Kepadamu!
Hari ini, kali ketiga kutulis surat untukmu.
Surat yang pertama, kukirimkan satu minggu sebelum hari pertama puasa. Memang bukan menggunakan prangko kilat, hanya prangko biasa.
Namun, sehari sebelum puasa, surat itu terlihat di bawah pintu rumahku. Di sampul tertera stempel berwarna biru tua, bertulis kalimat: "Tak Ada Alamat Dituju".
Kau tahu yang kulakukan? Tertawa!
Aku tertawa atas kebodohanku! Duapuluh tiga tahun yang lalu, tak ada uban di kepalaku. Dan, aku tak lagi pernah seperti dulu. Seperti itu juga denganmu, kan?
Berbekal panduan Google Map. Kembali kukirimkan surat untukmu. Dua hari sebelum Idulfitri. Saat itu, kugunakan prangko kilat. Berharap di momen hari raya itu, kau menerima suratku.
Sengaja pada surat kedua itu, kulampirkan surat pertamaku. Isinya tak jauh berbeda. Aku hanya ingin tahu: Masihkah orang-orang berziarah ke kuburan?
Bukankah berziarah dan bergotongroyong membersihkan kuburan sebelum bulan puasa dan menjelang hari raya, sudah menjadi tradisi?
Kau pasti tahu. Terlalu banyak orang-orang yang kucintai dan kukenang telah lama beristirahat di sana. Dan, aku hanya ingin menitipkan doa serta salamku untuk mereka.