Pernah mendengar istilah Fathering Skill?
Jika dimaknai secara harfiah, Father dalam bahasa inggris diartikan Ayah, dan Skill adalah kemampuan atau kapasitas spesifik yang dimiliki seseorang. Maka, Fathering skill bisa diartikan sebagai Kemampuan seseorang sebagai seorang ayah.
Kemudian timbul pertanyaan bernada sanggahan:Â "Halah! Emangnya jadi Ayah butuh skill?"
Eits, jangan salah! Bagiku, jabatan sebagai seorang ayah itu istimewa. Sebab, mesti melalui tiga tahapan yang tak semua orang sanggup meraih dan menjalani jabatan ini.
Setidaknya, secara kelirumologi, untuk meraih jabatan sebagai ayah itu mesti melalui tiga kategori ini. Yaitu:
(1). Laki-laki. Belum kutemui sapaan Ayah disandang oleh jenis kelamin selain laki-laki.
(2). Menikah dan meraih jabatan sebagai Suami. Ini tahapan penting. Lupakanlah keinginan menjadi ayah tanpa pernah menikah atau menjadi suami. Kecuali sapaan ayah itu sebagai wujud penghormatan.
(3). Memiliki anak. Ini syarat mutlak untuk meraih jabatan sebagai ayah. Terlepas apatah sudah memiliki anak secara biologis atau tidak.
Ada anggapan, berani memutuskan menikah adalah pembuktian sebagai laki-laki sejati. Namun, apatah benar-benar siap berperan sebagai suami?
Ketika lagi sibuk belajar dan melengkapi syarat ideal sebagai suami, tetiba mesti bertukar peran sebagai seorang ayah, karena tak lama setelah menikah memiliki anak. Apatah siap secepat itu bertukar peran sebagai ayah?