Pengakuan Sang Pramugari
Bab 1.
Sebenarnya waktu kecil saya tidak pernah kepengen jadi pramugari. Sama sekali tidak. Pengennya malah jadi seketaris. Percaya atau nggak, saya juga takut terbang. Jangankan terbang, naik mobil saja waktu kecil suka mabuk darat. Mama selalu menyiapkan obat anti mabuk perjalanan bermerek An**** . Karena kebiasaan saya yang suka mabuk saat perjalanan itulah saya dimanja. Diantara lima sudara saya yang semuanya perempuan, saya satu-satunya yang tidak perah naik kendaraan umum. Kakak dan adik – adik saya yang lain semua naik kendaraan umum untuk pergi dan pulang sekolah. Sementara saya selalu diantar dengan mobil dinas Papa.
Keluarga saya keluarga sedang-sedang saja. Tidak kaya, kecukupan, tidak juga miskin. Tapi kadang-kadang saya merasa pas-pasan. Maksudnya, saya sering dengar Papa dan Mama membicarakan soal tunggakan listrik dan uang sekolah juga sesekali. Maklumlah, namanya juga pegawai negri. Mamah juga tidak kerja, murni ibu rumah tangga. Anakpun banyak, tidak setia mengikuti ke;uarga berencana. Tapi kalau orang tua saya ikut KB, saya tidak bakalan lahir karena saya anak ke tiga sedangkan KB berslogan dua anak cukup.
Kadang kalau sedang dalam suasana pas-pasan saya suka berkhayal. Seandainya orang tua saya ikut KB, kira-kira saya ini akan dilahirkan sebagai anak siapakah? Anak oraang yang lebih berada atau jangan-jangan malah jadi anak keluarga yang lebih miskin? Hi,.. kalau sudah mikir begitu, saya jadi malu sendiri dan berhenti berandai-andai. Pepatah bilang, kita kan harus mensyukuri apa yang kita punya. Kalau keluarga pas-pasan, maka ditangan saya sendirilah masa depan saya. Dan saya bertekad untuk tidak hidup pas-pasan seperti Papa dan Mama.
Jangan dulu mengira saya cewek matre. Mengharap jadi orang berduit kan tidak haram? Namanya juga cita-cita. Semua orang juga selalu mengharapkan kehidupan yang lebih baik bukan? Orang yang sudah kaya raya sekalipun masih terus mengembangkan usahanya. Menambah jumlah hartanya. Bekerja agar kekayaannya berlipat ganda. Apalagi orang yang kecilnya sedikit susah seperti saya. Wajar kalau saya menginginkan kehidupan yang lebih baik dari kehidupan masa kecil saya. Kalau kecil naik mobil dinas Papa yang lumayan butut dan tanpa air conditioner, saya rasa wajar kalau saya berharap punya mobil keluaran terbaru yang mesinnya tokcer jarang mohok dan ac nya dingin supaya rambut saya tidak kempes terus-menerus karena keringat.
SELANJUTNYA BACA DI LINK INI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H