Indonesia merupakan negara kesatuan yang terkenal dengan budaya ramah tamah. Bentuk ramah tamah ini sudah mendarah daging dari zaman leluhur terdahulu. Salah satu budaya ramah tamah yang diterapkan masyarakat Indonesia yaitu gotong royong. Gotong
royong merupakan suatu kegiatan yang dilakukan bersama secara sukarela untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan ini sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia, seperti gotong royong membuat jembatan, kerja bakti membershikan lingkungan, gotong royong
memperbaiki jalan, dan kegiatan lainnya. Hal ini bisa berlaku dimana saja, baik di sekolah,lingkungan tempat tinggal, maupun tempat bekerja.
Selain mencapai tujuan bersama, gotong royong ini juga menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman. Masyarakat akan mengenal satu sama lain selama kegiatan berlangsung. Terciptanya lingkungan yang harmonis dan saling tolong menolong. Sebagaimana disampaikan oleh Kropotkin (2006) bahwa gotong royong tidak hanya sekedar aktifitas fisik, namun lebih pada solidaritas manusiawi.
Budaya gotong royong yang lekat dengan masyarakat ini merupakan bagian dari dasar negara. Sebagaimana yang disampaikan oleh Effendi (2013), bahwa berkembangnya tata -- tata kehidupan dan penghidupan Indonesia menurut zaman, gotong royong yang pada
dasarnya adalah suatu azas tata kehidupan dan penghidupan Indonesia asli dalam lingkungan masyarakat yang serba sederhana mekar menjadi Pancasila. Hal ini berarti gotong royong tidak dapat hilang begitu saja dari tatanan masyarakat Indonesia.
Namun belakangan ini, interaksi sosial masyarakat Indonesia telah berubah mengikuti perkembangan global. Masyarakat seakan krisis identitas sebagai warga Indonesia karena tidak sesuai dengan budaya Indonesia terdahulu. Saat ini, muncul nilai-nilai baru yang mengutamakan kebebasan. Ada kecenderungan masyarakat bersifat individualis yang bercampur dengan materialis. Sifat materialis yang berasal dari faktor ekonomi yang mendorong setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya dan mengutamakan kehidupan pribadi, yang kemudian muncul sifat individualis. Dengan demikian, masyarakat mengesampingkan moral kebersamaan, kekeluargaan, etika dan toleransi.
Selain perkembangan global, fenomena COVID-19 juga memiliki pengaruh besar terhadap perubahan interaksi sosial masyarakat. Menurut Huang et al. (2020), kondisi pandemi telah diakui sebagai penyebab utama disparitas dan insufisiensi kemajuan sosial danekonomi secara luas. Selama masa kasus COVID 19 berlangsung, masyarakat dihimbau untuk melakukan social distancing untuk meminimalisir penyebaran virus yang semakin luas. Bahkan pada saat itu digencarkan pula tagar "dirumahaja" di beragam sosial media sebagai aksi seruan untuk tidak keluar rumah.Â
Hal ini yang menimbulkan cara bersosialisasi yang berbeda, yaitu secara virtual lewat teknologi tanpa pertemuan tatap muka. Adanya virus covid-19 dimana-mana menyebabkan masyarakat lebih enggan untuk melakukan komunikasi yang tidak mendesak atau penting. Pandemi ini menyebabkan timbulnya mindset baru pada kebanyakan masyarakat, seperti menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas, dan juga tidak banyak melakukan sentuhan dengan orang lain (Sakti et al., 2021).
Kurangnya interaksi sosial selama pandemi COVID-19 ini membuat masyarakat kesulitan dalam membangun interaksi. Di sisi lain, masyarakat masih berhati-hati untuk mengadakan pertemuan secara langsung karena masih ketakutan dan khawatir akan terinfeksivirus.Â
Namun, ketidakpastian dan rasa takut secara terus menerus dapat meningkatkan perasaan bermusuhan di antara orang-orang yang mungkin menghasilkan pemikiran negatif dan dapat meningkatkan rasa keterancaman (Mishra et al., 2020). Kekhawatiran tersebut akan berpotensi membawa perubahan perilaku jangka panjang. Oleh karena itu, orang-orang telah dipaksa untuk menyesuaikan diri, seperti mengambil cara baru dalam berinteraksi, bekerja, belajar, berbelanja, dan berpergian (Milla, 2022).
