rumah:
Pagar lekuk besi atau susunan bahan berbatu, berpasir, bersemen dan berbata. Atau lagi, sekadar deretan bilah kayu hingga bambu yang berbaris rapi pun tertata tinggi. Terhindar dari tatapan curiga, semisal mata-mata tetangga?
Yang kau sebut rumah:
Pintu majal kayu jati ukiran selera tempo dulu, atau hiasan terali mozaik kaku. Atau lagi, cuma lapisan kaca tembus pandang yang membentengi ruang tamu. Tak terbiar berdebu, walau acapkali bisu.
Yang kau sebut rumah:
Kamar tidur yang dikuasai kasur, lemari pakaian, cermin dan meja rias. Atau lagi, tempelan mesin pegantur suhu hingga televisi layar datar. Padahal malam nyaris tiap hari bersaksi, hanya mendengar dengkuran sesekali.
Yang kau sebut rumah:
Gemercik air di kamar mandi pagi-pagi sekali, atau guyuran terburu pada raga yang tertipu matahari. Atau lagi, tergesa memilih baju, memakai sepatu dan menjumput gantungan kunci pintu:. Sekilas terdengar sapaan hambar basa basi mengiringi ucapan: Pulang jam berapa hari ini?
Yang kau sebut rumah:
Dinding warna-warni dengan wangi yang sepi. Aroma merica, bawang putih, bawang merah, ketumbar hingga butiran garam dan sepaket penyedap rasa telah tersekat pasrah dalam lemari pendingin di dapur. Tertinggal gelas berampas kopi, atau piring bersisa remah roti bakar dan telor dadar.
Adakah yang kau sebut rumah: Berupa keinginan yang tak pernah selesai, atau impian yang tak kunjung usai?
Curup, 26.09.2023
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H