Mohon tunggu...
Zarrah Shifa Mahdalivia
Zarrah Shifa Mahdalivia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Mahasiswa Universitas Airlangga

Hobi membaca e-book dan mengumpulkan informasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Warna Kulit sebagai Pengukur Standar Kecantikan

17 Juni 2024   19:40 Diperbarui: 17 Juni 2024   20:12 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
@tanyakanrl di aplikasi X

Sebagian besar masyarakat akan berpendapat bahwa kecantikan itu relatif. Namun, ucapan mereka tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Mereka cenderung memberikan perlakuan berbeda kepada seseorang yang memiliki perbedaan signifikan dengan penampilan mereka. Sebenarnya tidak ada yang salah jika seseorang memiliki preferensi tertentu dengan kecantikan. Hal yang memprihatinkan adalah ketika mereka merendahkan penampilan yang tidak sesuai dengan standar mereka.

Akhir-akhir ini, beredar panggilan "aura maghrib" di media sosial. Panggilan tersebut diasosiasikan dengan orang berkulit gelap atau sawo matang. Padahal, warna kulit yang berbeda-beda itu normal. Komentar yang bermunculan menandakan bahwa terdapat dekadensi moral pada pengguna media sosial. Tanpa memperhatikan perasaan orang lain, mereka melontarkan panggilan-panggilan yang menyinggung. Dalam kasus ini, "maghrib" yang seharusnya merupakan istilah dalam agama yang berkaitan dengan waktu ibadah umat Islam, malah dijadikan sebutan untuk merendahkan orang lain.

Isu rasisme dan diskriminasi ternyata masih melekat dengan rakyat Indonesia. Kulit putih dan halus lebih disegani daripada kulit yang lebih gelap dan bertekstur. Penyebabnya terjadi karena pengaruh media sosial yang menampilkan orang asing dengan penampilan yang jelas berbeda dengan orang Indonesia. Penampilan fisik itu dipengaruhi oleh kondisi suatu negara. Indonesia merupakan negara tropis yang menyebabkan bentuk fisik yang berbeda dengan negara yang memiliki empat musim. Namun, warga Indonesia belum cukup sadar mengenai fakta tersebut.

Orang dengan kulit yang lebih gelap seringkali dicibir karena dianggap tidak bisa merawat kulit dengan benar. Hal tersebut juga menjadi alasan untuk beberapa orang yang bergantung pada produk perawatan kulit. Produk dengan harga murah yang tidak jelas kandungannya sekalipun bisa menarik banyak konsumen. Dengan embel-embel memutihkan kulit, produk-produk tersebut bisa laku terjual. Para pembeli yang terpancing dengan produk tersebut sudah terpaku pada ekspektasi orang lain mengenai standar kecantikan.

Indonesia sendiri terdiri dari beberapa ras dan suku yang tersebar dengan lingkungan yang berbeda-beda. Warna kulit yang berbeda merupakan salah satu keberagaman dari warga Indonesia. Sayangnya, keberagaman tersebut kurang diperhatikan oleh masyarakat. Bukannya merasa bangga dengan perbedaan tersebut, warna kulit malah dijadikan ajang untuk menentukan siapa yang terlihat lebih cantik. Dibalik sebutannya sebagai salah satu negara dengan warga yang ramah, terdapat masalah yang seharusnya sudah lenyap di masa sekarang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun