Mohon tunggu...
Zalfa Hascaryo
Zalfa Hascaryo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sejarah, sains, teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak dan Cukai Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan

21 Agustus 2023   22:38 Diperbarui: 21 Agustus 2023   23:03 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah negara, salah satu kewajiban Indonesia adalah untuk memastikan kesejahteraan rakyat, termasuk di dalamnya kesehatan.  Namun Indonesia tentunya membutuhkan dana yang banyak untuk memenuhi kewajiban tersebut, salah satu cara Indonesia mencari dana adalah dengan pemungutan pajak dan cukai. Pemungutan pajak dan cukai sejak awal dilakukan untuk menambah pundi-pundi pendapatan negara. Hal ini tentunya penting untuk kelangsungan hidup bernegara. Salah satu barang yang pajak dan cukainya dipungut oleh pemerintah adalah rokok.

Sesuai dengan peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2017 tentang penggunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan, pajak rokok yang digunakan untuk menyokong pendanaan kesehatan adalah sebanyak 75 persen dari alokasi pelayanan kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya, meningkatkan promosi kesehatan, dan membangun atau memelihara fasilitas kesehatan.

Sedangkan cukai rokok memang sudah sejak lama dipungut oleh pemerintah Indonesia maupun negara lain. Cukai atau biasa disebut sin tax (Pajak dosa) adalah pajak yang dibayarkan karena dianggap menimbulkan sisi negative dalam hal moralitas. Selain itu, cukai juga disebut pigovian tax atau pajak yang dipungut karena dianggap memberikan pengaruh negatif pada kegiatan ekonomi yang lain. Menurut data dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada tahun 2016, cukai yang diambil dari rokok saat ini adalah sebanyak 9-10 persen atau sekitar 143 triliun rupiah.

Penerapan pajak dan cukai rokok tentunya bukan tanpa alasan. Pengenaan pajak dan cukai rokok diharapkan dapat menekan konsumsi rokok pada masyarakat. Menurut The Tobacco Atlas, pada tahun 2016 Indonesia menempati posisi pertama di ASEAN sebagai negara dengan perokok aktif terbanyak. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia membuat regulasi yang dapat mengurangi konsumsi rokok di Indonesia, mengingat zat-zat yang terkandung dalam rokok sangat berbahaya bagi tubuh.

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa ada lebih dari 8 juta orang meninggal setiap tahunnya karena konsumsi rokok, termasuk 1,3 juta di antaranya adalah perokok pasif. Dilihat dari kandungannya, satu batang rokok mengandung banyak sekali bahan kimia. Jika satu batang rokok itu dibakar, maka akan mengeluarkan 4000 bahan kimia yang tentunya berbahaya bagi tubuh manusia. Beberapa komponen gas asap rokok yaitu karbonmonoksida, karbondioksida, Hidrogen sianida, Amoniak, oksida dari Nitrogen dan senyawa Hidrokarbon. Sedangkan partikel rokok terdiri dari tar, nikotin, benzantraccne, benzopiren, fenol, cadmium, indol, karbarzol dan kresol. Zat-zat tersebut tentunya beracun dan dapat mengiritasi tubuh, bahkan beberapa bersifat karsinogenik, yaitu zat yang dapat menyebabkan kanker. Selain menyebabkan kanker, merokok juga dapat menyebabkan peradangan paru-paru dan saluran pernapasan. Bahkan pada perokok kronis, merokok dapat mengurangi elastisitas paru-paru sehingga memperkecil volume udara yang dapat masuk ke paru-paru dan menyebabkan sesak napas.

Sedangkan bagi perokok pasif, bahaya yang ditimbulkan pun tidak ringan. Seseorang dikatakan perokok pasif beresiko jika sudah terpapar rokok selama 15 menit dalam sehari. Kandungan karbonmonoksida dalam rokok dapat mengikat hemoglobin yang bertugas untuk menyuplai darah keseluruh bagian tubuh. Sehingga, darah yang beredar ke seluruh tubuh berkurang dan menyebabkan seseorang terkena anemia. Pada ibu hamil yang menjadi perokok pasif, asap rokok dapat mempengaruhi tumbuh kembang bayi dikandungannya dan meningkatkan kemungkinan bayi lahir prematur.

Melihat dari dampak rokok yang begitu merugikan banyak pihak, keputusan pemerintah untuk menggunakan pajaknya sebagai bantuan pelayanan kesehatan adalah langkah yang tepat. Pemanfaatan pajak rokok untuk pelayanan kesehatan dapat dilihat sebagai bentuk kompensasi yang harus dibayarkan oleh para perokok kepada orang-orang yang terdampak disekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun