Mohon tunggu...
Zallza Intan Brelliani
Zallza Intan Brelliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Farmasi STIFAR Yayasan Pharmasi Semarang

Gemar membaca dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Resistensi Antibiotik: Ancaman bagi Kesehatan Dunia

19 Desember 2024   22:36 Diperbarui: 19 Desember 2024   22:39 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Antibiotik merupakan obat yang sangat diperlukan untuk mengobati penyakit infeksi akibat bakteri patogen. Namun, penggunaannya dengan dosis dan waktu yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik merupakan fenomena yang terjadi ketika antibiotik sudah kehilangan efisiensinya dalam membunuh dan/atau melemahkan bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri bermutasi dan menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas antibiotik. 

Ketika memberikan antibiotik, biasanya seorang dokter akan mengharuskan untuk menghabiskan penggunaannya. Hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan karena menghabiskan penggunaan antibiotik merupakan salah satu langkah awal untuk mencegah terjadinya resitensi antibiotik. Dengan menghabiskan antibiotik yang telah diresepkan, peluang terjadinya mutasi bakteri yang dapat menyebabkan bakteri tersebut kebal terhadap pemberian antibiotik dapat diminimalisir. 

Terjadinya resistensi antibiotik tidak hanya disebabkan dengan mengkonsumsi antibiotik sebagai obat yang dapat membunuh bakteri. Namun, antibiotik juga sering digunakan dalam bidang pertanian sebagai pengendali bakteri pada sayur, buah, maupun tanaman hias. Hal ini menuntut masyarakat untuk lebih jeli dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik.

Peningkatan kasus resistensi antibiotik menjadi ancaman bagi kesehatan dunia. Salah satu penyebab meningkatnya kasus resistensi adalah penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. Hal ini didukung dengan mudahnya akses memperoleh antibiotik tanpa resep dokter yang dijual di apotek atau bahkan di warung kelontong. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang resistensi antibiotik juga mempengaruhi tingginya kasus resistensi antibiotik. Oleh karena itu, perlu adanya pemberian edukasi tentang penggunaan antibiotik yang baik kepada masyarakat luas. 

Dokter dapat mendiagnosis resistensi antibiotik melalui tes kultur darah dan tes kultur urine atau kultur dahak. Tes kultur darah dilakukan untk memastikan ada tidaknya bakteri di dalam darah. Selain itu, tes kultur urine atau kultur dahak dikakukan untuk mengetahui sumber infeksi bakteri tersebut. Dalam mengatasi resistensi antibiotik biasanya dokter akan meresepkan dua jenis antibiotik atau lebih untuk membunuh bakteri tersebut. Namun, cara ini dapat meningkatkan efek samping akibat penggunaan obat ganda dan dosis yang tinggi.

Resistensi antibiotik juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang lebih serius. Kondisi ini dapat menyebabkan infeksi semakin memburuk, kerusakan organ, dan kematian sehingga penting untuk melakukan pencegahan dengan beberapa cara berikut:

  • Hanya mengkonsumsi antibiotik jika telah diresepkan oleh dokter dan mematuhi aturan penggunaannya
  • Rutin menjaga kebersihan dan vaksinasi untuk mencegah terjadinya infeksi
  • Tidak mengkonsumsi antibiotik jika penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh infeksi bakteri patogen
  • Memperhatikan makanan yang dikonsumsi 

Penggunaan antibiotik yang tepat dan pemberian edukasi kepada masyarakat luas menjadi langkah terpenting dalam pencegahan resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik bukanlah masalah kecil yang bisa disepelekan. Resistensi antibiotik merupakan masalah serius yang dapat mengancam kesehatan dunia. Jika kasus resistensi antibiotik terus meningkat dan tidak selaras dengan adanya penemuan antibiotik baru, maka seseorang yang menderita resistensi antibiotik cenderung tidak dapat ditangani dengan maksimal. Oleh karena itu, sebelum menggunakan antibiotik dan obat lainnya sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun