Mohon tunggu...
Zam Zami
Zam Zami Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kelahiran Padang Januari 4. Baru pernah merantau ke Jakarta, Pontianak, Duri dan Pekanbaru. Mantan wartawan di korannya KG dan reporter radio "they call it smart". Kini berminat pada masalah lingkungan, jurnalistik dan suka merantau juga makan-makan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menakar Ide Pengacara JK Vs Hape SBY

24 November 2010   13:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:20 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12906050531685973694

[caption id="attachment_76684" align="alignleft" width="275" caption="SBY dan JK"][/caption] Saya sungguh enggan memperdebatkan siapa yang pantas memimpin negara ini dan tampil membenahi sistem birokrasi dan hukum yang sebobrok saat ini. Indonesia, sejak akhir Oktober lalu dirundung bencana besar. Dari banjir bandang wasior yang meluluh-lantakkan bumi papua, sapuan tsunami yang membekas hingga hujan debu yang menghantar ratusan jiwa ke pusara. Di tengah persoalan itu, tampil Gayus H Tambunan yang memakai wig plesiran ke Bali. Mari kita lihat apa saja kebijakan yang telah dikeluarkan oleh presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyo. Dalam kasus Wasior yang merenggut ratusan jiwa, bukan solusi yang menjadi pencerahan bagi korban. Tetapi perdebatan soal apa penyebab banjir bandang yang membawa gelondongan kayu-kayu berdiameter besar yang muncul. Di dalam perdebatan itu, pemerintah melalui Menteri Kehutanannya, Zulkifli Hasan justru mempertontonkan mati-matian bagaimana ia mengklarifikasi pernyataannya bahwa deforestasi adalah sebab musibah itu. (vivanews) Pada tanggal 14 Oktober 2010, atau 10 hari setelah bencana itu, presiden terbang ke lapangan untuk mengatasi masalah dan menenangkan para korban. Tapi apa yang muncul di media? justru bantahan presiden SBY atas menterinya yang muncul di media-media. Menurut pemantauan SBY setelah 10 hari berlalu, banjir disebabkan karena alam bukan manusia. (kompas) Tentu saja para korban banjir yang kehilangan sanak-saudara tak butuh perdebatan itu. Masih soal Wasior, seorang temen wartawan terkaget mendengar pengalaman wartawan yang  ikut rombongan presiden. Ceritanya saat presiden turun dari mobil, ternyata sudah disediakan karpet merah. (semoga bagian ini tak benar). Pikiranku mulai liar dengan pengalaman ini, kenapa SBY membiarkan orang-orang memperlakukannya seperti raja di saat yang sungguh tidak tepat? Itu artinya orang-orang sekeliling dia salah memberi pelayanan atau justru sebaliknya, pelayan dan pejabat di sekelilingnya mengerti sekali apa yang diinginkan presiden. Cerita tentang kunjungan ini sangat apik dirangkai seorang wartawan di blog pribadinya. Judulnya menarik, Tampil Sempurna di Tengah Bencana. (blog) Anda akan temukan bagaimana lokasi yang tidak ada pengungsinya tiba-tiba penuh sesak setelah pengungsinya dimobilisasi oleh pejabat-pejabat terkait. Di bencana Merapi, cara kerja Presiden untuk menangani bencana juga sama anehnya dengan saat mengunjungi Wasior. Presiden sempat berpikir tentang bagaimana pemerintah menyediakan dana untuk membeli ternak-ternak pengungsi yang sudah mati. Namun menarik adalah saat ia berkunjung, ternyata ia turut membiarkan para bawahan untuk melayaninya bak Raja. Cerita ini ditulis sebuah media (inilah.com). Dalam berita itu disebutkan, menjelang kunjungan presiden, jalan-jalan diperbagus. Becek, tak lagi becek. Berlubang telah ditambal. Pengungsi yang awalnya tidur beralaskan tikar, tiba-tiba diberi bantuan kasur busa. Tapi itu hanya untuk pinjam pakai sehari. Alias setelah presiden berkunjung, maka kasur busa untuk anak-anak balita itu diambil lagi. Merapi yang terus bergolak membuat penanganan makin datar. Dan di saat pemerintah bingung menjawab tantangan penanganan bencana yang berminggu-minggu, Jusuf Kalla melalui PMI-nya kembali membuat gebrakan dengan memerintahkan borong habis roti di seluruh Yogya untuk menjamin ketersediaan makanan bagi pengungsi yang bertambah banyak. Selain itu, masyarakat awam pun takjub dengan kendaraan khusus di semua medan jenis Hagglunds. Meski hanya persoalan kendaraan, tapi pemberitaan ini sungguh membuat masyarakat, setidaknya saya dan teman-teman bahwa ada terobosan teknologi di tengah hambatan hamparan padang debu panas di jalan-jalan desa yang menghambat proses evakuasi warga dari letusan Merapi. Bencana Tsunami Mentawai, Sumatera Barat kembali menambah deretan panjang musibah bangsa ini. Apa yang dilakukan pemerintah? Yang paling menonjol dalam pemberitaan adalah justru bagaimana Palang Merah Indonesia di bawah komando JK membuat terobosan dengan memotong beberapa jam waktu evakuasi korban dari Mentawai ke daratan Pulau Sumatera. PMI membuat posko di Muko-muko, Bengkulu. Ide seperti inilah yang seharusnya muncul oleh pemerintah untuk mengatasi hambatan evakuasi korban dari Mentawai ke Padang karena badai dan gelombang tinggi. Belum habis perkara musibah alam di dalam negeri, datang pula berita tragedi kemanusiaan dari luar negeri. Sumiati, tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia asal NTB di Arab Saudi disiksa hingga bibirnya rusak, kurus dan wajah hancur. Belum habis beritanya, muncul berita TKW, Kikim Komalasari asal Cianjur ditemukan tewas dan jasadnya dibuang. Apa yang diperbuat pemerintah? Adalah ide pemberian Hape datang dari mulut pak presiden. Ide ini pun memunculkan kritikan bernada sinis. Bagaimana presiden bisa memiliki ide sedemikian dangkal untuk mengatasi persoalan klasik para TKI? Tapi untunglah kita punya JK. Ia pun kembali muncul dengan ide yang jauh di atas kedangkalan ide Hape. PMI memberikan bantuan pembiayaan untuk menyewa pengacara asing di luar negeri, tempat terjadinya kasus kekerasan. (inilah.com). Sejujurnya, saya berharap presiden SBY beralih 180 derajat dari cara pengelolaan pemerintah dan rakyat sekarang ini menjadi sosok pemimpin energik dan penuh dengan solusi-solusi cerdas serta bergerak cepat. Akan luar biasa bangsa ini seandainya presiden bisa memimpin tanpa harus berpoles sebelum tampil dipublik, tanpa bawahan yang menjilat, tanpa birokrasi yang canggung, tanpa basa-basi, tanpa serimonial, tanpa karpet merah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun