Mohon tunggu...
Zamroni Abidin
Zamroni Abidin Mohon Tunggu... -

biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keluyuran Vol IV (Bali Beach)

7 September 2014   01:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:25 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Miftahul Huda. Itulah nama kedua sohib yang telah membantuku. Kelak, kedua orang ini pula yang berada dibelakang keluyuranku hingga ke Ciganjur menemui Gus Dur. (untuk kisah ini nanti akan ditayangkan pada vol2 berikutnya. Sabar aja ya…?).

Kebaikan budi Mif dan Takhul, panggilan kedua teman ini hingga kini masih teringat. Betapa tidak, uang 700 ribu kala itu –tahun 1992- cukup besar. Kalau sekarang bisa 13 juta lebih. Estimasinya, jika saat itu harga emas di kisaran 25 ribu/gr, maka uang 700 ribu tersebut setara dengan 28gr emas 24 karat. Jika sekarang emas di hargai 490 ribu, hitung aja sendiri berapa jumlahnya?. Bayangkan uang 13 juta dipinjamkan pada anak kelas 2 aliyah, belum bekerja yang kemampuan nyaurnya sangat2 diragukan.

Takhul –ketika itu- bukanlah orang berkecukupan. Ia adalah seorang yatim. Sejak kecil ia sudah menjadi tulang punggung keluarganya. Usahanya pun masih dalam tahap merintis. Namun rasa iba dan kebaikan hatinya mendorongnya melakukan tindakan mulia tersebut. Mif juga demikian, sama2 anak yatim. Namun masih mendingan. Orang tuanya meninggalkan harta yang cukup. Kala itu ia masih kuliah dan belum bekerja secara full.

Persahabatan kami di mulai dari kegiatan IPNU-IPPNU. Yaitu organisasi kepemudaan yang merupakan badan otonomi (banom) Nahdlatul Ulama’. Saat itu, pergerakan IPNU-IPPNU sangat mobil dan dinamis. Kegiatannya semarak dan beraneka. Malah ketika itu ada “prahara”. Ketua ranting yang ada, tidak disukai terutama oleh para senior karna dinilai arogan. Saya yang merupakan kader anyar, dianggap rising star, digadang2 akan menggantikan ketua.

Terus terang saya takut dan pakewuh. Takut karna masih anggota baru. Belum berpengalaman. Pakewuh sebab ketua itulah yg pertama kali mengajak saya ikut dalam organisasi kepemudaan tersebut. Dan saya takdim serta salut dengan gaya kepemimpinannya. Belakangan saya tahu, bahwa sang ketua ini memang orangnya cerdas. Langkahnya progresif jauh kedepan.

Takhul, yang ketika itu menjabat wakil ketua, mengendus gelagat ini. Egonya berontak. Merasa posisinya akan di ungguli oleh anak kemaren sore. Maka lewat manuvernya, ia akhirnya terpilih sebagai ketua. Sementara saya hanya sebatas calon. Hebatnya, sehari setelah suksesi, takhul datang kerumah. Ia utarakan segala hal mengenai pemilihan itu. Komunikasi berjalan sangat lancar. Dari hati ke hati. Sampailah pembicaraan pada satu kesamaan visi dan misi.

Sukses level ranting, membawa kami ke level berikutnya, anak cabang (ancab). Di ancap inilah kami bertemu dengan MIf. Seorang anak dengan idealis tinggi jebolan pesantren langitan. Kapasitas diri ditunjang masih keturunan “darah biru” membawa Mif menjadi ketua IPNU ancab kebomas. Tak lama berselang kami bertiga menjadi akrab. Mif hebat dalam konsep dan pemikiran. Namun ia lemah di lapangan. Ia membutuhkan kader yang tahu banyak geliat IPNU di level bawah (ranting) maka di pilihlah Takhul. Takhul sendiri tidak pede bila harus berjibaku sendirian. Ia memerlukan kader yang punya gaya komunikasi yang handal. Dikenal luas dan disukai para wanita terutama dari kalangan IPPNU. Pilihan itu jatuh pada diriku. Hehe….

Di tangan kami bertiga, IPNU-IPPNU ancab Kebomas menjelma menjadi sangat dinamis. Kegiatan yang dilakukan tidak jumud melulu pengajian. Dialog budaya sampai penerbitan bulletin bisa kami adakan. Pokoknya tiga serangkai kala itu begitu fenomenal dan factual. (niru gayae tukul hehe…).

Kembali ke laptop. Menginjak kelas 3 aliyah, momen yang kutunggu akhirnya tiba. Ayah memberi kepercayaan padaku untuk setoran ke Bali. Ya.. pergi ke bali inilah yang paling ku nantikan. Tidak saja sebagai ajang pembuktian diri dari seluruh rangkaian daerah pangsa pasar ayah yang telah kujalani. Tetapi bali adalah daerah wisata yang mempesona. Siapa yang tak kenal bali? Siapa pula yang tak pengen kesana? Keindahan alamnya, keeksotikan pantainya, juga bule-bule nya. Sungguh, mimpi itu terpendam sangat lama. Dan sebentar lagi bakal kesampaian.

Tidak seperti tujuan2 sebelumnya. Kali ini ayah cukup memberikan nama toko beserta alamatnya saja. “wes golek’ono toko Mario Silver jl. Legian” kata ayah ketika itu. Mungkin dianggap sudah berpengalaman, jadi ayah hanya memberi info yg secuil. Itupun aku anggap sudah cukup. Karna jauh2 hari aku sering melihat2 peta terutama yang ada hubungannya dg daerah pasar ayah. Maka tanpa melihat peta lagi aku yakin toko itu berada di Denpasar. Lebih dekat lagi dengan pantai Kuta. Sebuah pantai yg kerap kudengar namanya namun belum pernah sekalipun kudatangi.

Menjelang magrib aku berangkat dari rumah menuju bungur. Jam 9 malam bis Bali cepat berangkat. Dinihari sampai di terminal denpasar. Sempat bingung mencari musolah untuk subuhan, namun akhirnya ketemu juga. Selesai sholat, buruan mencari kendaraan ke legian. Sampai di depan toko terpaksa harus menunggu karna masih tutup, kepagian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun