Sexy Killers! Seperti namanya, film dokumenter ini mampu mengalihkan belasan juta perhatian publik secara mengezutkan. Mengalihkan perhatian publik dari dua pasangan calon presiden yang berkontestasi. Sejak diluncurkan di kanal youtube 13 April dini hari, kini sudah ditonton sedikitnya 18,5 juta orang. Biasanya orang Indonesia menonton youtube itu minimal empat orang satu layar. Jadi 18,5 juta dikali 4. Luar biasa, toh, Bung!
Bung, dikau yang punya subscriber lebih dari 4 juta akun, pun tertarik mengulasnya dalam video berdurasi 11 menit 9 detik. Saya menonton konten itu dengan seksama.Â
Saya termasuk dari 1,6 juta viewers-nya. Saya membayangkan, lebih tepatnya berharap di menit-menit terakhir, Bung akan memberi tambahan energi positif bagi kelompok milenial dan para korban tambang batu bara yang kini ingin mendorong perbaikan bangsa ini. Ternyata zonk.
Bung mengakui ada kerusakan alam Indonesia akibat pertambangan batu bara. Tapi sayangnya, ada tiga pernyataan Bung dalam video itu yang membuat saya berpikir bahwa konten Bung ini hanya memanfaatkan viralitas Sexy Killers. Mendongkrak viewers. Tak lebih.
Pertama, Bung menyebut, hari ini tidak ada yang bisa dilakukan untuk mendorong perbaikan tata kelola kelistrikan nasional. "Gak ada. Seriously, gak ada. Menurut guwe, gak ada. Lu bisa demo, lu bisa marah, lu bisa berdiri berapa jam di depan kantor pemerintahan kita. Tapi basic-basic-nya gak ada penyelesaiannya."
Kedua, Bung memberikan dua solusi dalam merespon materi dan pesan dari Sexy Killers ini. "Kita mulai dengan peduli lingkungan kita. Buang sampah jangan sembarangan." Saya terperangah dengan solusi ini. Walau Bung mengerti bahwa solusi ini tidak akan mengubah apa-apa. Saya masih terperangah.
Solusi kedua yang bung sebut adalah dibutuhkan orang gila yang berani dan muncul sebagai pahlawan. "Dan itu bukan guwe, dan itu bukan kalian yang menonton." Bung menutupnya dengan kalimat pamungkas ini, "Siapa pun pemerintahnya, siapa presidennya, it will never change anything."
Akh, Bung Deddy. Saya berharap, ulasan Smart People macam ini tidak ditonton oleh jutaan orang yang menjadi korban industri tambang di hulu. Dan tidak disaksikan oleh petani, nelayan di sektor hilir yang mata pencaharian mereka terenggut oleh batu bara.
Bung tahu, harapan untuk #bersihkanindonesia kini sedang menyala-nyala di hati milenial. Mereka terhenyak ketika mengetahui, energi listrik yang mereka pakai untuk membuat konten seperti yang Bung lakukan itu, ternyata kotor dan berbiaya besar dengan kerusakan masif. Gerakan kesadaran ini tumbuh cepat, Bung. Narasi Sexy Killers sangat mudah dipahami. Mereka kini bersuara lantang, Bung. Mereka tak ingin terus terhubung dengan energi kotor, Bung. Mereka tahu dan sadar, bahwa Indonesia tanpa polusi, Indonesia tanpa korupsi adalah masa depan mereka. Mereka ingin mengambilalih arah masa depan.
Padahal Bung sendiri sengaja menunda publikasi video itu. Menunggu pilpres berlalu. Secara tidak langsung, bung memahami bahwa film ini begitu kuat. Kuat karena memaparkan fakta-fakta tak terbantahkan. Gambar-gambar kerusakan yang akan membangkitkan kemarahan orang tak bisa lagi ditepis. Kisah-kisah kehancuran ekonomi dan sosial masyarakat kita sangat nyata. Bung sangat paham bahwa skandal-skandal investasi batu bara yang terungkap dalam film ini sangat terang-benderang. Bung juga kini baru tahu, nama-nama beken di balik oligarki pebisnis tambang yang menguasai kebijakan energi kita.
Bung khawatir film ini membuat orang golput dan mempertanyakan kenapa film ini dirilis jelang pemilihan. Seperti halnya bung yang sengaja memilih waktu yang tepat merilis video ulasan Sexy Killers ini, pembuat film ini juga berpikir sama. Mereka ingin isu batu bara dan oligarki bisnis kotor ini menjadi perdebatan publik. Dan waktunya sangat tepat menjelang pencoblosan. Dan kini sudah 18,5 juta orang menontonnya, Bung.
Tapi Bung, kenapa abaikan kesaksian mereka yang mempertahankan tanah, ladang dan laut dari kerusakan mengerikan dari batu bara. Coba lihat dalam-dalam mata mereka saat menceritakan perjuangan mereka, Bung. Lihat dalam-dalam bagaimana mereka menjalankan kehidupan.
Di film ini, Bung juga paham bahwa Indonesia diberkahi sumber energi bersih terbarukan yang melimpah ruah. Tapi Bung, pemerintah kita lebih memilih mengandalkan sumber batu bara. Karena oligarki tambanglah yang memberi keuntungan bagi segelintir mereka.