Mohon tunggu...
Zulkifli Andi Mandasini
Zulkifli Andi Mandasini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku menulis, aku masih hidup!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gubernur Ahok dan Penduduk DKI Jakarta yang Pancasilais

14 November 2014   12:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:50 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DKI Jakarta yang merupakan provinsi ibu kota negara dan sebagai miniatur Indonesia menjadi daya tarik yang sangat besar untuk menjadi informasi multi-sektoral bagi masyarakat yang bukan hanya penduduk DKI Jakarta tapi juga Indonesia pada umumnya. Jabatan Gubernur DKI Jakarta tentunya mengikut sebagai jabatan yang seksi bagi seluruh rakyat negeri ini. Terbukti, bapak Joko Widodo (Presiden RI ke-7) yang saat itu masih menjabat sebagai walikota Solo di dampingi bapak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu juga menjabat sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014 yang akhirnya berhasil meraih suara terbanyak untuk menduduki kursi gubernur dan wakil gubernur setelah  mengalahkan incumbent pada putaran ke-dua. Ikut juga kontestasi pilgub pada saat itu, bapak Alex Noerdin yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan. Bapak Hidayat Nur Wahid yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua MPR RI periode 2004-2009 juga mencatatkan nama beliau sebagai calon gubernur yang membuktikan betapa 'tugas' menjadi Gubernur DKI Jakarta menjadi idaman para politikus.

Setahun Jokowi-Ahok memimpin DKI Jakarta dengan berbagai tugas yang belum selesai, (meskipun beberapa terobosan telah berhasil diselesaikan yang diantaranya Relokasi warga waduk pluit, transparansi APBD yang dapat diakses semua orang melalui situs resmi pemprov, dimulainya proyek MRT serta penambahan Bus Trans Jakarta, serta beberapa solusi untuk menyelesaikan masalah besar provinsi ini) Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden dan memenangkan perhelatan ini didampingi bapak Jusuf Kalla sebagai wakil Presiden. Nah, pemilih DKI Jakarta pada saat Pilpres 2014 dengan bayang-bayang bahwa jika Joko Widodo menjadi Presiden maka  Ahok menjadi Gubernur pengganti. Tercatat pemilih DKI Jakarta lebih banyak memilih Jokowi-JK dengan selisih 300.000 lebih dari pasangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014. Saya berpikir bahwa hal ini sudah cukup memberi bukti bahwa Jokowi-Ahok  memberikan kesan positif di masa pemerintahannya selama 1 tahun dan memberi bukti bahwa penduduk DKI Jakarta siap jika selanjutnya dipimpin oleh Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Sesuai agenda DPRD Jakarta setelah melaksanakan Rapat Pimpinan (Rapim), hari ini (14 Nopember 2014) bapak Basuki Tjahaja Purnama yang kita kenal dengan pak Ahok  diumumkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pak Ahok yang saat ini masih menjabat sebagai Plt Gubernur sejak  pengunduran diri bapak Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah banyak mendapatkan goncangan. Tapi sebaiknya kita harus kembali berpikir bahwa jabatan Gubernur DKI Jakarta merupakan jabatan yang seksi untuk diguncang sebagaimana yang saya paparkan di atas.

Cara bicara pak Ahok yang katanya kasar salah-satunya, hal ini kita harus cermati dari pola komunikasi seorang pemimpin harus tegas. Pada beberapa kondisi, seorang pemimpin harus bersuara keras. Pak Ahok adalah Insinyur disiplin ilmu Geologi dan bekas aktifis mahasiswa di mana harus dipahami bahwa dialek dan kosakata orang lapangan memang cenderung kasar dibandingkan orang-orang bergelut di bidang sosial terutama marketing. Tapi sejujurnya ini cuma kulit-kulit ketidak-sukaan segelintir orang yang jika dikaji lebih dalam tentunya sangat tidak substansial. Hal yang sebenarnya tidak diinginkan oleh sebagian orang adalah karena pak Ahok beragama Kristen dan sebagian sangat kecil lainnya adalah karena pak Ahok itu ber-etnis Tiongkok.

Di luar dari pembahasan berbau ORBA dan Politik itu, saya hanya ingin menegaskan bahwa Indonesia besar karena Pancasila dan UUD 1945-nya. Kehadiran Ahok menantang jiwa Pancasila yang sering kita dengungkan. Apakah memang Garuda di Dada kita atau hanya di mulut belaka. Eksistensi Ahok sebagai Gubernur menantang penduduknya untuk menjadi penduduk Pancasilais. Terakhir, saya muslim dan ingin di-Imam-i oleh muslim tapi untuk Gubernur Jakarta saya pribadi tidak punya opsi yang melebihi atau sekedar sejajar dengan kualitas pak Ahok, Bapak Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM. Selamat bekerja dan selamat mengemban amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun