Cireundeu merupakan salah satu kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan.  Kampung Cireundeu diperkirakan ada sejak abad ke 16 M. Asal usul nama Cireundeu berasal dari dua kata yaitu "Ci" yang artinya "air" dan "Reundeu"  berasal dari  tanaman Reundeu, tanaman Reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal. Dikampung Cireundeu terdapat 50 kepala kluarga atau berjumlah 600 jiwa.
   Masyarakat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaanyaayarakat, mereka hidup dalam lingkungan hetrogen atau beragam, mereka ada yang berkeyakinan muslim dan ada juga yang berkeyakinan secara adat atau  mereka yang berkeyakinan secara adat berpedoman pada nilai -- nilai  "Sunda Wiwitan". Walaupun masyarakat Cireundeu memiliki keyakinan yang berbeda mereka tetap membangun keharmonisa dengan cara ; 1. Mengamanatkan, berbeda pengakuan yang penting sepengertian, dikarenakan ada manusia yang hanya beranggapan berbeda pengakuan saja. 2. Kesadaran , bahwa boleh berbeda dan manusia pun boleh belajar apapun tidak terbata, baik tentang keyakianan, spiritual dan apaun itu dalam konteks hak asasi manusia yang mana didalamnya dijelaskan tidak melarang masyarakat untuk meyakini agama apapun.
   Berbicara tentang sunda wiwitan, dalam leluhur mereka kalau berbicara ketuhanan, tuhan itu bagi mereka tidak bisa di dongengkan, diobrolkan. Tuhan itu esa atau satu agamatik jadi jangan diperdebatkan. Mereka beribadah bisa dimanapun tidak menentukan harus mempunyai tempat seperti kepercayaan-kepercayaan lain, mereka beribadah biasanya disebut dengan bertapa atau berkomuniakasi langsung dengan Tuhan yang merkea percayai.
   Selain kepercayaan masyarakat Cireundeu yang berbeda dengan masyarakat umumnya, Cireundeu juga mengkonsumsi makanan pokok yang berbeda dengan masyarakat Indonesia yang lain. Masayarakat Indonesia mengkonsumsi makanan pokok yaitu beras yang dijadikan nasi, tetapi masyarakat Cireundeu mengkonsumsi makanan pokok singkong atau ubi diolah menajdi nasi. Sebagian penduduk Cireundeu mulai sejak tahun 1978 M tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai makanan pokok.
   Asal mula kenapa penduduk Cireundeu tidak mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok yaitu dikarenakan pada zaman dulu daerah tersebut pernah dijajah, sehingga kekurangan pangan terutama makanan pokok yaitu beras. Dikarenakan penduduk Cireundeu saat itu hanya mempunyai tanaman singkong maka dari itu mereka mengolah singkong tersebut menjadi makanan yang mereka makan selama masa penjajahan tersbeut dan tidak membuat mereka kekurangan makanan lagi. Jadi untuk menghormati jasa dan pengorbanan orang terdahulu masyarakat Cireundeu tetap mengkonsumsi singkong sebagai makanan pokok daerah tersebut sampai sekarang. Kemudian sampai sekarang Cireundeu dikenal dengan keunikannya dan juga merupakan penghasil singkong terbanyak.
   Setelah membahas tentang kepercayaan dan makanan pokok dari kampung Cireundeu kami diajak untuk mengeksplor pegunukan yang ada di daerah tersebut, gunung tersebut disebut dengan "Puncak Salam". Keunikan saat mendaki puncak tersebut yaitu setiap pendaki yang mau naik keatas puncak harus melepaskan alas kaki atau tidak boleh menggunakan alas kaki sedikitpun. Mereka menjelaskan bahwa mengapa harus melepaskan alas kaki yaitu karena agar bisa merasakan cobaan kehidupandan mereasakan bagaimana orang terdahulu dapat bertahan di masa penjajahan yang tidak ada apa-apa seperti barang-barang modern sekarang.
   Puncak salam mempunyai konsep yang selalu diingat sejak zaman dahulu sampai sekarang, yaitu lokasi puncak salam terbagi menjadi tiga bagian, adapun bagian-bagiannya antara lain; 1. Laweung Larangan (Hutan Terlarang), hutan itu dilarang untuk ditebang dikarenakan hutan itu merupakan hutan yang digunakan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat kampung tersebut, kemudian ada alarangan tidak boleh menggunakan pakain berwarna merah saat ke hutan tersebut karena merah itu melambnagkan emosi. 2. Laweung Tututpan (Hutan Reboisasi), hutan itu digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut bisa digunakan pepohonannya tetapi siapa pun yang menggunakannya harus meananam kembali. 3. Laweung Baladaha (Hutan Pertanian), hutan itu yang digunakan masyarakat untuk berkebun, biasanya mereka berkebun singkong, jagung dan kacang-kacangan.
   Kampung Cireundeu sekarang menjadi salah satu tempat wisata dan penelitian-penelitian, dikarenakan keunikannya dan adat yang masih sangat kental di tanamkan dalam penduduk Cireundeu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H