Janji pada Langit
Malam itu, setelah memberikan obat pada Bayu, Dewi duduk di depan rumah, memandang bintang-bintang yang bertaburan di langit. Ia menggenggam tangan Bayu yang sudah mulai dingin, pertanda demamnya perlahan turun.
Dalam hati, Dewi berdoa. “Ya Allah, tolong beri kami kekuatan. Saya ingin Bayu sehat, dan saya ingin terus berjuang untuk keluarga kami. Saya ingin Ibu bisa istirahat tanpa harus memikirkan uang setiap hari.”
Dewi tahu, jalan mereka masih panjang. Tapi ia tidak takut. Langkah kecilnya setiap hari adalah caranya untuk mendekatkan diri pada impian yang lebih besar. Dan suatu saat nanti, ia yakin, ia akan mencapai langit yang selalu ia lihat dengan penuh harap.
Esoknya, Bayu sudah sedikit lebih baik. Dewi lega melihat adiknya mulai bisa tersenyum kembali meskipun tubuhnya masih lemah. Hari itu, ia memutuskan untuk pergi sendirian mengumpulkan botol.
“Ibu, saya pergi dulu. Bayu istirahat di rumah saja, ya. Saya akan cepat kembali,” ujar Dewi sambil memasang karung di punggungnya.
Ibu mengangguk, meski terlihat cemas. “Hati-hati, Nak. Jangan terlalu memaksakan diri.”
Dewi berjalan cepat menyusuri jalan-jalan kecil yang biasa ia lewati. Ia merasa bertanggung jawab untuk menggantikan adiknya yang belum bisa membantu. Hari itu, ia bekerja lebih keras dari biasanya, bahkan sampai menjelajah ke tempat-tempat baru yang belum pernah ia datangi.
Di salah satu gang sempit, Dewi melihat tumpukan botol dan kaleng yang cukup banyak di depan sebuah toko kecil. Pemilik toko, seorang pria tua dengan wajah ramah, keluar dan memerhatikan Dewi.
“Apa yang kamu cari, Nak?” tanyanya.
“Botol bekas, Pak. Kalau Bapak tidak keberatan, saya boleh mengambilnya?” jawab Dewi sambil menundukkan kepala.