Saat ini, kasus aktif COVID-19 terus mengalami penurunan. Menurut Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan akhir pandemi sudah terlihat. Meski begitu, ia menegaskan hingga saat ini Covid-19 belum selesai. Hal ini merupakan kabar baik bagi masyarakat Indonesia. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana masyarakat menyusun kembali tatanan sosial yang telah hilang selama masa pandemi.
Menghidupkan kembali budaya gotong royong merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan di lingkungan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, tentu saja membutuhkan usaha yang lebih besar karena masyarakat belum terbiasa untuk berkumpul di lingkungan umum. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran dari diri masyarakat dan dukungan penuh dari tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar.
Perlu adanya perbaikan pada sistem masyarakat itu sendiri, hal ini dapat dilakukan oleh pemimpin seperti ketua RT, RW dan Lurah atau Kades untuk lebih mengoptimalkan sosialisati tentang persatuan dan kebersamaan (Fusnika & Tyas, 2018). Peranan yang bisadilakukan oleh tokoh masyarakat yaitu dengan melakukan sosialisasi yang terbuka secara umum. Hal ini berarti, masyarakat ikut hadir dalam sosialisasi tersebut sehingga meningkatkan kesadaran diri untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan gotong royong.
Misalnya, dari kepala desa dalam sosialiasi menyatakan bahwa gotong royong adalah cerminan kerukunan antar tetangga. Selain itu, tokoh agama juga bisa berperan penting dalam sosialisasi ini dengan menyampaikan bahwa ciri manusia yang beriman adalah yangmelakukan kegiatan saling tolong menolong, menjaga persaudaraan, menjauhi sikap egois, dan menghargai orang lain.
Selain tokoh masyarakat, pemerintah juga memiliki peran penting agar kegiatan gotong royong terlaksana dengan baik. Pemerintah bisa menunjukan dukungannya dengan menyediakan sarana dan prasarana yang digunakan dalam gotong royong, misalnya denganmenyediakan alat kebersihan. Selain itu, pemerintah bisa juga menerjunkan langsung aparat pemerintahan. Biasanya Polisi Militer ikut serta dalam kegiatan gotong royong di lingkungan masyarakat. Kehadiran aparat pemerintah ini menunjukan kepedulian pemerintah yang kemudian akan menimbulkan semangat masyarakat dalam gotong royong.
REFERENSI
Fusnika & D. K. Tyas. 2018. Menumbuhkan kembali budaya kee'rja banyau sebagai nilai luhur masyarakat Desa Sungai Deras Kecamatan Ketungau Hilir Kabupaten Sintang. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. 9(2): 82-162.
Effendi, T. N. 2013. Budaya gotong royong masyarakat dalam perubahan sosial saat ini. Jurnal Pemikiran Sosiologi. 2(1): 1-18.
Kropotkin, P. 2006. Gotong Royong Kunci Kesejahteraan Sosial: Tumbangnya Darwinisme Sosial. Piramedia,.Depok.
Milla, M. N. 2022. Setelah pandemi : preferensi individu dan kelompok dalam interaksi sosial. Jurnal Psikologi Sosial. 20(2): 3-4.
Mishra, N. P., Das, S. S., Yadav, S., Khan, W., Afzal, M., Alarifi, A., kenawy, E. R., Ansari, M. T., Hasnain, M. S., & Nayak, A. K. 2020. Global impacts of pre- and post-COVID-19 pandemic: Focus on socio-economic consequences. Sensors International, 1(July).
Sakti, L. P., T. Sulistyaningsih, & T. Sulistyowati. 2021. Perubahan sosial masyarakat pasca pandemic COVID-19 di Kota Malang. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik. 6(2): 217-230.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H