Mohon tunggu...
Zara Agustina
Zara Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Freshgraduate

Seorang yang suka eksplore exhibition gratis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jenius Matematikawan Melawan Penyakit Mentalnya : Mengenal Skizofrenia melalui Film "A Beautiful Mind"

29 September 2023   12:18 Diperbarui: 29 September 2023   12:55 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
John Nash sedang berada di ruang kelas. Sumber: www.abeautifulmind.com

Bagaimana rasanya ketika kamu menyadari bahwa sesuatu atau kejadian yang kamu alami adalah tidak nyata? Kamu sulit membedakan yang mana yang nyata dan hanya imajinasimu saja? A beautiful mind merupakan film yang biopik yang menceritakan kisah hidup seorang profesor bernama John Nash yang memiliki otak yang jenius. Ia digambarkan sebagai orang yang kaku namun memiliki pemikiran yang brilian. Seorang yang menemukan game theory yang dinamakan Nash equilibrium. Sayangnya, laki-laki yang pernah berkuliah di University Princeton itu mengidap penyakit halusinasi yang mana ia menganggap bahwa dirinya adalah seorang mata-mata Rusia. Penyakit ini adalah skizofrenia.

            Skizofrenia merupakan gangguan atau penyakit halusinasi yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak. Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui namun terdapat faktor seperti bawaan gen dan lingkungan, struktur otak yang berbeda, dan terlalu banyak mengonsumsi obat narkotika. Gejala positif yang dialami oleh Orang dengan skizofrenia (ODS) adalah menganggap yang mereka diimajinasikan adalah nyata adanya, halusinasi yang terjadi terus-menerus juga dapat membuat mereka seperti bisa merasa, mendengar, melihat, dan mencium apa yang mereka halusinasi,  akhirnya cara berpikir dan komunikasinya jadi tidak teratur.

            Ciri-ciri itu yang John Nash alami sedari ia mengambil pendidikan doctoralnya di university Princeton. Pada awalnya, ia hanya berhalusinasi tentang teman sekamarnya yaitu Charles Herman. Teman sekamarnya itu yang menemani pada saat orang lain tidak ingin berteman dengannya karena ia dianggap nerd yang aneh. Charles juga mendukungnya ketika Nash sedang dalam keadaan tertekan memikirkan disertasinya. Namun, setelah John Nash akhirnya bekerja di Laboraturium Wheeler, Charles tidak muncul dan digantikan oleh William Parcher yang bekerja untuk departemen pertahanan di Wheeler.

            Penggambaran ODS yang dialami oleh John Nash ini memang sesuai dengan ODS pada umumnya yang mana ia mengkhayal punya teman sekamar, bercengkrama dengan temannya. Namun, penyakit halusinasinya lebih parah ketika ia berkhayal bekerja dengan Parcher sebagai mata-mata Rusia. Ia menganggap tangannya ditanami alat implant untuk mengetahui kode untuk mengirimkan hasil kerjanya memecahkan kode. Pekerjaan yang rahasia dan berbahaya membuatnya berpikir selalu ada yang mengikutinya. Sampai akhirnya ia berhalusinasi terlibat kejar-kejaran dan serangan tembakan. Setelah itu, tingkah lakunya semakin aneh.

            Gejala negatif yang dialami oleh ODS adalah menarik diri dari lingkungan, malas bersosialisasi atau berbicara, hilangnya minat, dan pudarnya emosi. Meskipun gejala yang dialami oleh setiap orang bisa berbeda, setidaknya terdapat kesamaan dengan yang dialami oleh John Nash. Setelah halusinasi kejar-kejaran dan serangan tembak itu, ia takut untuk keluar rumah, penampilannya jadi lesu seperti orang yang kurang tidur, dan ia juga jadi tidak dapat berbicara dengan jelas ketika mengisi kelas umum di Harvard.

            Sulit bagi seorang untuk menerima bahwa dirinya mengalami penyakit halusinasi saat mereka menganggap dapat merasakan dengan jelas imajinasinya sendiri. Untuk mengetahui orang tersebut benar mengidap penyakit skizofrenia perlu melewati beberapa pemeriksaan. Dikutip dari website www.siloamhospitals.com, pemeriksaan tersebut meliput pemeriksaan fisik, tes darah lengkap, dan tes pencitraan dengan CT Scan atau MRI. Kemudian, dokter juga melakukan evaluasi kejiwaan seperti mengawasi penampilan dan kelakuan pasien serta bertanya beberapa pertanyaan terkait halusinasi hingga latar belakang pasien. Pemeriksaan ini guna untuk dokter mengetahui apakah pasisen dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

            John Nash yang seorang matematikawan harus menerima kenyataan bahwa dia mengidap skizofrenia. Ia harus melakukan terapi lima kali dalam seminggu selama 10 minggu. Ia juga harus rutin meminum obat tersebut. Selama perawatan di rumah sakit ini yang mengakibatkan John Nash menjadi semakin tertekan walaupun halusinasinya membaik. Setelah itu, ia tidak lagi patuh meminum obat. Ia membuang setiap obat yang diberikan oleh istrinya. Hal ini yang membuat halusinasinya kembali lagi dan semakin memperparah hingga hampir menyakiti istri dan anaknya meskipun ia tidak bermaksud demikian. Dalam film ini juga digambarkan bagaimana lelahnya istri John Nash yang harus merawat suaminya yang mengidap skizofrenia. Ia harus berjuang sendiri merawat anaknya dan John yang sedang melawan penyakit mentalnya. Dalam dunia nyata pun, merawat seorang yang skizofrenia bukanlah hal yang mudah karena mereka harus mengadapi ODS dengan kesabaran terlebih penyakit ini bisa mereda dan kambuh lebih parah.

             Meski begitu, akhirnya John Nash dapat bangkit lagi ketika ia dengan tekadnya ingin sembuh tanpa harus dirawat kembali di rumah sakit jiwa. Ia kembali ke kampusnya dan bekerja di sana. Perlahan ia masih sulit untuk mengabaikan halusinasinya terlebih Charles yang dianggap teman sekamarnya sudah banyak membantunya. Tapi, John Nash berusaha menyibukkan dirinya dengan matematika akhirnya berhasil untuk tidak berinteraksi dengan mereka. Setelah dirinya membaik, ia memutuskan untuk turut serta mengajar kembali. Di usianya yang tidak lagi muda, ia berhasil mendapatkan penghargaan nobel pada tahun 1994 berkat teori yang dibuat karena banyak berkontribusi di dunia ekonomi dan matematika. Film ini menunjukkan bahwa berada di lingkungan dan orang yang mendukung, penyakit skizofrenia dapat dilawan dan disembuhkan. Pentingnya untuk orang-orang juga aware terhadap penyakit ini supaya tidak menganggap bahwa ODS adalah buruk dan aib.

             Sampai saat ini ODS masih mendapatkan stigma dan diskriminasi, seperti yang dialami oleh John Nash ketika ia kembali ke University Princeton, ia juga dianggap aneh dan sempat diejek oleh mahasiswa yang berkuliah di sana. Di Indonesia sendiri pun masih seperti itu, stigma yang dicapkan adalah ODS gila, agresif, menakutkan, dan berbahaya. Pada kenyataan tidak lah sampai seperti itu. Mereka justru perlu dirangkul dan diperhatikan lebih supaya dapat melawan penyakit yang tidak mereka inginkan. Sayangnya, memang masih banyak yang kurang peduli terhadap ODS karena kurangnya pengetahuan terhadap skizofrenia. Namun, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya orang-orang yang sudah peduli terhadap kesehatan mental memang meningkat. Dikutip dari website kompas.id, menurut hasil survey Ipsos di 34 negara dengan 23.507 responden, 36 persen menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan masalah yang penting. Sebab, memang sama seperti penyakit fisik, penyakit mental juga bukanlah penyakit yang harusnya dianggap remeh.

             Film A Beautiful Mind adalah salah satu media untuk mengenal lebih jauh mengenai skizofrenia, apa yang dialami oleh pengidapnya, dampak terhadap orang sekitarnya, dan bahwa penyakit ini tidak dapat menghentikan manusia untuk berkontribusi hal baik terhadap sekitarnya. Ditayangkan pada tahun 2001, pada saat dunia masih belum peduli terhadap isu ini, merupakan sebuah langkah yang berani untuk mengenal penyakit ini. Maka dari itu, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya bidang digital, seluruh orang di dunia diharapkan dapat terpapar terkait penyakit ini atau masalah kesehatan mental lainnya. Entah dari film, drama, buku, tayangan televise, berita online, maupun media sosial. Dengan itu, kita dapat menciptakan dunia yang lebih peduli lagi dengan satu sama lain.

Referensi :

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun