Mohon tunggu...
Azzahra Sifa Anarki
Azzahra Sifa Anarki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kejahatan Perdagangan Perempuan dalam Perspektif Islam

4 Oktober 2022   20:00 Diperbarui: 5 Oktober 2022   05:47 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh : FREEPIK

Perdagangan perempuan merupakan isu yang telah lama dipermasalahkan oleh para pemerhati hak-hak perempuan dalam berbagai forum nasional maupun internasional. 

Masalah perdagangan perempuan (woman trafficking) sangat berkaitan erat dengan hubungan antarnegara dan termasuk ke dalam transansional crime yakni suatu kejahatan yang terjadi dalam lintas negara baik nasional maupun internasional yang sampai saat ini belum dapat teratasi dengan baik oleh pemerintah dan organisasi internasional yang berwenang dalam menangani masalah perdagangan perempuan.

Perdagangan orang (termasuk perempuan) telah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang menyatakan bahwa perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Lebih jelas, penjabaran tentang perdagangan perempuan terdapat dalam lampiran Keputusan Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) yang menyatakan bahwa trafficking perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan,perempuan dan anak. Dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk paedophile), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang padat, sehingga memiliki potensi besar untuk melakukan kejahatan perdagangan manusia khususnya perempuan. Banyaknya sindikat perdagangan perempuan antar negara menjadikan kejahatan ini semakin memiliki kesempatan untuk tumbuh subur. Korbannya bahkan sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. 

Perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah sehingga mudah untuk dijadikan bahan kejahatan. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2021 terdapat 678 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dimana kasus ini masih tergolong tinggi di Indonesia.

Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perdagangan perempuan masih cenderung tinggi di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingkat ekonomi yang rendah, pendidikan rendah, kawin dan cerai usia dini, ketidaktaatan terhadap ajaran agama dan mirisnya tidak sedikit orang tua yang langsung terlibat dalam kasus perdagangan perempuan ini.

Fenomena perdagangan perempuan menunjukkan bahwa perempuan yang diperdagangkan akan dipaksa untuk bekerja di bawah tekanan. Di beberapa negara bahkan, perempuan ini akan dipekerjakan sebagai asistem rumah tangga. Tenaga mereka akan dikuras habis-habisa kemudian mereka tidak diberikan gaji sesuai dengan yang telah dijanjikan. 

Apabila mereka melakukan kesalahan atau melawan keinginan majikan, maka mereka akan disiksa. Namun, tujuan utama dari perdagangan perempuan ini adalah untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial, dikarenakan pekerjaan ini akan memberikan pemasukan yang sangat besar kepada para pelaku kejahatan.

Islam sangat memuliakan perempuan, mengangkat derajat perempuan menurut kodratnya dan menetapkan berbagai ketentuan agar kehormatan perempuan tetap terjaga. Pada zaman Jahiliyah, perempuan dianggap sebagai orang yang lemah dan tidak berguna, sehingga mereka hanya akan dijadikan budak ataupun pemuas nafsu lelaki.

Berkembang pula tradisi yang dilakukan untuk mengubur setiap bayi perempuan yang baru dilahirkan, kaum jahiliyah berpendapat bahwa bayi perempuan adalah aib bagi keluarga dan tidak sepantasnya untuk lahir, hidup dan berkembang di dunia. Tradisi ini mendapatkan penolakan keras dari Nabi Muhammad saw. dan beliau melarang keras umatnya untuk melakukan itu.

Bahkan, Allah swt. telah mendedikasikan sebuah surah dalam Al-Qur'an yakni Surah An-Nisa. Surah yang secara umum memberikan pesan untuk melindungi dan sekaligus memuliakan kaum Perempuan. Bukti lainnya pun dapat dilihat dalam Al-Quran memposisikan Wanita, contohnya Surah Al-Luqman ayat 14 yang dengan jelas menyebut kewajiban untuk berbuat baik kepada orang tua khususnya ibu. Hal ini dikarenakan seorang ibu mengambil peran sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Atas sebab itulah mengapa Al-Quran menyebutkan ibu lebih banyak daripada ayah.

Dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menyebutkan, "seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw., dan bertanya "siapakah yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?", Rasulullah menjawab, "ibumu". Laki-laki itu kembali bertanya, "kemudian siapa?", Rasulullah menjawab, "ibumu". Laki-laki itu kembali bertanya lagi, "lalu siapa?", Rasulullah menjawab, "ibumu". Dan ketika laki-laki itu bertanya kembali menyakan hal yang sama, Rasulullah kemudian menjawab "ayahmu." (HR. Bukhari dan Muslim). Penyebutkan tiga kali nama ibu dalam hadist tersebut merupakan penegasan bahwa Islam sangat memuliakan dan meletakkan posisi ibu menjadi sangat terhormat.

Ditinjau dari sudut pandang ajaran Islam, praktik perdagangan perempuan yang telah jelas-jelas merendahkan martabat perempuan merupakan perbuatan yang keji dan munkar. Apalagi praktik perdagangan perempuan dilakukan oleh pelaku keluarga si perempuan yang hanya menginginkan keuntungan pribadi adalah bertentangan dengan syariat Islam. Hukum Islam mengajarkan asas menolak mudharat dan mengambil manfaat, asas ini mengandung pengertian bahwa menghindari kerugian harus diutamakan daripada untuk memperoleh keuntungan dari suatu transaksi misalnya perdagangan perempuan. Dengan demikian praktik perdagangan perempuan yang dimaksudkan hanya untuk mendapatkan keuntungan dengan jalan mengeksploitasi perempuan sehingga merugikan hak-hak perempuan adalah suatu perbuatan yang sangat dilarang oleh ajaran Islam. Hal ini selaras dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam hukum nasional, untuk itu keselaran antara pandangan hukum Islam dan hukum nasional dapat dimanfaatkan sebagai potensi serta peluang untuk menghapuskan praktik perdagangan perempuan.

Ditulis oleh Azzahra Sifa Anarki

(Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Dosen Pembimbing : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun