Kata Pitah berasal dari bahasa Tamil ( Â Â ) yang berarti "ayah". Sedangkan menurut bahasa Hindi, kata Pithah ( ) berarti "belakang". Namun kata pitah di Kerinci tidak diketahui asal muasalnya yang pasti. Â "Pitah" merupakan makanan dan buah-buahan yang dibagikan kepada orang yang hadir mendo'a setelah acara tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, maupun di hari ke 27 ramadhan selama tiga tahun setelah kematian seseorang di Siulak Kerinci. Dapat diartikan sebagai sedekah yang dikeluarkan "Belakangan" yakni setelah acara kenduri ketika orang-orang mau pulang.
Pitah ini merupakan suatu tradisi masyarakat Kerinci pada umumnya, namun terlebih khusus lagi di Siulak.
1. Kematian seseorang di Siulak Kerinci
Ketika salah seorang keluarga ditimpa kemalangan atau musibah sakit yang parah, maka pihak sanak keluarga akan datang membezuk dengan membawa makanan berupa roti, kue, atau memberikan sejumlah uang kepada si sakit sebagai tanda ikut berduka. Serta memberikan kata motivasi kepada orang yang sakit untuk sabar, tegar, dan tabah didalam menerima cobaan. Dan apabila sakit sudah tidak bisa disembuhkan dan sampai meninggal dunia, maka sanak keluarga dan para tetangga ikut berduka cita dan bertakziah dengan membawa beras dan sabun mandi. Apabila orang yang meninggal dan keluarganya jauh, maka akan ditunda pemakamannya sampai keluarga tersebut datang, atau orang yang meninggal ketik hari menjelang sore, biasanya jenazah akan dikuburkan keesokan harinya, sedangkan dimalam hari sanak keluarga dan tetangga akan ikut meramaikan rumah ahli duka dengan membaca yaasinan, dan berjaga sampai larut malam. Biasanya para Bapak-bapak dan pemuda akan bertukar cerita seraya merokok dan membuat kopi.
Ada beberapa hal yang menjadi tradisi sebagian masyarakat Siulak Kerinci, untuk jenazah yaitu :
- Meletakkan sejenis besi berupa parang, pisau, gunting, dll dibawah kasur tempat jenazah;
- Tidak dibenarkan jenazah terkapar sendirian, harus ditemani paling tidak satu orang didekatnya;
- Tidak boleh membiarkan kucing melangkahi jenazah, karena apabila terjadi arwah jenazah akan bergentayangan;
- Mata jenazah yang tidak mau tertutup menunjukkan ada seseorang yang ditunggunya;
- Petugas memandikan jenazah diutamakan anak dan para kemenakannya;
- Saat jenazah dimasukkan ke keranda, sanak keluarga terdekat seperti istri dan anak almarhum akan menyuruk dibawah keranda sebaanyak tiga kali putaran;
- Kasur bekas tempat diletakkan jenazah dirumah di percik dengan air bunga cina seraya membaca shalawat apabila mau digunakan kembali
- Petugas yang menggotong keranda jenazah diutamakan para kemenakannya.
- Petugas penggali kuburan adalah para pemuda di desa tersebut, keluarga hanya membekali mereka dengan air minum, makanan ringan dan rokok.
- Acara setelah kematian
Ahi Panuhun
- Setelah pulang dari tanah wakaf atau Tempat Pemakaman Umum (TPU), maka sanak keluarga akan pulang kerumah, beras yang dibawa oleh para pelayat dan keluarga dekat akan membawa kelapa, lalu memasak nasi dan gulai ala kadarnya untuk acara "ahi panuhun" atau peringatan satu hari yaitu hari setelah jenazah dikebumikan. Lalu pada malam harinya sanak keluarga meramaikan rumah ahli duka untuk shalat maghrib berjema'ah, shalat hadiyyah berjama'ah, dilanjutkan dengan pembacaan yasiinan dan tahlilan, serta shalat isya berjama'ah. Setelah itu diadakan acara kenduri dengan mengirimkan do'a untuk si mayit.
- Shalat berjama'ah meramaikan rumah orang yang meninggal dunia diramaikan selama tujuh hari oleh keluarga dan para tetangga, dengan tujuan untuk menghibur ahli duka yang ditinggalkan, serta mengirim do'a untuk simayit, dengan demikian setidaknya rasa kehilangan keluarga berkurang.
- Tawa sapo atau tawa ngulang aso, terutama untuk anak-anak dibawah umur agar tida sakit, rewel, dll.
Nigo Ahi
Pada hari ketiga setelah kematian, acara seperti ahi panuhun terus berlangsung, namun disini setelah makan waktu kenduri diletakkan "Pitah" yaitu berupa makanan dan buah-buahan terutama yang disukai oleh almarhum saat masih hidup, lalu dibagikan kepada hadirin yang hadir.
Nujuh Ahi
Pada hari ketujuh setelah kematian, acara seperti Nigo ahi terus berlangsung, setelah makan waktu kenduri diletakkan "Pitah". Â
Nganta Uhang Balik
Pada hari kedelapan sebagian masyarakat Siulak masih melaksanakan acara "Nganta Uhang Balik" yaitu menyiapkan alat "Panyihak" berupa kundur, sitawa, sidingin, kumpai jalun, cakraw, palepah pisang dingin, lalu pada sore harinya diadakan acara kenduri kecil-kecilan mendo'akan almarhum, lalu rumah di dinginkan dengan panyihak. Menurut kepercayaan penduduk, arwah almarhum sudah tidak bisa lagi pulang kerumah setelah tujuh hari, maka untuk menghindari rasa takut, sedih, diadakanlah acara ini, serta menyirami kuburan almarhum.