Di Era modern seperti sekarang ini masyarakat dituntut untuk mengikuti perubahan zaman yang begitu pesat. Tuntutan itu didasari sifat kompetitif masyarakat sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap zaman. Sifat kompetitif ini menimbulkan kecenderungan masyarakat dunia yang dinamis, selalu berubah dan berkembang, dimanapun dan kapanpun mereka berada. Kedua sifat ini seakan tidak bisa lepas dan dipisahkan dalam kehidupan modern. Mau tidak mau masyarakat dunia mensifati diri mereka dengan keduanya sehingga bisa hidup sejajar dan searah dengan yang lainnya.
Modernisasi yang terjadi saat ini selalu melibatkan globalisasi dan berefek kepada intelektual masyarakat serta tatanan sosial yang terjadi. Hal ini tidak lepas dari budaya barat yang masuk ke dalam suatu komunitas masyarakat sehingga menjadi pertarungan antara budaya yang masuk dan budaya lokal yang ada. Pertarungan ini seakan menjadi bagian penting dalam perubahan tatanan sosial meskipun pada akhir kemungkinan budaya barat lebih mendominasi dan mematikan budaya lokal. Seakan membenarkan bahwa moderisme yang dibawa oleh barat mewajari bahwa dalam bermasyarakat perubahan itu pasti terjadi. Di saat itu terjadi, dimanakah posisi Islam saat itu terjadi?
Apa yang dihadapi umat islam tidaklah mudah. Banyak tantangan termasuk pertanyaan diatas mengenai posisi Islam dalam menghadapi modernisasi ini. Tantangan lain yang dihadapi umat islam adalah pemikiran, karena pemikiran dianggap tantangan fundamental yang harus dihadapi karena ternyata persoalan, problematika, dinamika kehidupan ekonomi, sosial, dan politik bersumber dari pemikiran. Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin selalu mengedepankan suatu perubahan positif dan selalu mengikuti perubahan dan perkembangan zaman serta menjaga intelektualitas umatnya.
Pembahasan isu-isu tentang Islam dan modernitas mungkin sudah banyak sekali dibahas oleh intelektual muslim maupun non-muslim. Namun pembahasan ini bukan berarti kuno atau basi. Dalam menghadapi nilai-nilai modernitas, Islam selalu mendapat sorotan karena isu-isu yang dihadirkan menimbulkan banyak sekali respon yang digaungkan oleh masyarakat dunia maupun masyarakat muslim sendiri. Respon inilah yang menyebabkan isu-isu yang terjadi tidak pernah pudar dikalangan kaum muslim.
Intelektual Islam bisa dikatakan adalah para ulama islam yang menekuni berbagai bidang ilmu dan mereka yang merasakan tantangan dan ancaman atas kehidupan modern dan sekuler yang berdampak pada keimanan umat dan amalannya sehingga mereka berniat mengembalikan kejayaan Islam yang pernah ada. Sejarah dunia telah merasakan bahwa Islam telah memimpin peradaban dunia dimana pusatnya ialah negara-negara Islam dan bahasa Arab menjadi pengantar dalam segala aspek keilmuan. Pada saat itulah Islam berjaya selama kurang lebih 1000 tahun lamanya meskipun pada akhir-akhir ini peradaban ini tergerus oleh peradaban modern yang dibawa oleh barat yang terus menerus berkembang pesat terhadap peradaban dunia. Sehingga intelektual Islam dinilai tertinggal terhadap modernitas serta begitu banyak tantangan dunia Islam terhadap serangan modern ini terutama bagi intelektual Islam. Peradaban modern ini memberi efek terhadap intelektual Islam. Ada diantanya yang silau akan perkembangan modern sehingga menjadi "modernist", ada juga yang berlebihan dalam menaggapi perubahan modern ini sehingga menjadi liberal dan menantang tradisi Islam yang lebih agung dan mukatabar. Meskipun begitu ada juga yang memegang teguh prinsip Islam dan prihatin terhadap umat Islam atas ketertinggalannya dan bagi mereka, penyelesaiannya adalah dengan mengikuti perkembangan barat. Prof. Ugi Suharto, seorang Associate Professor, University College of Bahrain menyebut bahwa, terdapat tantangan 3 serampang yang menyelimuti intelektual Islam yang itu datang dari luar (eksternal) dan 2 tantangan dari dalam (internal). Tantangan dari luar ialah tantangan peradaban modern yang dibawa oleh barat, tantangan dari dalam dibagi oleh beliau menjadi 2 bagian. Pertama dari intelektual muslim yang modernist dan liberal atau disebut aqliyun dan yang kedua dari intelektual muslim modernist atau disebut menyebutnya naqliyun yaitu ulama yang berpegang teguh pada nash.
