Mohon tunggu...
zara putranti
zara putranti Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah mahasiswa semester 3

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Forgiveness (Pengampunan): "Suatu Jalan menuju Penyembuhan dan Kesejahteraan"

14 Desember 2023   11:39 Diperbarui: 14 Desember 2023   11:54 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan emosi dan rasa dalam berhubungan dengan manusia lain. Dalam suatu kehidupan tidak bisa dipungkiri bahwa perjalanan hidup individu pasti penuh dengan dinamika emosional, setiap individu mengalami berbagai tantangan, konflik, dan pengalaman masa lalu yang penuh dengan kekecewaan, pengkhianatan, atau bahkan trauma yang seringkali menyisakan luka-luka emosional yang sulit disembuhkan. Hal itu dapat memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan psikologis mereka. Salah satu aspek yang menjadi fokus perhatian dalam psikologi terutama dalam psikologi positif sendiri adalah konsep forgiveness atau pengampunan.


Sejak awal tahun 1990-an, penelitian empiris tentang forgiveness telah semakin berkembang dalam lingkup psikologi. Beberapa penelitian yang menyoroti forgiveness menyatakan bahwa peran signifikan forgiveness terlihat jelas dalam menjaga kesehatan mental dalam berbagai konteks, seperti hubungan persahabatan, keluarga, perkawinan, relasi percintaan, dan dinamika hubungan di lingkungan kerja. Pengampunan atau tindakan pemaafan merupakan respons positif dalam diri seseorang dengan tujuan untuk mengatasi kerusakan emosional yang timbul akibat pengalaman buruk pada masa lalu (Terreri, Dayke, & Elias, 2007). Forgiveness
bukan sekadar tindakan moral, melainkan juga suatu proses psikologis yang memiliki implikasi mendalam terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis seseorang.


Dalam hal ini peran forgiveness atau pengampunan merujuk pada pengampunan pada diri sendiri maupun pengampunan terhadap orang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemaafan dikategorikan sebagai suatu hal yang sulit untuk direalisasikan dan butuh waktu untuk sampai ke tahap saling memaafkan. Tidak semua individu mampu dengan mudah untuk secara tulus melupakan dan memaafkan kesalahan orang lain. Meskipun begitu, banyak dari individu yang telah menerapkan forgiveness untuk memaafkan orang lain namun lupa bahwa diri nya sendiri juga adakalanya perlu menerima pengampunan. Individu mungkin mengalami kesulitan dalam memaafkan diri sendiri ketika mereka melakukan tindakan yang dianggap sebagai kekeliruan atau kesalahan serius. Namun, apabila individu tersebut mampu mengakui kesalahan yang dilakukan, menjadikannya sebagai pelajaran, dan berusaha untuk berkembang menjadi versi diri yang lebih baik, dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk memberikan pengampunan kepada diri sendiri dan hal tersebut akan berdampak baik pada kesejahteraan psikologis dan kebahagiaannya.

Menurut McCullough et al. Pengampunan mencerminkan peningkatan dorongan untuk berperilaku prososial terhadap orang lain, mengurangi keinginan untuk menghindari individu yang melakukan kesalahan, dan meningkatkan motivasi untuk bertindak secara positif terhadap orang yang melakukan pelanggaran. Pengampunan bukan berarti mengabaikan atau menyetujui tindakan yang salah, melainkan merupakan suatu proses di mana individu membebaskan diri dari beban emosional yang mungkin terkait dengan kejadian tersebut. Keberagaman individu dalam proses pengampunan mencakup sejumlah faktor yang mempengaruhi cara setiap individu merespons dan melibatkan diri dalam praktik pengampunan.


Perbedaan muncul dalam cara individu mengartikan tindakan memaafkan, dan perbedaan konseptualisasi ini dapat menghambat hubungan yang sehat antara pelanggar dan korban. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa saat seorang pelanggar meminta maaf, entah itu melalui permintaan maaf lisan atau tawaran kompensasi, kemungkinan besar pengampunan akan terjadi. Keberhasilan permintaan maaf sering dipengaruhi oleh sifat kepribadian pelaku tindakan yang merugikan dan termasuk seberapa bersahabat mereka. Efektivitas permintaan maaf juga meningkat jika sesuai dengan interpretasi diri korban. Selain itu, Semakin
bertambahnya usia, semakin besar juga keinginan individu untuk memaafkan, hal itu berhubungan dengan adanya jumlah dan keseriusan pelanggaran tampaknya menurun pada usia dewasa.


Menumbuhkan sikap memaafkan baik pada diri sendiri maupun orang lain memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan psikologis dan hubungan interpersonal.
- Memaafkan orang lain :
Berkaitan dengan empati, individu yang tengah diliputi kemarahan terhadap tindakan yang menyakitkan dari orang lain perlu memahami perspektif orang tersebut atau merasakan empati sebelum mereka dapat mencapai titik di mana mereka dapat
memaafkan. Seseorang dapat mencapai pengampunan dengan menghilangkan pemikiran negatif terhadap orang atau kejadian tertentu. Proses pengampunan berjalan seiring dengan tahap pemulihan dari trauma psikologis, dimulai dengan mencari pemahaman
atau makna dari peristiwa yang terjadi pada mereka. Kemudian, perlahan-lahan mulai mendapatkan kembali rasa kendali atas hidup mereka tujuannya menjaga agar masalah dalam hubungan tersebut tidak menguasai setiap pikiran mereka.
- Memaafkan diri sendiri :
Potensi kebutuhan untuk memaafkan diri sendiri muncul ketika individu mengalami rasa malu atau bersalah. Rasa malu mencerminkan perasaan keseluruhan bahwa "Saya adalah orang yang buruk," sementara rasa bersalah menyoroti pandangan negatif yang lebih khusus terkait dengan situasi tertentu, seperti "Saya melakukan hal yang buruk”. Memaafkan diri sendiri dapat diartikan sebagai langkah untuk melepaskan perasaan kebencian terhadap diri sendiri yang muncul akibat pelanggaran atau kesalahan yang
dianggap terjadi. Konsekuensi dari tidak memaafkan diri sendiri bisa jauh lebih parah daripada konsekuensi dari tidak memaafkan orang lain.


Hubungan antara forgiveness (pengampunan) dan kesejahteraan psikologis telah menjadi fokus penelitian yang luas dalam bidang psikologi positif dan kesehatan mental. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara kemampuan untuk memaafkan dan tingkat kesejahteraan psikologis seseorang. Berikut adalah beberapa aspek yang menggambarkan hubungan ini:
- Pengurangan Tingkat Stres:
Individu yang memiliki kemampuan untuk memaafkan cenderung mengalami tingkat stres yang lebih rendah
- Penurunan Tingkat Depresi dan Kecemasan:
Memaafkan dapat membantu mengatasi perasaan negatif dan mencegah perkembangan masalah kesehatan mental.
- Meningkatkan Hubungan Interpersonal:
Kemampuan untuk memaafkan membuka jalan untuk rekonsiliasi dan pembangunan ikatan yang lebih sehat dengan orang lain.
- Kemampuan Menangani Konflik:
Individu yang mempraktikkan pengampunan cenderung lebih efektif dalam menangani konflik. Memaafkan dapat mengurangi intensitas konflik dan memfasilitasi resolusi yang
lebih positif.
- Peningkatan Kebermaknaan Hidup:
Pengampunan juga terkait dengan peningkatan kebermaknaan hidup. Memaafkan dapat memberikan perspektif yang lebih mendalam dan positif terhadap tujuan hidup dan arti keberadaan.


Pentingnya forgiveness dalam konteks kesejahteraan psikologis terletak pada kemampuannya untuk membuka jalan menuju kesembuhan emosional, mengurangi tingkat stres, meningkatkan kualitas hubungan interpersonal, dan pada akhirnya, menciptakan fondasi bagi kesejahteraan yang berkelanjutan. Dengan memahami keterkaitan antara forgiveness, kesejahteraan emosional, dan kebahagiaan, kita dapat membuka jendela menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana proses pengampunan dapat menjadi suatu jalur yang memandu individu menuju penyembuhan emosional yang mendalam dan pencapaian kesejahteraan holistik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun