Mohon tunggu...
Zalfa Marsha Qutranada
Zalfa Marsha Qutranada Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

SMAN 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisahku dan Kiara

23 November 2020   18:12 Diperbarui: 23 November 2020   18:13 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Namanya Kiara. Ia memiliki rambut hitam panjang yang terlihat menawan. Aku senang melihatnya tersenyum, oleh karena itu aku selalu melakukan segala hal konyol hanya untuk mendengarnya tertawa. Ia telah memeliharaku dari umurku masih 2 bulan. Ia sangat menyayangiku, dan akupun begitu. Setiap hari, kami selalu bermain di taman bersama. Ia sering melempar piringan plastik berwarna biru yang bisa terbang, dan aku mengejar dan menangkapnya dengan antusias. Kami bermain kejar-kejaran, main petak umpet, dan saat sudah pulang, beristirahat bersama, makan, tidur dan masih banyak lagi. Dimanapun ia berada, aku pasti dekat dengannya. Ia telah menjadi segalanya bagiku.

Beberapa tahun berlalu, Kiara tumbuh menjadi seorang gadis yang cerdas dan cantik, aku tumbuh lebih besar dan kuat. Kata ibunya, tahun ini ia masuk SMA. Apa itu SMA? Apakah sama saja seperti SMP? Ah sudahlah, apapun itu, aku masih tetap ingin ikut! Saat ia membuka pintu, aku mengekor dan lompat-lompat gembira. 

"Sepertinya kamu lebih semangat untuk sekolah daripada aku ya, Taro?" kata Kiara tertawa kecil sambil mengusap kepalaku. Ia memasangkan tali kekang yang barusan diberikan oleh ibunya. Aku duduk di kursi belakang dengan kepala terjulur keluar jendela. Senang sekali merasakan angin lembut yang menerpa bulu kecoklatan ku. Mataku mengikuti rumah-rumah dan pohon yang dilewati oleh mobil. Seekor anjing lain yang sedang berjalan dengan lelaki paruh baya menggongong ke arah ku. Asik sekali! Aku tidak berhenti mengibaskan ekor.

Mobil berhenti didepan gedung tinggi berwarna putih gading. Di halaman depan, terlihat gerombolan anak-anak seumuran Kiara sedang berjalan menuju gerbang, mereka semua menggunakan tas yang warnanya berbeda-beda. Hehehe seperti mainan ku saja. Kiara menarik tasnya ke punggung dan pamit kepada kami berdua. Ibu pun mengarah pulang.

Jam 2 siang, Kiara belum pulang. Jam 4 sore, batang hidungnya tak kunjung terlihat. Saat aku sedang rebahan di sofa ruang tengah, Ibu mengambil kunci mobil dan pergi. Wah apakah dia akan menjemput Kiara sekarang? Aku pun melanjutkan menatap keluar jendela. Tidak terasa, keduanya sudah sampai  rumah. Kiara mengusap belakang telingaku dan bermain sebentar. Ia bercerita tentang hari pertamanya di SMA, ia bilang sudah punya banyak teman. Setelah bersih diri, ia masuk kamar bersamaku dan tidur siang. 

Waktu berjalan sangat cepat, saat ia sudah memasuki tahun-tahun terakhir SMA, aku jadi jarang bermain dengan Kiara, Ia selalu pulang malam, dan sekalipun tidak sekolah, ia pasti mengurung diri di kamar untuk belajar (aku mendengar ibu). Tidak terasa, ia telah menyelesaikan SMA. Kiara membawa banyak sekali barang ke sekolahnya, hmm aneh. Kiara pun pamit dan memeluk kami semua dengan erat, Ibu menyeka matanya yang berair. katanya binatang peliharaan tidak diperbolehkan ikut ke sekolah tujuannya itu jadi aku tetap dirumah.

Aku sudah tua sekarang. Bulu kecoklatan ku mulai pudar dan beberapa bagian memutih. Aku sudah tidak bisa berlari secepat dulu, aku mudah kelelahan dan jatuh sakit. Kiara sangat jarang pulang ke rumah, kemanakah ia? Aku merindukan tawa candamu, cerita-cerita menyenangkan, AKU MERINDUKAN KIARA! Aku selalu menunggu kedatangannya di depan pintu, melihat keluar setiap mendengar suara mobil, setiap ia menelpon, aku ikut menyapanya walaupun mungkin dia tidak mengerti apapun. 

Suatu malam, kakiku tiba-tiba terasa lemah, pandanganku buram, aku terjatuh ditengah rumah. Ibu menelpon Kiara dan ayah menggendong ku ke dalam mobil. Keduanya terlihat sangat panik. Aku dilarikan ke dokter hewan. Dokter bilang aku sudah tidak mempunyai waktu lagi, ternyata jantungku makin hari makin melemah tanpa kusadari. Katanya, satu-satunya solusi adalah "menidurkan" ku. Ibu menangis tersedu-sedu, apakah berarti ini adalah akhir dari hidupku? Aku dibawa masuk ke dalam ruangan yang terang dan aku ditidurkan di sebuah meja. Saat itu juga, Kiara masuk ke ruangan dengan mata sembab dan lari memelukku. Disitu aku merasa nyaman di dekapannya, aku tidak peduli dengan usiaku sekarang, yang penting Kiara sudah ada di sebelah ku di waktu-waktu terakhir di dunia ini, aku sudah senang. Dokter menyuntikkan sesuatu di kaki belakangku, mataku terasa sangat berat, badanku sulit digerakkan. Dengan mata berkaca-kaca, ia tersenyum tipis. Terima kasih banyak Kiara atas segalanya, karena mu, sekarang aku bisa pergi dengan tenang dan melihat senyum mu untuk terakhir kalinya, aku berharap kita bisa bertemu lagi di kehidupan selanjutnya, selamat tinggal :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun