Di kampus, sering kali kita menjumpai kelompok aneh yang disebut Abang-Abangan kampus. Orang-orang ini terlihat terlibat dalam diskusi yang hidup mengenai berbagai topik, suara mereka selaras dengan kebijaksanaan para filsuf berpengalaman. Cara bicara mereka yang unik dan pengetahuan yang luas membedakan mereka sebagai individu yang memiliki kebijaksanaan luar biasa.
Namun, apa yang membuat Abang-abangan kampus ini tampak memiliki kebijaksanaan yang mirip dengan seorang filsuf? Salah satu faktor penyebabnya adalah kegemaran mereka terlibat dalam percakapan yang mendalam dan rumit. Mereka sering mempelajari mata pelajaran seperti filsafat, politik, dan berbagai masalah kemasyarakatan, menggunakan gaya linguistik berbeda yang membedakan mereka dari mayoritas rekan-rekan mereka.
Selain itu, Abang-abangan kampus juga cenderung menggunakan frasa yang dipinjam dari karya filosofis terkenal. Mereka akan dengan mulus mengintegrasikan kutipan-kutipan dari para pemikir terkenal seperti Plato, Aristoteles, atau Nietzsche ke dalam diskusi mereka, sehingga menciptakan ilusi kedalaman dan bobot intelektual.
Selain asyik berbincang, Abang-abangan kampus kerap terlihat asyik mempelajari teks-teks filsafat yang padat di berbagai lokasi. Baik di kafetaria, perpustakaan, atau bahkan ruang kelas, orang-orang ini berkomitmen untuk memperluas pemahaman mereka tentang filsafat dan menjunjung tinggi reputasi mereka sebagai individu yang berpengetahuan.
Meskipun mereka tampak bijaksana, tidak jarang Abang-abangan kampus ini hanya memiliki pemahaman yang dangkal atau, dalam beberapa kasus, hanya sekedar keinginan tanpa pencapaian nyata. Perhatian mereka sering kali terpaku pada gambaran lahiriah dan cara bicara mereka yang unik, bukan pada pemahaman yang sesungguhnya atau menggali lebih dalam bidang filsafat.
Sangat penting bagi kita, sebagai mahasiswa, untuk mengakui dan menghargai semangat yang dimiliki Abang-abangan kampus kita terhadap filsafat dan beragam masalah intelektual. Meskipun demikian, penting juga bagi mereka untuk tidak terpaku pada kefasihan berbicara dan penampilan luar saja. Di luar hal-hal yang dangkal, mereka harus benar-benar memahami dan menggali kedalaman pengetahuan filosofis agar dapat benar-benar memberikan dampak terhadap kemajuan intelektual dan sosial komunitas kita.
Terakhir, Abang-abangan kampus yang bertindak bijak layaknya filsuf tidak selamanya menjadi sorotan negatif. Namun, penting bagi mereka untuk tidak hanya tertarik dengan penampilannya yang mengesankan, tetapi juga untuk benar-benar memahami dan memperdalam pengetahuan filosofisnya. Padahal, filosof sejati bukanlah mereka yang hanya menguasai bahasa dan gaya bicara saja, melainkan mereka yang benar-benar memahami hakikat dan makna filsafat dalam kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H