Kemudian, hari menghabiskan siang seperti hari-hari kemarin. Membiarkan sinar mentari bertarung di antara hamparan mendung. Dan, memungut senandung nyeri yang dihantarkan sunyi.
Angin tanpa arah membujuk kawanan gerimis berjatuhan. Membiarkan butiran hujan berkali-kali membunuh benih ingatan. Dan, mengajak angan menelusuri jejak-jejak kenangan.
Beberapa hempasan tawa terlatih mencari tempat singgah. Berganti genangan airmata yang tertatih menampung sisa gundah. Dan, serpihan doa berdiri kaku di persimpangan harap yang patah.
Seperti malam-malam kemarin, sunyi terlambat datang. Tersendat mengeja satu-persatu jiwa tak bertuan di gerbang kepulangan. Ia tersesat di pintu-pintu tak bernama.
Sebelum detak waktu menghentikan laju perjalanan. Hari-hari akan terus berlalu sebagai sebuah kehilangan. Dan, tak siapapun tahu, kapan dan di mana pintu-pintu itu terpaku.
Hingga sunyi menemani.
Curup, 24.07.2021
Zaldy Chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H