Program DP rumah 0 % Anies Baswedan menjadi perbincangan hangat netizen akhir-akhir ini. Hal ini semakin hangat setelah Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan bahwa DP 0 % melanggar aturan. “Harus ada minimum DP untuk penyaluran kredit mortgage. Kalau nol persen menyalahi. Sebaiknya jangan dilakukan karena nanti akan dapat teguran dari otoritas," kata Agus
Anies pun membenarkan pernyataan Agus bahwa DP 0 % memang menyalahi aturan. Ternyata selama ini masyarakat gagal paham. "Bukan DP 0 persen, enggak ada DP 0 persen. DP Rp 0, DP itu hanya sekali, jadi diberikan sekali. Kalau kredit, nah itu ada persennya, cicilan ada persennya. Kalau DP kan uang yang diberikan diawal. Bukan 0 persen, tetapi enggak bayar, Rp 0 rupiah, atau tanpa DP. Persen itu kalau ada cicilan" ujar Anies. Akhirnya programnya berganti nama dari DP 0% menjadi DP 0 rupiah. Netizen pun sibuk memperdebatkan beda 0% dengan 0 rupiah. Anda paham?
Terlepas dari 0% atau 0 rupiah, DP memang menjadi momok menakutkan bagi orang-orang yang berencana membeli rumah di Jakarta. Terutama bagi pasangan muda seperti saya, DP memang sesuatu yang sangat memberatkan. Jika memang benar Anies Baswedan menjadi gubernur dan memberikan DP 0 rupiah (tidak membayar DP) untuk membeli sebuah rumah—Anies belum merinci rumah seperti apa yang dimaksud (semoga bukan rumah siput)—tentu saja merupakan berkah bagi banyak masyarakat.
Bayangkan berapa banyak masyarakat yang sudah lama memimpikan rumah dapat terwujud dengan program Anies Baswedan. Namun tentu kita perlu ketahui, harga rumah di Jakarta mustahil turun, siapapun gubernurnya! Beli rumah dengan sistem kredit, antara DP dan cicilan seperti sebuah balon, sisi mana ditekan sisi lain akan mengelembung. Jika DP di tekan kecil (bahkan tanpa DP), cicilan akan sangat besar. Masyarakat tentu tetap sulit untuk memiliki rumah. Lalu apa manfaat programnya? Di sini pun Anies perlu menjelaskan mengenai hal itu.
Bicara mengenai DP 0 % maupun 0 rupiah memang sangat seksi di Pilkada ini. Namun saya belum menemukan pernyataan Anies atau pun artikel tim sukses yang membuat otak saya yang sebesar upil ini mengerti bagaimana mewujudkan DP 0 persen sehingga masyarakat tetap mampu membeli rumah. Bagaimana perihal cicilan? Bunga? Rumah seperti apa yang dimaksud? Rumah 3 M juga bisa dibeli tanpa DP kah?
Jangan sampai program tersebut seperti papan iklan di jalan-jalan. Di sudut kanan atas ada tanda bintang sebesar ketombe dengan penjelasan di sudut kiri bawah sehalus rambut bahwa syarat dan ketentuan berlaku. Janganlah sampai syarat dan ketentuan ini baru terinci setelah beliau jadi gubernur. Lewat syarat dan ketentuan ini beliau dapat ngelesmengenai apa saja. Lalu para pemilih yang terlanjur kecewa karena dapat ‘ZONK’.
Karena itu, saya menantang agar Anies Baswedan segera menjelaskan dengan sejelas-jelasnya program DP 0 rupiah tersebut seperti apa. Saya tidak mau menuduh ini ide yang mustahil atau ide bodoh terlebih dahulu. Sebab ide bodoh/mustahil hanya karena dua kemungkinan:
- Ide tersebut memang benar-benar mustahil dan bodoh
- Pemberi ide punya sudut pandang/celah pandang yang belum tersorot oleh kebanyakan orang (siapapun) sehingga kebanyakan orang gagal paham
Inovasi-inovasi atau penemuan terbaik sering muncul dari poin nomor 2 ini. Saya masih menaruh harapan agar Anies Baswedan memiliki poin kedua ini dan bersedia menjelaskan ke publik. Sebab saya takut sekali apabila tidak, dengan kemampuan bicara Anies Baswedan, beliau dapat mengisi kolom syarat dan ketentuan se-masuk akal mungkin saat terpilih nantinya (misalnya itu hanya berlaku untuk rumah yang terbuat dari daun kelapa). Saat itu tiba, Anies tetap punya program DP 0 rupiah dan masyarakat tetap tidak dapat membeli rumah.
Di salah satu sesi kampanye saat Anies menjadi peserta konvensi Demokrat, saya ingat beliau pernah berkata, “Jangan takut apa yang dikatakan orang/media saat ini. Tapi takutlah pada sejarah yang mencatat sebab cucu kita nanti pun akan membaca sejarah.”
Hal ini berlaku juga untuk Anies. Jika Anies terpilih menjadi gubernur, sejarah akan mencatat apakah Anies akan menjadi Pahlawan Ibukota—berkat beliau masyarakat bisa memiliki rumah dan juga program-program lainnya yang begitu wow terwujud (OKE OCE contohnya)—atau pembual Ibukota—yang bersedia membual apa saja untuk memenangkan kampanye.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H