Modernisme selalu merujuk pada perkembangan zaman. Prof Ugi Suharto menyebut bahwa modernisme adalah suatu gerakan pemikiran yang memberi penekanan pada kekuatan manusia untuk menciptakan dan membentuk kembali suatu peradaban dengan bantuan sains dan teknologi , maka sentral dari suatu modernitas adalah sains dan teknologi. Tidak heran zaman Rasulullah sampai abad pertengahan itu dianggap ketinggalan zaman dan menghambat kemodernan. Bagi modernisme, pemikiran agama juga harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Selain itu terdapat ciri dari suatu modernisme adalah konsep pembangunan, demokrasi, filsafat dan metodologi berpikir modernisme. Ciri tersebut lahir dari pemikiran modern yang bersifat rasional dan empiris. Tidak kalah pentingnya bahwa berpikir modern juga menjunjung tinggi sekulerisme yang menafikan nilai-nilai ruhani dan diserahkan kepada masing-masing individu.
Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar ini juga menghadapi modernisasi barat terutama bagi intelektual muslim Indonesia. Karena sejatinya dalam proyek jangka panjang UUD 1945, dibutuhkan para intelektual yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Nilai-nilai keislaman harusnya selalu tumbuh dalam kehidupan intelektual bangsa ini. Tantangan yang dialami intelektual muslim Indonesia tidak lain dan tidak bukan adalah kaum muslimin dalam memandang ilmu-ilmu agama, memandang ilmu pengetahuan modern dan bagaimana menyikapi keduanya. Tantangan ini seakan berdampak pada pendidikan Indonesia kedepannya, dimana kaum muda saat ini digadang-gadang menjadi pendorong utama berbagai sektor, mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial bahkan politik. Pemanfaatan bonus demografi Indonesia tidak semata beban kaum muda. Peranan intelektual sangatlah penting dalam membentuk kualitas sumber utama bonus demografi ini.
Timbul masalah, apakah dengan tantangan moderisme ini apakah kaum muda saat ini mampu melewatinya dan apakah para intelektual bisa mendidik anak bangsa ini sehingga menjadi objek potential growth. Peranan penting potential growth yang terpenting ialah kecerdasan masyarakat, intelektual masyarakat, keterampilan skil masyarakat . Maka Indonesia mempunyai tugas berat jika ingin menggapai Indonesia Emas 2045. Mendidik anak bangsa terutama generasi z yang menjadi poin penting dalam bonus demograsi Indonesia, tidak hanya secara intelektual melainkan moral, nilai-nilai agama dan masyarakat.
Moral kaum muda saat ini dinilai turun dan bisa dikatakan mulai tergiring pada modernisme serta semakin menjauh dari nilai-nilai agama. Para intelektual dituntut untuk mampu menuntun masyarakat terutama kaum muda memperbaiki moral kaum muda. Kecerdasan intelektual hanya sebatas media untuk menangkap, mengungkap dinamika dan perkembangan serta melaksanakan amal saleh , artinya orientasi pendidikan tidak hanya mengembangkan kecerdasan melainkan bagaimana implementasi dan memanfaatkan kecerdasan tersebut untuk berbuat kebaikan, menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasulnya, mengembangkan intelektual sehingga dapat dirasakan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Diantara tawaran dalam menghadapi tantangan ini adalah bagaimana generasi z harus mampu memahami apa yang dihadapinya, kembali kepada visi beragama yang mana agama selalu menuntun kepada kebaikan, islamisasi pengetahuan dan keilmuan. Penanaman adab juga sangatlah penting dalam membentuk karakter intelektual muslim. Pengetahuan fundamental keislaman juga menjadi landasan penting dan menjadi penguat dalam perkembangan intelektual Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H