Mohon tunggu...
Zalfah khusnia0504
Zalfah khusnia0504 Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiwa

hobi memasak dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendakwahkan Bisnis Online

20 Mei 2024   22:39 Diperbarui: 20 Mei 2024   23:14 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Zalfah Maulida K dan Syamsul Yakin

Mahasiswa dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saat ini, internet bukan hanya tempat untuk mencari informasi, tetapi juga tempat untuk mendapatkan uang. Segala macam barang dijual di situs jual beli online. Misalnya, pakaian, celana, taplak meja, buku, perangkat elektronik, mobil, makanan, dan minuman, dan daftarnya terlalu panjang. Ini adalah jenis bisnis online. 

Mencari uang di internet adalah usaha yang mudah dan murah. Tidak seperti transaksi offline, margin pasarnya tidak terbatas. Modal yang diperlukan untuk bisnis internet relatif lebih sedikit. Biaya operasional bahkan dapat ditekan sekecil mungkin. Tidak seperti bisnis offline, bisnis online buka setiap saat.

Pada awalnya, bisnis mubah atau boleh. Karena bisnis setelah era barter sejatinya saling menguntungkan. Dalam hal ini, bukan barang yang menghasilkan keuntungan, ptetapi uang yang dihasilkan dari penjualan barang atau jasa. Bisnis telah menjadi kenyataan sosio-antropologis dalam berbagai cara dan aturan sepanjang sejarah. 

Namun, pertanyaan tentang hukum halal atau haram sering muncul di kalangan bisnis online. Secara umum, bisnis yang memenuhi persyaratan hukum Islam dianggap halal. Misalnya, ada penjual dan pembeli; ada juga barang atau jasa yang diperjualbelikan. Ada juga percakapan, baik tulisan maupun lisan. Haram jika salah satu tidak dipenuhi.

Adanya penjual dalam bisnis online tetap menimbulkan pertanyaan tentang kepemilikan. Tidak diragukan lagi, kedua status penjual ini adalah halal, seperti halnya bisnis offline. Namun, ada status tambahan untuk penjual. Pertama, mereka yang menjual jasa pengadaan barang dengan meminta imbalan; kedua, mereka yang menjual barang yang tidak tersedia tetapi dapat mengirimkannya.

Selama kedua pihak setuju, transaksi ini dianggap sah. Syarat bisnis dianggap tidak terpenuhi jika salah satu dari dua pihak---penjual atau pembeli---kurang usia. Saat terjadi transaksi yang berikrar, baik lisan maupun tulisan, pemilik langsung atau orang yang didelegasikan atau diberi kuasa harus bertanggung jawab.

Apakah para ahli hukum Islam menganggap bisnis online memenuhi syarat jual beli konvensional? Menurut ortodoksi ulama, jual beli apa pun boleh sepanjang tidak melanggar syaratnya. Transaksi tersebut dilarang jika melanggar syarat jual beli, seperti tidak adanya barang. 

Namun, keberadaan barang secara fisik tidak merupakan syarat untuk transaksi. sementara bisnis online menampilkan deskripsi produk secara audio-visual. Dengan kata lain, media internet berfungsi sebagai ruang perjanjian. Penjual dan pembeli tidak perlu bertemu secara langsung. Bertemu secara langsung dengan penjual dan pembeli tidak merupakan syarat untuk jual beli.

Artinya, dalam bisnis online, penjual menawarkan barang lengkap, termasuk harga dan spesifikasinya, di media sosial, dan pembeli merespons dengan memesan barang tersebut secara online, sehingga terjadi pertemuan antara penjual dan pembeli. Jujur juga sangat penting. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun