Di dalam sebuah kamus. Beberapa kata bertegur sapa. Sebagian lagi bertukar eja. Sebagian besar merunduk jemu. Menunggu makna baru
Aku menahan tawa, saat terdengar paduan suara: "Sebanyak apapun kita, tetaplah diatur berdasarkan abjad!"
Di dalam sebuah buku. Beberapa kata berpelukan. Sebagian lagi mengulang perjanjian. Sebagian besar memungut bisu. Terkurung hamparan debu
Aku merajut iba, saat teringat satu ucapan sepi: "Tinggal pilih, Kau atau tulisanmu yang mati!"
Di atas selembar kertas. Beberapa kata menikmati reuni. Sebagian lagi membentuk diksi. Sebagian besar putus asa menjumpai kecewa. Tak sempat menyesap rima.
Aku terkejut, ketika satu pertanyaan tak bertuan terlontar di udara: "Apa jadinya mereka tanpa kita?"
Aku berlari ke tubuh puisi: Tanpa kata? Mungkinkah dunia kembali tanpa makna dan warna?
Curup, 10.10.2022
Zaldy Chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H