Karena Jam Gadang itu tidak memberikan tepuk tangan maka kemudian si laki-laki menurunkan emosinya, menurutnya tidak penting lagi drama diteruskan, toh dia juga merindukan pelukan dan kehangatan itu bukan. Namun egonya sebagai seorang laki-laki tidak serta merta dia langsung menyergap tubuh mungil si perempuan itu dengan pelukan. Bagian akhir drama harus dilalui dengan elegan.
Si laki-laki menatap lekat-lekat wajah bundar purnama si perempuan, matanya yang sayu dengan biji mata hijau itu sebenarnya selalu dirindukannya. Bibir merah penuh yang sedang diusap-usapnya itu sebenarnya bibir yang selalu diburu karena rasanya seperti rasa surgawi.
Satu bagian hati si laki-laki berkata, “apakah dramanya sebegitu cepat berlalu?”.
Satu bagian hati si laki-laki yang lain menjawab menggoda, “tahan sedikit lagi bung, ini baru fase menanjak dalam sebuah drama, fase menurunya tunggu sesaat lagi”.
Satu bagian hati si laki-laki yang pertama lanjut berkata, “Dasar ABG, inginnya sebuah cerita yang medayu-dayu dan menguras emosi orang. Sudah.... belakangan hari kau akan tertawa betapa sentimentilnya dirimu hai laki-laki”.
Satu bagian hati si laki-laki yang lain terus menggoda, “sudah... nikmati dulu masa mudamu bung”.
Satu bagian hati si laki-laki yang pertama berucap, “Sudahi saja dramanya, jangan membuat iri Jam Gadang itu, dia tidak mempunyai kekasih sejak dahulu kala. Dia terus berdiri disana dibawah terpaan panas dan hujan, kasihan dia dalam kesendiriannya, kenapa manusia yang ada dikota ini tidak menciptakan kekasih jam gadang itu, sungguh tak adil, sudahi dramanya”.
Si laki-laki mendengar percakapan hatinya tersenyum sendiri. Tangannya masih mengusap-ngusap bibir mungil itu, matanya masih menatap mata berbiji hijau itu. Senyumnya kemudian mengembang, si perempuan semula bingung dengan arti senyuman itu, kemudian ikut tersenyum malu-malu dan menyadari ternyata dia telah terperangkap dalam drama dengan sutradara si laki-laki yang sedang senyum padanya saat ini dan si perempuan sadar bahwa drama tersebut akan segera berakhir.
Dengan mengembangkan senyuman yang dicampuri kemanjaan, si perempuan merajuk minta dipeluk dengan mengembangkan kedua tangannya. Si laki-laki dengan pelan dan lembut menyongsong si perempuan dengan pelukan lembutnya sambil mendaratkan kecupan hangat di ubun-ubun si perempuan untuk kemudian mendekap si perempuan dalam dada silaki-laki. Pelukan itu berbalas pelukan, semakin erat, semakin mesra.
Dramapun berakhir dengan happy ending, dengan kebahagiaan. Tapi tunggu dulu!!! Kenapa tidak ada tepuk tangan yang biasanya bergema seperti dalam sebuah gedung terater?
Jam Gadang juga tidak memberikan tepuk tangannya, dia tetap kalem menatap langit. Ah Jam Gadang, kuharap kau tidak iri dan tidak sedih karena drama tadi...