Manusia melalui fase dalam hal menemukan aksara untuk pengganti mulut menyampaikan suatu maksud. Laksana mendaki sebuah tangga, berbagai percobaan dilalui oleh manusia-manusia pendahulu, sehingga lahirlah berbagai aksara di dunia ini. Melalui tulisan-tulisan, simbol-simbol yang ditinggalkan, manusia bisa belajar dan memahami suatu cabang ilmu.Â
Para ahli, berusaha semaksimal mungkin melahirkan, merenovasi aksara-aksara yang ada, sehingga terwujudlah abjad yang bisa dipahami secara umum. Maka, lahirlah para pemikir-pemikir cabang ilmu untuk mendokumentasikan pemikirannya melalui sebuah prasasti, maupun buku.
Kita bisa menguasai sebuah ilmu karena membaca dan membaca. Dari zaman pra Kemerdekaan NKRI para pahlawan kita telah berusaha keras untuk belajar sebaik mungkin, agar dikemudian hari anak Bangsa ini mampu bersaing dengan generasi dari negara luar. Tokoh-tokoh sastrawan dari zaman Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45, dan Angkatan 66 di Indonesia telah melahirkan pemikiran-pemikiran melalui media baca, buku, puisi, cerita, novel, maupun essai.
Puncak dari haus buku dan bahan bacaan setelah Indonesia Merdeka, dimana para petinggi negara telah menyusun agar pendidikan di negeri ini dapat berjalan lebih baik. Bahkan setiap waktu senantiasa memikirkan dan mengembangkan kurikulum agar lebih efisien untuk dunia pendidikan.
Para siswa dan sarjana senantiasa membaca buku untuk menambah wawasan dan tingkat intelektualitas nya. Bahkan perpustakaan sekolah tak kunjung sunyi karena pengunjung ramai mencari narasi dan referensi dalam menciptakan karya ilmiah.
Itu dulu...
Sebelum kemajuan zaman merasuki sukma bangsaku. Kini buku bagaikan seonggok "bangkai" yang perlahan-lahan dimakan rayap, bahkan sebuah buku karya dari Profesor ternama dan pemikiran yang jenius hanya dipakai untuk pembungkus gorengan.
Zaman berlalu...
Musimpun berganti...
Banyak artikel-artikel dari sebuah pemikiran yang belum di uji kebenarannya mejadi rujukan melalui browsing di internet, bahkan kadang hanya sebagai sebuah pemikiran kiri yang langsung dimakan mentah, seyogyanya buku tetap mejadi acuan para pelajar, dan media sosial dan "mbah google" sebagai referensi untuk menjabarkan suatu karya.