Sungguh... aku terkesima saat itu, tatkala tatapan kita bertemu, respon hati menjelma jiwa, senyum bertahta saling tersungging, ada malaikat tak bernama menjelma ditatapan indah bola matamu, haruskah aku katakan kebenaran tentang arah dan makna hidup? atau aku hanya bisa melukis fenomena birahi nan ditunggangi syaithon? atau aku harus bertahta didalam do'a istikharah malam ini?Â
Sungguh... jiwa gersang kembali teransang, bukit tandus kembali bersemi permadani rerumputan hijau, tatkala sapaam demi candaan mengalir deras antara kau dan aku. Harus kuakui, ada kisah tersembunyi pada kehidupan lampau antara kita, tentang pertemuan Adam dan Hawa dalam taman nirwana, disana terukir prasasti namamu, namaku menjadi satu. Pepohonan cassiavera pucuknya merona, dihembus belaian bayu kelana, nan turun dari puncak Gunung Kerinci, menyapa kita dalam baitan puisi, yang akhirnya suara hati menjelma pada layar android kita.
Suatu kesempatan menghampiri waktu berlalu, aku duduk disampingmu diistanamu nan indah, ada setitik bening mengalir menuruni bukit khumaira wajahmu, ingin ku sapu dengan lembut laksana Romeo dan Juliet, namun ada rasa salah yang terus mendera. Kau kini adalah korban kebiadaban, korban dari seorang pria nan pergi tanpa berita, meninggalkanmu dalam waktu yang salah. Ada beban dan jejak kenangan dari buah rasa cinta kalian berdua, nan kini mulai tumbuh menjadi tunas nan belia. Ia begitu anggun seperti ibunya nan tegar, sebagai penopang keluarga.
Sungguh... aku dilema, setelah rentetan kisah kita tertera,aku sadar... aku ingin mendampingimu dalam keadaan suka dan duka, ingin memelukmu kedalam pelukan malaikat cinta, namun ada jurang... ada sekatan yang memaksa kita harus memendam dan menahan birahi cinta nan mulia.
Aku dilema... aku mencintaimu dalam waktu yang salah, aku sadar, aku kini bukan pengembara lagi, aku adalah seorang jumawa nan memiliki tanggungan anak isteri. Ah... aku heran... aku tergelepar kedalam fenomena bukan fatamorgana. Kenapa kita dipertemukan saat ini? kenapa rasa itu tumbuh dan menjalar dihati kita? Aku benci poligamy, tapi aku benar-benar terobsesi dan empati kepadamu.
Adinda Lestari.... marilah kita hempaskan rasa ini kehadapan Hakim nan Mulia, dimalam gulita dalam altar sujud pada Sang Pencipta, semoga Cinta di Waktu yang salah ini, mendapat jawaban langkah untuk esoknya.
Malam berlalu...
Membawa sejuta kisah...
Tentang Kau dan Aku.
                                                                        Kerinci, Awal November 2022