Mohon tunggu...
Catatan

Maman Suherman (NoTulen ILK), Dari Jurnalis hingga Penulis

31 Mei 2015   06:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:26 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ikan hidup karena mengikuti arus, ikan mati karena melawan arus. Jangan takut melawan arus”

Demikian disampaikan Maman Suherman, yang kini ‘beken’ di panggung Indonesia Lawak Klub (ILK), sebuah forum lawak di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Latar belakangnya yang selama puluhan tahun berada dalam dunia jurnalistik dari menjadi seorang wartawan hingga pemimpin redaksi membuatnya memiliki kekuatan lebih dalam melawan arus sehingga terjadi perubahan.

Salah satu buktinya saat membuat konsep ILK. Di saat dunia komedi Indonesia sedang tren pada komedi panggung, ia coba menampilkan konsep komedi yang berbeda. Ia mencoba memanfaatkan kecerdasan para komedian dengan membuat forum komedi dalam lingkup ILK.

Menurutnya, ILK merupakan gambaran dari dunia politik Indonesia. Ada yang suka membolak-balikkan hasil survei, ada golongan tua yang mau menang sendiri, ada dari golongan muda yang selalu memberi ide dan menutupi kekurangan dengan mengeluarkan istilah-istilah dalam bahasa asing, ada juga yang hanya asal ngomong, dan ada pengacara dengan cincin dan kalung besar.

Kehadiran Maman senantiasa menghadirkan konklusi dengan diksi-diksi menarik pada kalimat yang dipaparkannya menjadikan ILK salah satu program yang dinantikan masyarakat. Tidak jarang Maman mengutip kata-kata bijak maupun motivasi dalam kalimat konklusinya. Berkat kemampuannya pula baru-baru ini program tersebut mendapatkan penghargaan sebagai program of the year for comedy 2014 dari Morgan Research.

Maman menyampaikan konklusi pada ILK episode Penjualan ASI Online. Anak adalah buah kasih, dan di dalam ‘Kasih’ ada Asi’. Jika kita mampu dan sanggup memberikan ASI tetapi kita tidak memberikannya, maka ‘kasih’ menjadi kurang sempurna (k...h).

Padahal, kasih berbalas kasih. Jika kita memberikan ASI kepada anak kita, Insya Allah kita akan mendapatkan senyuman indah dari si kecil dan juga kalimat cantik: Aku Sayang Ibu (ASI). Dan terakhir, kasih itu suci. Tidak diperjualbelikan, tidak diperdagangkan, atau ia akan kehilangan makna kesuciannya.

“Saya hanya mencoba menyimpulkan apa yang diperdebatkan para komedian. Meskipun hanya diberi sekitar tiga sampai lima menit saja, saya berupaya mencari kalimat yang tepat. Menggabungkan wawasan pengetahuan saya dengan sumber-sumber lain yang memungkinkan saya kumpulkan dalam waktu sesingkat itu,” tuturnya.

Ia seolah tak ada saat para komedian berdebat sepanjang acara. Karena memang ia hanya memperhatikan setiap ucapan yang disampaikan masing-masing komedian. Seringkali para komedian berimprovisasi menyampaikan ide yang tak terduga. Tapi ia datang di akhir acara sebagai No Tulen (bukan notulen, kata Denny yang menjadi moderator ILK).

Di dunia komedi, pria kelahiran Makassar dan besar di Sumedang ini bukanlah pemain baru. Ia merupakan mentor di acara "Stand Up Comedy Indonesia". Alumnus Jurusan Kriminologi Fisip-UI ini meniti karir sebagai jurnalis hingga menjadi redaktur pelaksana /pemimpin redaksi di Kelompok Kompas-Gramedia (1988-2003).

Setelah itu, beliau menjadi kreator / penulis skrip / produser hingga managing director di Rumah Produksi (2003-2011) dan menghasilkan lebih dari 50 judul berbagai program TV dengan lebih dari 1.000 episode.

Tidak hanya itu, Maman juga merupakan salah seorang penggagas Panasonic Gobel Award, dan juga menjadi editor buku Asal-Usul Wimar Witoelar : Menuju Partai Orang Biasa pada 1990-an, kemudian menulis buku Matahati, serial Bokis, yang pertama Bokis : Kisah Gelap Dunia Seleb, yangkedua Bokis 2: Potret Para Pesohor, Dari Yang Getir Sampai Yang Kotor dan yang terbaru, yaitu Re: , novel yang menceritakan tentang kehidupan seorang pelacur lesbian.

Dalam dua tahun terakhir ini, pria yang menjadi plontos setelah runtuhnya rezim pemerintahan Soeharto ini telah menetaskan enam buku dari total 12 buku yang telah ia buat. Tahun ini, ada setidaknya empat buku yang akan ia tetaskan.

“Saya menulis berawal dari kegelisahan atas kejadian di lingkungan sekitar. Saya berupaya menuntaskan tugas kemanusiaan yakni menjadi cahaya bagi sekelilingnya,” tandasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun