, artikel ini juga membahas dampak penggunaan gaya bahasa tersebut terhadap perkembangan bahasa anak, baik dalam aspek pemahaman maupun imajinasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis terhadap beberapa contoh buku cerita anak Indonesia yang populer.
Abstract
This article discusses the use of language style in Indonesian children's story books. Language style is an important element in the telling of children's stories, which can influence how children understand the story and develop language skills. This article identifies different types of language styles that are often used in Indonesian children's storybooks, such as metaphor, personification, repetition and alliteration. In addition, this article also discusses the impact of the use of these language styles on children's language development, both in terms of understanding and imagination. This research uses a qualitative approach by analyzing several examples of popular Indonesian children's storybooks.
PENDAHULUAN
Buku cerita anak memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan bahasa dan kepribadian anak. Selain sebagai sarana hiburan, buku cerita anak juga menjadi alat pembelajaran yang efektif untuk memperkenalkan berbagai nilai-nilai kehidupan, serta mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Salah satu elemen penting dalam buku cerita anak adalah penggunaan gaya bahasa. Gaya bahasa dalam cerita anak tidak hanya berfungsi untuk memperindah teks, tetapi juga memiliki peran sentral dalam memudahkan pemahaman anak terhadap cerita yang disampaikan. Oleh karena itu, analisis terhadap gaya bahasa dalam buku cerita anak menjadi penting untuk memahami bagaimana cara penulis menyampaikan pesan dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh anak.
   Menurut Keraf (2009), gaya bahasa merupakan cara penulis dalam menyampaikan pesan dengan menggunakan pilihan kata, struktur kalimat, serta ungkapan yang memberi kesan tertentu kepada pembaca. Dalam konteks buku cerita anak, gaya bahasa harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak, yang umumnya masih berkembang. Oleh karena itu, gaya bahasa dalam buku cerita anak cenderung lebih sederhana, namun tetap kaya akan ekspresi yang dapat merangsang imajinasi dan kreativitas anak. Gaya bahasa yang tepat dapat mempermudah anak memahami pesan moral yang terkandung dalam cerita, sekaligus memperkaya kosakata mereka.
   Penggunaan gaya bahasa dalam buku cerita anak Indonesia sangat bervariasi. Beberapa jenis gaya bahasa yang umum digunakan dalam cerita anak antara lain adalah metafora, personifikasi, aliterasi, dan repetisi. Gaya bahasa tersebut digunakan untuk menggambarkan objek atau karakter dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh anak. Misalnya, dalam buku cerita anak, personifikasi sering digunakan untuk memberikan sifat manusia pada hewan atau benda mati, sehingga karakter-karakter tersebut menjadi lebih hidup dan dekat dengan dunia anak-anak. Metafora, di sisi lain, memungkinkan penulis untuk menggambarkan sesuatu dengan cara yang lebih imajinatif dan memperkaya pengalaman batin anak.
   Selain itu, penggunaan repetisi atau pengulangan dalam cerita anak juga memiliki dampak yang sangat penting. Repetisi tidak hanya memperkuat pesan yang ingin disampaikan, tetapi juga membantu anak untuk lebih mudah mengingat cerita dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Seiring dengan itu, aliterasi---pengulangan bunyi konsonan---sering digunakan untuk menciptakan ritme dalam cerita yang dapat membuat anak merasa lebih tertarik dan senang mengikuti cerita yang dibacakan.
   Penelitian terhadap gaya bahasa dalam buku cerita anak sangat penting karena gaya bahasa yang digunakan dalam buku tersebut berperan dalam membentuk cara anak berpikir dan memahami dunia di sekitar mereka. Buku cerita anak yang menggunakan gaya bahasa yang efektif dan sesuai dengan perkembangan bahasa anak dapat membantu anak meningkatkan keterampilan bahasa mereka, seperti membaca, berbicara, dan memahami bahasa secara keseluruhan. Selain itu, gaya bahasa yang baik juga dapat menumbuhkan minat baca anak dan merangsang imajinasi mereka, yang merupakan aspek penting dalam perkembangan kognitif anak.
   Menurut Yuliawati (2016), gaya bahasa dalam buku cerita anak memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan bahasa dan kemampuan komunikasi anak. Oleh karena itu, penting bagi para penulis buku cerita anak untuk memilih gaya bahasa yang tidak hanya menarik, tetapi juga mendukung perkembangan bahasa anak secara optimal.
   Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan gaya bahasa dalam buku cerita anak Indonesia dan mengeksplorasi bagaimana gaya bahasa tersebut berkontribusi terhadap perkembangan bahasa anak.
Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan gaya bahasa dalam buku-buku cerita anak Indonesia. Dalam mengkaji penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam buku cerita anak, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Metode ini dipilih karena penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menggambarkan penggunaan gaya bahasa yang ada, tetapi juga untuk mengeksplorasi makna dan dampaknya terhadap perkembangan bahasa anak.
   Jenis Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif kualitatif, di mana peneliti mengumpulkan, mengelompokkan, dan menganalisis data berupa teks atau kutipan dari buku cerita anak. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena yang terjadi dalam konteks sosial atau budaya tertentu, dalam hal ini adalah konteks buku cerita anak Indonesia. Menurut Moleong (2017), penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai subjek yang diteliti, dengan memberikan penjelasan yang lebih komprehensif terkait penggunaan gaya bahasa dalam buku cerita anak.
   Sumber data utama dalam penelitian ini adalah buku-buku cerita anak Indonesia yang telah diterbitkan oleh berbagai penerbit terkemuka. Peneliti memilih buku cerita anak yang populer dan banyak dibaca oleh anak-anak, seperti . Buku-buku ini dipilih karena telah banyak digunakan oleh anak-anak di Indonesia dan memiliki gaya bahasa yang khas. Selain itu, peneliti juga mengambil referensi dari karya sastra anak Indonesia yang diterbitkan oleh berbagai penulis terkenal dalam bidang cerita anak, seperti Timun Mas dan Malin Kundang.
   Data yang dikumpulkan berupa teks atau kutipan-kutipan dari buku cerita anak yang mengandung berbagai jenis gaya bahasa seperti gaya bahasa perbandingan, penegasan, pertentangan, dan sindiran. Data ini kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi dan menggambarkan penggunaan gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam membangun narasi cerita.
Hasil dan Pembahasan
Dalam buku cerita anak Indonesia---Timun Mas dan Malin Kundang, gaya bahasa yang digunakan memiliki peran penting untuk membantu anak-anak memahami cerita dengan lebih mudah dan menarik. Beberapa jenis gaya bahasa yang sering ditemukan adalah gaya bahasa penegasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran.
Gaya Bahasa Penegasan
Gaya bahasa penegasan dalam buku cerita Timun Mas dan Malin Kundang berfungsi sebagai penekanan pada bagian-bagian penting dalam cerita baik itu karakter, konflik, maupun pesan moral yang perlu disampaikan. Penegasan dalam cerita anak biasanya disampaikan melalui beberapa teknik, seperti repetisi dan penggunaan kalimat penegasan.
Yang pertama adalah teknik repetisi atau pengulangan kata atau frasa. Repetisi ini digunakan untuk mempertegas makna dan memberikan kesan yang lebih kuat pada pembaca. Misalnya, dalam cerita Timun Mas, ketika Timun Mas diberikan benda-benda ajaib oleh sang Dewi, pengulangan kata seperti, "Ini adalah timun ajaib!", atau, "Jangan takut! Kamu pasti bisa mengalahkan raksasa itu!". Ungkapan di atas seringkali diulangi untuk mempertegas bahwa benda pemberian sang Dewi memiliki kekuatan dan agar Timun Mas memiliki keberanian yang lebih dalam menghadapi raksasa.
Sementara, pada cerita Malin Kundang, repetisi sering digunakan dalam dialog antara Malin Kundang. Misalnya, dalam ungkapan, "Aku ini ibumu Malin!". Pengulangan ungkapan tersebut tidak hanya menegaskan hubungan biologis mereka saja, namun juga menggambarkan kedalaman perasaan kecewa sang Ibu sebab Malin Kundang yang tidak mengakui.
Yang kedua adalah penggunaan kalimat tegas. Dalam cerita Timun Mas, kalimat tegas ini digunakan untuk memberikan instruksi atau nasihat. Contohnya ketika sang Dewi memberikan petunjuk kepada Timun Mas tentang cara menggunakan timun ajaib, san Dewi, "Gunakan timun ini untuk melawan raksasa.". Kalimat ini sangat lugas dan jelas, tanpa ada keraguan di dalamnya.
Lalu, contoh di cerita Malin Kundang adalah ketika Malin Kundang berkata dengan sombong kepada Ibunya, "Aku bukan anakmu! Aku tidak mengenalmu!". Kalimat tersebut menunjukkan penolakan yang sangat tegas dan menjadi pemicu konflik utama dalam cerita.
Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perbandingan dalam cerita anak digunakan untuk menggambarkan perbedaan atau kesamaan antara tokoh-tokoh dan situasi tertentu sehingga mememperkuat narasi dan cerita yang dibangun. Gaya bahasa ini biasanya dihadirkan dalam bentuk simile (perumpamaan) dan metafora untuk membangun cerita yang menarik bagi pembaca.
Yang pertama adalah penggunaan simile. Dalam cerita Timun Mas simile digunakan untuk menggambarkan ancaman dan kekuatan yang dimiliki oleh raksasa. Contohnya ada pada penggambaran raksasa yang, "Kuat seperti gunung yang tak tergoyahkan.". Perumpamaan ini menekankan kekuatan fisik yang dimiliki raksasa, yang membuat pembaca mengerti bagaimana tantangan yang harus dihadapi oleh Timun Mas. Selain penggambaran terhadap raksasa, Timun Mas juga digambarkan sebagai gadis yang cerdik dengan perumpamaan: "seperti kijang yang lincah,". Makna dari kijang yang lincah tersebut adalah Timun Mas yang sangat lincah dan lihai dalam melarikan diri dari raksasa.
Dan dalam cerita Malin Kundang, simile digunakan untuk menggambarkan rasa sakit hati yang dirasakan oleh ibu Malin Kundang ketika anaknya tidak mengakuinya. Perumpamaan untuk keadaan tersebut disampaikan dalam ungkapan, "Hati ibunya hancur seperti kaca yang jatuh ke lantai.". Selain itu perumpamaan disampaikan dalam pernyataan, "Malin Kundang menjadi kaya raya, hidupnya seperti seorang raja.". Frasa, "...seorang raja." Di sini menggambarkan kontras antara kehidupan Malin sebelum kaya dan sesudah ia kaya.
Yang kedua adalah penggunaan metafora. Metafora digunakan untuk menghadirkan kesan dramatis dalam cerita, misalnya dalam penggambaran usaha Timun Mas melarikan diri dari raksasa. Diceritakan bahwa ia, "Menerobos hutan seperti angin yang tak terhentikan.". Metafora dalam ungkapan tersebut menggambarkan kecepatan dan tekad Timun Mas, menekankan perjuangan dirinya dalam melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya.
Lalu, dalam cerita Malin Kundang, metafora juga digunakan untuk menggambarkan emosi atau situasi secara simbolis. Sang ibu sering digambarkan sebagai, "Pohon tua yang tetap kokoh meski diterpa angin kencang.". Ungkapan itu bermakna ketabahan sang ibu Malin Kundang dalam menghadapi cobaan dari anaknya. Sebaliknya, metafora juga digunakan untuk menggambarkan Malin Kundang yang sangat keras kepala dan tidak peduli terhadap ibunya. Hal itu digambarkan dalam ungkapan, "Batu keras tanpa hati.".
Gaya Bahasa Pertentangan
Dalam cerita Timun Mas dan Malin Kundang, gaya bahasa lain yang digunakan adalah gaya bahasa pertentangan. Dalam sebuah cerita, gaya bahasa ini biasanya digunakan untuk memberikan gambaran perbedaan yang tajam antara sifat dan tindakan tokoh, dan keadaan dalam cerita yang saling bertolakbelakang. Gaya bahasa pertentangan ini dapat digunakan dengan beberapa bentuk, di antara bentuk-bentuknya adalah antitesis dan paradoks.
Dalam konteks cerita Timun Mas, antitesis digunakan untuk mempertentangkan secara kontras karakter Timun Mas dan Raksasa. Contohnya dalam kalimat, "Timun Mas yang kecil dan lemah berhasil mengalahkan raksasa yang besar dan kuat dengan akalnya.". Kalimat tersebut menekankan perbedaan dua tokoh utama, dan dari kalimat tersebut, makna yang dapat ditangkap adalah bahwa kebaikan yang dilengkapi dengan kecerdasan dapat mengalahkan kejahatan yang memiliki kekuatan lebih besar.
Lalu, dalam cerita Malin Kundang, contoh penggunaan antitesis ada pada kalimat, "Ibu yang lemah itu tetap teguh menunggu anaknya, sedangkan anaknya yang kuat malah mengingkari darah dagingnya.". Kalimat tersebut berusaha menonjolkan konflik antara cinta yang tulus dari seorang ibu, dan sikap durhaka si Malin Kundang.
Bentuk gaya bahasa pertentangan yang kedua adalah paradoks. Paradoks yang dimaksud di sini adalah penggambaran keadaan yang akibatnya bertolakbelakang dari sebab, dan di dalamnya ada kesan kemustahilan, dengan kata lain: ironi. Contohnya dalam cerita Timun Mas terdapat dalam kalimat, "Meskipun tubuhnya kecil, keberaniannya lebih besar dari gunung.".
Sementara contoh paradoks dalam cerita Malin Kundang dapat dilihat pada penggambaran Malin Kundang yang malah hancur sebab kebanggaan yang dibesar-besarkan dirinya. Hal tersebut teradapat dalam kalimat, "Kekayaan yang diraih Malin Kundang malah menjadi beban yang menghancurkan hidupnya.".
Gaya Bahasa Sindiran
   Gaya bahasa sindiran dalam cerita biasanya digunakan untuk menghadirkan dimensi tambahan pada cerita, menegaskan pesan moral, serta menjadikan narasi terlihat lebih menarik dan berkesan pada pembaca.
   Dalam cerita Timun Mas, gaya sindiran dapat dilihat dalam kalimat-kalimat yang menyindir raksasa. Contohnya ketika raksasa dalam cerita Timun Mas digambarkan sebagai makhluk besar dan kuat, namun bodoh. Kebodohan raksasa dalam cerita Timun Mas seringkali menjadi sasaran sindiran dalam narasi cerita. Contohnya dalam kalimat, "Meski tubuhnya sebesar gunung, akalnya tak lebih besar dari biji timun.".
   Contoh lainnya adalah sindiran terhadap sifat serakah si raksasa yang digambarkan dalam kalimat, "Raksasa itu tak pernah puas, apapun yang ia miliki selalu terasa kurang.". Sindiran tersebut menyoroti sifat rakus si raksasa.
   Lalu, penggunaan gaya sindiran dalam cerita Malin Kundang juga dapat dilihat pada beberapa contoh kalimat. Yang pertama, dapat dilihat dalam kalimat yang menyindir sikap sombong si Malin Kundang. Contoh, "Malin Kundang menganggap kilauan emas lebih penting daripada kasih ibu yang membesarkannya.".
   Dan contoh lainnya, yaitu pada kalimat, "Malin yang dulu hanyalah anak nelayan miskin kini tak lagi mengenali tangan kasar ibunya yang penuh cinta.". Kalimat tersebut menyindir sikap sombong Malin Kundang yang melupakan asal-usulnya dan ketidakpekaan ia terhadap masa lalu hidupnya.
Kesimpulan
   Berdasarkan hasil analisis terhadap penggunaan gaya bahasa dalam buku-buku cerita anak, penelitian ini menemukan bahwa gaya bahasa memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan moral, memperkaya imajinasi, dan meningkatkan daya tarik cerita bagi pembaca anak-anak. Gaya bahasa yang dominan meliputi penegasan, metafora, pertentangan, dan sindiran, yang digunakan secara kreatif untuk membangun karakter, menggambarkan konflik, dan menyampaikan nilai-nilai kehidupan.
   Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemilihan gaya bahasa yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak mampu meningkatkan keterlibatan pembaca serta mendukung perkembangan kognitif dan emosional mereka. Namun, perlu perhatian lebih dalam menjaga kesesuaian budaya dan nilai-nilai lokal agar cerita tetap relevan dan mendidik.
   Dengan demikian, penelitian ini merekomendasikan kepada penulis buku cerita anak untuk mengoptimalkan penggunaan gaya bahasa yang bervariasi, kreatif, dan edukatif guna meningkatkan kualitas karya sastra anak di Indonesia.
Daftar Pustaka
 Keraf, G. (2009). Gaya Bahasa: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Nurgiyantoro, B. (2013). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
 Sutrisno, D. (2015). Pengantar Sastra Anak. Jakarta: Erlangga.
Widyastuti, S. (2018). Sastra untuk Anak: Pendekatan dan Analisis. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Damono, S. D. (2002). Sosiologi Sastra: Pengantar dan Teori. Jakarta: Pusat Bahasa.
Endraswara, S. (2011). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.
 Sudjiman, P. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
 Iswandari, A. (2020). "Analisis Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Timun Mas." Jurnal Pendidikan Karakter, 12(3), 45-60.
Sutrisno, D. (2015). Pengantar Sastra Anak. Jakarta: Erlangga.
Widyastuti, S. (2018). Sastra untuk Anak: Pendekatan dan Analisis. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H