Salah satu tujuan awal dibentuknya DPD RI sebagaimana banyak dibicarakan oleh para “empu” konstitusi Indonesia adalah untuk meningkatkan partisipasi daerah dalam pengelolaan Negara di tingkat pusat. Namun cita-cita itu hanya utopis para akademisi, kenyataannya DPD RI hanya menjadi lembaga tak bergigi.
Dengan anggota yang dapat dihitung sebanyak 132 orang yang terdiri dari 4 orang perwakilan dari 34 Provinsi.Jumlah tersebut akan hanya bertambah 4 orang seiring dengan bertambahnya jumlah Provinsi di Indonesia. Maka kekuatan politik dari lembaga DPD RI maupun anggotanya tidak menggigit untuk memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat pusat. Karena jika sudah bergabung dengan DPR RI dalam sidang MPR RI, jumlah tersebut kurang dari sepertiga jumlah anggota DPR RI, hingga apabila adanya pengambilan keputusan dalam sidang MPR, DPD RI tidak dapat berbuat apa-apa.
Menarik untuk mengamati Fenomena yang terjadi menjelang Pemilu 2014. Banyak calon-calon DPD RI mengkampanyekan dirinya. Hal tersebut mengusik hati penulis seiring pertanyaan kenapa mereka sangat berambisi untuk menjadi anggota DPD RI. Padahal kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (M3D) sangat tidak seimbang dengan harapan dari pembentukan DPD RI tersebut pada awalnya, pengaturan tersebut didasari dengan ketentuan dalam UUD 1945 terutama pasal 22C dan 22D.
Sebagai contoh saja pucuk pimpinan DPD RI periode 2009-2014 tidak begitu berperan dalam jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Irman Gusman Ketua DPD RI ikut konvensi calon Presiden dari Partai Demokrat, entah frustasi karena tidak bisa banyak berbuat atau karena ambisi. Wakil DPD , La Ode Ida entah kemana menghilangnya. Kalau tidak membuat sensasi, maka kehidupan anggota DPD RI akan terisolasi dan tidak menarik untuk diberitakan.
Sesaat Jokowi terpilih mejadi Gubernur Jakarta, penulis mempertanyakan apa yang telah dilakukan oleh AM. Fatwa dalam membangun DKI Jakarta. Akibat pertanyaan tersebut, penulis dikejar oleh tim sukses AM. Fatwa, bahwa disebut penulis tidak mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh AM. Fatwa, “kalau tidak tahu, tidak usah ngomong”, menanggapi hal tersebut penulis hanya tersenyum saja, memang kenyataannyaseorang AM Fatwa yang anggota DPD RI dari Propinsi Jakarta tidak akan bisa berbuat banyak dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Akan sangat lucu bagi calon legislatif DPD RI mau berbuat banyak dengan terpilihnya dirinya, rakyat yang lugu atau caleg yang gila? Adakah calon anggota legislatif untuk DPD RI memahami apa yang menjadi tugas dan wewenangnya? Hal ini pantas dijadikan sebuah penelitian tersendiri.
Kewenangan DPD RI yang hanya “dapat” mengajukan beberapa usulan RUU pada urusan tertentu, kewenangan untuk “ikut membahas”, dan melakukan pengawasan terhadap jalannya beberapa UU untuk kemudian menyampaikan pengawasan tersebut kepada DPR RI, akan sangat lucu bagi kewenangan sebuah lembaga negara.
Kalau sekedar “”dapat” mengajukan RUU, maka seluruh rakyat Indonesia juga “dapat” mengajukan RUU pada wakil mereka di DPR RI. Kalau sekedar ikut membahas tanpa dapat memutuskan, maka DPD RI hanya sebagai “tim ahli” yang boleh didengar pendapatnya boleh tidak. Jika kalau hanya menyampaikan pengawasan kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti, rakyat banyak, atau LSM/Ormas juga bisa. Kalau demikian bisa saja kita sebut DPD RI sebagai LSM/Ormas Plat Merah milik pemerintah.
DPD RI hanya menjadi lembaga mubazir yang menyedot uang negara untuk penyelenggaraan pemilunya, untuk persidangannya, untuk aktifitas jemput aspirasi dan turun kebawahnya, untuk kungkernya, mubazir sudah, karena seluruh aktifitas DPD RI dengan anggotanya tidak membawa dampak signifikan bagi penyelenggaraan negara.
GOLPUT Untuk DPD RI!!! karena kalau anda memilih calon anggota DPD RI sama saja anda berbuat mubazir dengan memilih anggota untuk lembaga negara yang Mubazir.
Ralat : tulisan mengenai pengaturan DPD RI dalam UUD 1945 sebelumnya ditulis bahwa diatur dalam Pasal 22A, 22B, 22C dan 22D, diralat menjadi diatur dalam Pasal 22C dan 22D. mohon maaf atas ketidak telitiannya
wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H